Mohon tunggu...
Ningwang Kembang
Ningwang Kembang Mohon Tunggu... -

Luv 2 read\r\n

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Jujur atau Berbohong?

2 Desember 2012   03:37 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:20 418
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_227078" align="aligncenter" width="300" caption="dok. pribadi"][/caption]

Kejujuran itu memangkadang menyakitkan. Lalu baiknya bagaimana? Jujur meski tau akan menyakiti? Atau berdalih tapi menentramkan?

Hidup itu fleksibel.. elastis, kondisional. Manusia bukan robot dengan kata harus karena hanya ada satu pilihan tanpa alternatif.

Jadi sebenarnya bukanlah perihal harus jujur ataukah harus berbohong, tetapi tentang cara dan penentuan waktu untuk berbicara.

Seorang suami berkata pada istrinya, “Ternyata kau bisa masak juga ya, Bu”. Si istri mengerutkan dahi. “Memangnya siapa yang setiap hari memasak untuk kita di rumah, Pak?” “Maksudku, ternyata kau bisa juga masak yang enak” jawab suaminya dengan santai, kemudian berlalu.

Tentu saja benak istrinya tak berhenti di situ. Dia bertanya-tanya? Apakah selama ini masakannya tidak enak? Kalau tidak enak, kenapa tidak dari dulu mengatakannya? Atau kalau tak ingin menyinggung perasaan, kenapa pula baru sekarang diungkapkan bahwa baru hari ini masakannya terasa enak?

Begitu juga si suami, dia pun berpikir, kenapa istrinya harus cemberut? Dia kan hanya berbicara yang sebenarnya. Kenapa perempuan selalu mengambil hati masalah yang sepele?

Si istri mungkin berfikir, berbohong sajalah, katakan masakannya enak karena meski bohong tapi itu menyenangkan hati si istri toh selama ini masakannya selalu habis dan tidak membuat suaminya sakit. Namun si suami pun berpikir, terima sajalah kejujuran itu, setidaknya dengan tahu bahwa masakannya tidak enak, si istri bisa belajar lagi mengolah makanan.

Wah, perempuan memang tak bisa memahami laki-laki, begitu pun sebaliknya, laki-laki tak bisa memahami perempuan.

Hidup dan kehidupan tidak harus dijalani dengan rumus matematika, bahwa 1+1=2. Dari fragmen di atas, permasalahannya bukan pada: harus jujur atau harus berbohong, melainkan pada cara penyampaian dan cara penerimaan. Mari pandai-pandai memilih kata-kata yang tepat, memilih waktu yang tepat, dan memilah serta menerima masukan dengan penerimaan yang tepat pula.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun