Kum-kum Si Burung Langka yang Oleh Masyarakat Sangihe disebut Puntieng dengan Cara Makan Unik
"Biasanya membuang sampah sembarangan itu pantang dilakukan oleh siapapun. Apalagi membuang hajat sembarangan. Tapi ini unik."
Binaran sinar jingga masih menyisakan kilauannya. Terlihat jelas keindahannya sungguh menggoda. Beberapa orang terus menelusuri pantai.
Barisan buih nampak sedikit alay melirik ke arah beberapa orang yang tengah berjalan. Nampak dari perahu motor laut yang ditumpangi Mardiah dan beberapa sahabatnya.
Sembari menikmati aroma birunya laut, perempuan-perempuan itu terus menyusuri pantai dengan perahu motor itu. Bakau pun tak ingin diabaikan. Berjejer menampilkan kekuatanakar-akarnya. Saling berkait mengisyaratkan ketegarannya.
Allah itu memang adil ya? Dia menciptakan makhluk berakar itu untuk menampik derasnya ombak yang hampir setiap saat menerjang lengkap dengan keganasannya.
Manggrove, si hutan bakau nampak sangar tapi dalam benak tersimpan kelembutan yang sungguh luar biasa. Tak pernah pamrih.
Bayangkan jika itu barisan penjaga pantai berjejer yang setiap harinya harus menjaga pantai 1x24 jam tanpa tidur.
Bayangkan juga jika para pekerja lalu piket, sekalipun aplos siang dan berganti orang pada malam hari, berdiri untuk menangkal air laut. apa mungkin bisa? Â
Eiit... bukan itu saja. Di kepulauan itu, ada dua pulau kecil yang menarik perhatian, sebab ada satwa langka yang unik. Burung Kum-kum namanya. Disebut langka karena hanya ada di Kepulauan Sangihe. Masyarakat Sangihe menyebutnya Burung Puntieng.
Mereka penghuni tetap Pulau Liang dan Pulau Poa. Selain itu, burung puntieng juga terdapat di Pulau Tehang, Kecamatan Manalu, masih di Kabupaten Sangihe. Â Selain itu, Burung Kum-kum juga terdapat di Papua. Hanya warna bulunya beda dengan Puntieng yang ada di Sangihe. Kum-kum Papua hitam, sedangkan Kum-kum Sangihe putih sedikit keabu-abuan di bagian ekornya. Â