"Hmmm, Mbak dengar-dengar sih ... eh, jangan marah dulu ya ... Pak Kades hendak mengambilnya sebagai menantu. Tapi ... Mbak nggak tahu juga persisnya," ujar Suryanti .
Bagai halilintar di siang bolong. Kepala Selasih seketika terasa hendak meledak. Pandangannya mulai mengabur. Pikirannya merantau ke mana-mana.
"Benarkah Mas Wawan akan menikahi Putri, sahabat masa kecilnya itu? Putri dengan kaki panjang sebelah yang masa kecilnya sering di-bully teman-teman itu? Memang, sih ... wajah Putri cantik, pintar, kalem, dan anak orang kaya pula! Hanya satu saja kekurangannya, cacat kaki yang menyebabkan timpang sehingga kalau berjalan tampak seperti kapal oleng," pikiran Selasih melantur.
Selasih mengingat-ingat beberapa saat silam. Seingatnya, Mas Wawannya itu pria tangguh dan setia. Apakah sepeninggalnya Wawan berubah setia? Apakah karena orang tua Putri memodalinya? Â Â
"Ahhh, ... semakin pusing kepalaku," keluhnya.
Dicobanya untuk menepis segala galau, tetapi tetiba ia teringat nasihat bijak seseorang.
"Hidup adalah perjalanan panjang, seyogyanya tidak untuk disia-siakan hanya dengan memikirkan mereka yang telah menyakiti kita. Lebih baik kita memaafkan dan melanjutkan hidup dengan damai," entah siapa yang berpesan, dia lupa.
Satu lagi quotes yang pernah dibacanya demikian, "Memaafkan adalah bentuk cinta yang tertinggi dan terindah. Sebagai imbalannya, kamu akan menerima kedamaian dan kebahagiaan yang tak terhitung." - Robert Muller.
Dari dua pendapat ini, dia mulai menarik kesimpulan bahwa sebaiknya memaafkan sesiapa yang membuatnya sakit. Bukankah dengan memaafkan dia akan memperoleh ketenangan dan kedamaian? Kalau dipikir-pikir tidak salah seandainya Wawan lebih memilih Putri daripada dirinya. Kedua orang tua Putri yang anak tunggal itu sangat mapan. Hidup keluarganya akan lebih terjamin. Apa yang diharapkan dari dirinya? Hanya sebagai batur, rewang, pembantu rumah tangga, yang lebih keren dengan sebutan Asisten Rumah Tangga alias ART dengan masa depan belum pasti.Â
Selasih membolak-balikkan badan dengan pikiran kacau balau. Akhirnya, karena kelelahan dia pun tertidur sejenak. Kepala pusing, mata sembab karena sejak tadi kelenjar air mata bekerja keras dengan melelehkan anak sungai di pipi mulusnya.
Emak yang baru datang diberi tahu Mbak Suryanti  bahwa Selasih sedang beristirahat di kamarnya. Wajah dan netra Emak berbinar, tetapi sebentar kemudian tampak sedih.