Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - Menulis sebagai refreshing dan healing agar terhindar dari lupa

Menulis dengan bahagia apa yang mampu ditulis saja

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Berpacu dalam Prestasi

1 April 2024   01:30 Diperbarui: 1 April 2024   01:31 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Berpacu dalam Prestasi

Oleh: Ninik Sirtupi Rahayu

"Berpacu dalam melodi", demikian frasa indah yang dilantunkan 'Kris Biantoro' sebagai salah seorang pionir Master of Ceremony di negeri ini era tahun 80-an. Menyitir hal tersebut, penulis ingin menyampaikan bahwa 'jiwa kompetitif' dan 'motivasi bersaing' sangat perlu kita tanamkan kepada anak sejak di lingkungan rumah tangga dan sedini mungkin. Hal ini karena 'keluarga' sebagai lembaga pendidikan pertama dan utama dibanding dua lembaga pendidikan yang lain: sekolah dan masyarakat.

Sebagai seorang guru, penulis sangat prihatin karena tidak semua orang tua (baca: ibu) dapat menunggui putra-putrinya belajar dan mengerjakan PR di rumah. Karena berbagai alasan, para ibu harus membantu mencari nafkah sehingga masa belajar anak (malam hari di rumah dalam rangka mengerjakan tugas/PR, mengulang pelajaran di sekolah) tidak dapat /dipandu/dibantu/ditunggui/ diawasi oleh sang bunda. Padahal, jika seorang ibu dapat memberikan kesempatan kepada anak untuk belajar 'malam hari' secara ditunggui, hasilnya akan sangat menggembirakan.

Tanpa sedikit pun bermaksud menyombongkan diri atau menggurui, penulis mengetengahkan metode mengajar anak-anak di rumah saat mereka masih kecil. Penulis memiliki 3 anak lelaki, yakni Oka, Iko, dan Oki. Sebelum mereka memasuki TK, penulis sudah menargetkan 'harus bisa baca tulis'! Dengan berbagai cara dan upaya, penulis berhasil mendeteksi masa peka mereka untuk belajar dan mengajak mereka membaca jauh sebelum gurunya di sekolah (TK) mengajari mereka.

Begitu si anak masuk TK, penulis berupaya agar mereka sudah dapat membaca huruf-huruf yang besar-besar di koran. Dan, benar! Mereka ternyata merasa bangga, sementara teman-temannya masih tertatih-tatih, mereka sudah berlari jauh di depan teman-temannya, menggungguli teman-temannya! Sejak saat di TK ini, mereka terus berjuang untuk bisa mengungguli teman-temannya. Benih-benih jiwa kompetitifnya mulai muncul.

Pengalaman tahun 1988, saat sulung kelas 5 SD, tengah kelas 3 SD (keduanya SDK St. Maria 2 Malang), dan si bungsu masih berusia sekitar 3 tahun, penulis menerapkan cara belajar unik. Saat itu sedang musim acara cerdas cermat di TVRI. Penulis memandu proses belajar anak-anak dengan menirukan gaya pembawa acara pada lomba cerdas cermat TVRI tersebut. Sulung sebagai regu A, tengah sebagai regu B, sementara bungsu yang masih cadel sebagai regu C. Kepada kedua kakaknya, penulis memberikan pertanyaan sesuai dengan materi pelajaran di sekolah. Sementara, karena si kecil belum bersekolah, penulis hanya memberikan pertanyaan yang mudah sesuai kemampuan anak.

Jika anak-anak menjawab dengan benar, penulis memberikan nilai 100 dan yang memperoleh nilai terbanyak berhak mendapat hadiah. Ternyata, menunggui anak belajar dengan mengadopsi model acara lomba cerdas cermat seperti itu, sangat mengasyikkan. Anak-anak tidak merasa terpaksa, bahkan selalu meminta agar ibunya membuat pertanyaan sebagai materi lomba cerdas cermat keluarga. Anak-anak termotivasi untuk saling mengungguli saudaranya, berlomba-lomba belajar. Bonus dari kegiatan ini adalah: ternyata di sekolah pun mereka berprestasi. 'Buku pintar' merupakan santapan mereka tiap hari dan menjadi buku saku yang dibawa-bawa ke mana pun mereka pergi. Bahkan, tatkala melihat plat nomor polisi yang asing melintas di dekat mereka, mereka selalu berlomba untuk menebak dari mana kendaraan tersebut berasal! "Kewalahan!" itu komentar paman dan bibinya manakala membawa mereka berjalan-jalan.

Model pemberian hadiah ini juga penulis lakukan setiap bulan dengan mengajak mereka ke toko buku, meminta mereka memilih buku yang mereka sukai, dan membelikannya. Bahkan, jika mereka berulang tahun pun, hadiah yang penulis lakukan selalu sama: buku! Mendaftarkan mereka sebagai anggota perpustakaan umum (bahkan sebagai anggota terkecil) juga penulis lakukan sebagai upaya memperkenalkan perpustakaan sebagai gudang ilmu (jauh sebelum perpustakaan kota Malang sehebat sekarang). Menjelang tidur pun penulis masih menyempatkan diri mendongeng untuk mereka, membacakan cerita anak, dan bahkan mengarang dongeng lisan secara bersama. Ternyata, hal-hal tersebut membantu memotivasi gemar membaca dan giat belajar pada mereka. Ini merupakan modal awal yang sangat positif! Menyiapkan daya juang dalam bersaing meraih asa dan cita-cita!

Si sulung, mendapat kesempatan mendulang ilmu S-2 dan S-3 beasiswa memperdalam ilmu di Nort Carolina dan California, Amerika Serikat. Si tengah tinggal di ibukota sebagai akuntan, bahkan sempat dipekerjakan di negeri jiran oleh perusahaannya. Sementara, bungsu sedang memperoleh kesempatan menimba ilmu di Amerika Serikat juga. Setelah menyelesaikan S-2 di Ohio, kini melanjutkan S-3 di Texas, Amerika Serikat. Mudah-mudahan segera kembali ke tanah ait, amin. Nilai mereka sangat membanggakan, cumlaude! Siapa tidak iri dengan prestasi seperti itu? Ternyata, peran ibu dalam membantu belajar di rumah memang tidak dapat dipungkiri!

Sebenarnya, bukan sekadar nilai, melainkan gairah berkompetisi merebut hidup dan kehidupan inilah yang penulis tanamkan sehingga mereka tetap berdaya juang dan bersemangat tinggi meraih impian. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun