Mohon tunggu...
Ninid Alfatih
Ninid Alfatih Mohon Tunggu... Guru - ibu 3 anak

just a reader

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Agora: Akar Kekerasan, Berawal dari Mana?

5 September 2012   03:00 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:54 328
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Pada saat yang sama kristen mulai menyebar di kalangan masyarakat Alexandria. Beberapa orang dengan motif individu, mulai membuat pembedaan-pembedaan untuk menangkal semua yang dianggap punya representasi perlawanan. Pembedaan itu dilatari atas dasar iman maupun jenis kelamin. Mungkin karena representasi perlawanan itu adalah seorang perempuan, maka hegemoni laki-laki menjadi penting.

Dan teks suci adalah laki-laki.

Kalau biasanya konflik dibangun oleh perbedaan antara kebebasan berfikir dan doktrin agama, maka dalam Agora, konflik dibangun atas dasar yang lebih kompleks. Antara keimanan: klaim antara kebenaran agama langit dan keyakinan filsafat seorang pemikir, dan juga konflik gender. Sebagai seorang pemegang otoritas gereja, Cyrill tak bisa menerima bahwa Orestes, prefek atau gubernur Alexandria tidak mematuhinya karena lebih memilih rasionalitas Hypatia, guru sekaligus orang yang dicintainya, ketimbang dirinya, seorang pemimpin agama yang paling ditakuti.

Bahkan demi kegeraman individunya, Cyrill memanipulasi teks suci untuk mencelakakan Hypatea.

Dalam konteks sekarang, dominasi atas tafsir teks suci masih menjadi bagian dari prilaku agama. Ruang agama yang semestinya menjadi petunjuk bagi manusia untuk berhubungan sebagai masyarakat yang rahmatan lil alamin berubah menjadi teks yang berwajah garang dan diskriminatif, ketika berada di tangan orang yang punya pemikiran sempit dan individualis. Situasi paradoks dan ambigu dilihatkan dalam scene Cyrill yang mengangkat tubuh mayat korban kerusuhan. Dia seperti malaikat penolong ketika bekerja keras membantu masyarakat yang jadi korban kerusuhan yang ditimbulkannya sendiri.

Bukankah itu dekat sekali dengan kita ?

Pertanyaannya, mengapa Cyrill menciptakan kerusuhan pada masyarakat Alexandria untuk kemudian menunjukkan citra malaikatnya ? Tidak harus bikin kerusuhan untuk memunculkan seorang pahlawan bukan ?

Dont judge by the cover !

Satu scene yang bagus di akhir film ini nampak ketika sutradara, Alejandro Amenabar, menyoroti gambar lanskap elips pada kuil dimana Hypatea diakhiri dan dimutilasi oleh kaki tangan Cyrill. Teori yang selama ini selalu menggelisahkan Hypatea sudah dijawab oleh simbol-simbol pagan (jadi ingat The Da Vinci Code). Bidang elips sebagai garis edar bumi.

Seperti halnya juga tertuang dalam ayat QS al anbiya’ yang artinya :

”Dan Dialah yang menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-masing beredar pada garis edarnya..”(QS Al Anbiya:33)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun