Gerimis menyapa hening pagi,
ia menjemput kuncup harum
romansa pun mengintip
terkadang lambat, sesekali menghilang
namun jejaknya masih tertinggal
di sela aroma mawar berduri pemberianmu
yang menikam jemari saat kuelus mesra
Kristal di tepian mata telah lama tandus
kini terasa bertakung menumpuk
Nurani terusik ketika tiba-tiba kau hunus
anak panah ke arah jantung
Sontak kusadar ini hanya hayalan
yang membuatku menggila
jurus arogan menipu daya pikat
yang mungkin suatu hari nanti
kau lihai memungkiri
semudah menebar senyum ironis
Aku terjaring. Dengan gampangnya
kau sodorkan bucket kembang berpita
mencoba merenda dengan segala harap
Seperti kejora yang membiaskan benderang
itulah aku, kau, kita yang tiada henti menerka
tentang sekelumit rasa yang kian merebak
Aku berbisik tepat di telingamu
"Tidak Sayang, tidak semudah itu!
Apa kau lupa? Berapa banyak mimpi
telah kau lenakan hingga embun subuh
terlewati lalu meninggalkan luka lara?
Waktu tak akan merapuhkan ingatan!"
Kau tahu aku bisa apa?
Aku hanya bisa menghela nafas dalam-dalam,
Batinku pun lirih,
"Kenapa gerimis terus saja tak mau berhenti
Kenapa aroma mawar seolah memanggil-manggil
Kenapa rindu selalu saja mencari-cari alasan
Kenapa renjana datang tak tepat waktu?
Kenapa cinta segarang ini? Kenapa?"
NK/05/09/2020
@SangiheBanuaku
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H