Pada saat ini semakin banyak orang yang berlomba-lomba mengejar jabatan. Terobsesi ingin menjadi presiden, pejabat, gubernur, bupati, walikota, serta anggota dewan. Mulai dari kalangan politisi, birokrat, praktisi, tokoh masyarakat, bahkan sampai pada kalangan artis dan public figure. Kesemuanya memiliki tujan yang sama, yaitu menjadi seseorang yang memegang jabatan tinggi di tengah masyarakat. Mereka yang berebut mengejar jabatan sayangnya kerap kali tidak didukung oleh pemahaman akan siapa sebenarnya mereka, kemampuan apa yang mereka miliki, serta kelayakan mereka menjadi seorang pemimpin. Hal ini diperparah dengan kurangnya pemahaman yang benar akan arti dan hakikat dari kepemimpinan tersebut. Adanya anggapan bahwa seorang pemimpin atau mereka yang memegang jabatan tinggi di masyarakat menjadi suatu keistimewaan tersendiri, dihormati, mendapatkan fasilitas yang mewah, kewenangan tanpa batas, kebanggaan dan popularitas di tengah masyarakat. Padahal sejatinya jabatan pemimpin adalah sebuah amanah yang sangat berat, ia berarti pengorbanan, pelayanan, dan keteladanan yang dinilai oleh banyak orang.
Banyak dari mereka yang terobsesi memiliki jabatan tertentu di tengah masyarakat. Tak jarang ada oknum yang mempraktikan segala cara hanya demi mendapatkan posisi atau jabatan yang dapat membuatnya bangga dan terhormat. Aneh memang. Padahal mereka yang mendapatkan jabatan atau amanah yang penting seharusnya menangis..dan sadar sepenuhnya bahwa amanah ini pada akhirnya akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah kelak pada hari penghisaban tiba. Masing-masing hak rakyatnya ditanyai oleh Allah apakah selama ia memimpin masih ada hak-hak rakyat yang diabaikan atau tidak terpenuhi dengan baik?? Apakah masih ada rakyat yang menderita? Atau apakah amanahnya sebagai seorang pemimpin membawa dampak baik atau malah menambah bencana bagi rakyat dan negara yg dipimpinnya? Bukannya justru bergembira, bangga, dan merasa terhormat.
Lihatlah bagaimana kisah orang-orang terdahulu saat meminta jabatan pada Rasulullah,
orang itu berkata:“Ya Rasulullah, berilah kepada kami jabatan pada salah satu bagian yang diberikan Allah kepadamu.” Maka Rasul pun menjawab: “Demi Allah, Kami tidak mengangkat seseorang pada suatu jabatan kepada orang yang menginginkan atau ambisi pada jabatan itu.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Begitulah, karena sejatinya pemimpin yang baik adalah pemimpin yang menyadari bahwa amanah yang ia pegang adalah amat berat, sehingga dibutuhkan sebuah keseriusan dan tanggung jawab yang penuh dan total untuk mengembannya. Sebuah kepemimpinan menuntut keadilan yang harus dirasakan oleh semua pihak dan golongan masyarakat tanpa memandang status, agama,dan budaya. Seorang pemimpin memiliki profesi lain, yaitu sebagai pelayan masyarakat, dimana ia harus menempatkan posisinya sebagai pelayan masyarakat bukan malah minta dilayani oleh rakyat.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI