Perempuan berkerudung biru langit itu terdiam memandang hamparan padi yang hijau.. Angin yang menampar-nampar pucuk padi sejalan dengan gossip yang menampar-nampar hati dan telinganya.
Gara-gara dia melamar bang RT Ibay pada Jingga via telepon tempo hari, semua mengira Kembang telah menikah siri dengan Ibay. Padahal tanpa ijin dari Jingga, Kembang takkan mungkin berani.
“Duh, bego banget aku ini? Mbak Jingga baik banget, sahabat sejak menginjak kaki di Rangkat, justru kukhianati” gumam Kembang.
Tapi Kembang sayang sama Ibay. Selama Kembang tugas di Irian Jaya dan harus meninggalkan desa, Bang ibay selalu perhatian, bahkan mengirimi Kembang kue-kue khas Manado, sedangkan kekasih Kembang si Kribo malah hilang dari radar hatinya.
“Inin lagi ngejar-ngejar Auda, sering juga jalan sama Dewa. Lupain dia Kembang” begitu kata El Hida saat Kembang bertanya tentang si kribo.
Tentu Kembang sedih, karena dia sangat butuh support saat jauh dari sahabat-sahabatnya di Desa. Dan memang, Ibay hadir saat Kembang kesepian. Apakah Kembang jatuh cinta? Kembang pun tak tahu jawabannya, yang pasti Kembang bahagia diperhatikan dan nyaman saat ngobrol dengan Ibay.
Jujur, hati Kembang masih untuk Inin. Tapi tak adanya sambutan ceria saat Kembang pulang ke Desa sangat membuat Kembang sedih. Bayangkan saja, Kembang minta dijemput di Bandara, eh Inin malah mengirim El Hida sahabatnya untuk menjemput Kembang dengan alasan ban bocor dan kribownya tersangkut di pagar kawat.
Tentu saja Kembang bête. Kembang jadi berpikir, dia membutuhkan pria yang bisa diandalkan dan bertanggung jawab. Ibay menawarkan hal itu. Kembang pun berpikir, kenapa tidak?
“Huayoooww, ngelamun lagi… Akang mau nagih puisi hasil kolaborasi kita, udah jadi?” tiba-tiba El Hida sahabatnya muncul di gubuk petani tempat mereka biasa merangkum berjuta diksi.
“Duh, Kang.. Kembang nggk bisa mikir, puyeeeenngg…” Sahut Kembang sambil memelintir ujung jilbabnya.
“Nunggu keputusan dari Ibay dan Jingga ya? Udah… kalau pun nggk jadi sama Ibay, ntar kucariin jodoh deh… yuk, cari kelapa muda?”
Kembang langsung sumringah, dia melompat dari gubug dan mengikuti El menuju pohon Kelapa di pinggir sawah.
“Emang bisa manjatnya? Kan Akang pake sarung….” Tanya Kembang.
“Bisa dong…” jawab El yang segera menyilangkan sarungnya ke atas, membentuknya seperti celana Aladin. Dia pun segera memanjat dengan sigap. Sementara Kembang menunggu di bawah sambil merangkai buket dari bunga rumput.
Tiba-tiba pandangan Kembang gelap, sesuatu menutupi kepalanya. Ternyata sarung El Hidaterjatuh. Kembang menoleh ke kanan-kiri tapi El Hida tidak ada. Berarti dia masih di atas. Tersadar apa yang terjadi, Kembang tak berani melihat ke atas.
“Aaaaaaaa….. Kembang pulang duluuuuuu…..” jerit Kembang sambil berlari. Tanpa dia sadarai, sarung El Hida pun dibawa pulang ke rumah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H