Jelas sekali bedanya apabila traveling dengan rombongan bapak2, ibu2, atau anak2. Yang pasti ketiga jenis kelompok manusia ini tidak pernah cocok mengisi jadwal travelingnya.Biasanya sih kalau berkumpul harus ada yang mengalah demi menyenangkan yang lain.
Kalau bapak2 sudah pasti sukanya wisata kuliner, kalau ibu2 terutama saya suka belanja souvenir yang berupa kain dari serbet sampai kain untuk baju. Sementara anak2 terutama anak saya apalagi kalau bukan main air baik di pantai ataupun kolam renang, berasa ikan deh pokoknya.
Sayangnya, saya selalu jadi kelompok minoritas diantara 2 jenis manusia tadi, jadi akhirnya ya harus ngalah untuk menyenangkan mereka. Terbukti kan kalau saya adalah manusia yang baik? Yang berani kalah untuk menyenangkan orang lain....
Misalnya begini, hari rabu kemarin saya ke Semarang bersama rombongan bapak2, hanya saya seorang yang perempuan. Perhatikan jadwal trip makan kami : berangkat subuh dari rumah masing2 sudah pasti sarapan juga di rumah masing2. Jam 06.00 perut sudah keroncongan lagi minta diisi. Berhentilah kami di sebuah rumah makan swalayan. Lihat tempatnya saja sebetulnya saya sudah tidak berselera. Tapi apa boleh buat para bapak sudah kelaparan. Lihat2 menu, ah lumayanlah ada yang menggugah selera. Apa itu? Jangan gori saudara2! Ini sayur kesukaan saya yang jarang saya dapat di rumah karena anggota keluarga lain tidak ada yang suka.
Jam 08.30 sampailah di Semarang, setelah selesai urusan kantor kami pun bergegas cari tempat makan siang. Kali ini mungkin bukan karena kami lapar, tapi lebih kepada pemenuhan kewajiban mengisi perut di jam makan siang. Nggak sopan kan kalau di jam makan siang kok nggak makan siang?
Anda pasti tahu kota lama Semarang. Nah, di situ ada warung sate kambing depan gereja Blendug (atau bledug?) dan di sebelahnya ada seafood Cianjur. Sate kambingnya agak mahal sih, satu porsi Rp 30.000,- jauh lebih mahal dari pada di sate klatak pak pong pleret bantul. Di pak pong kami pernah makan bertiga dengan menu sate klatak 1 porsi, gule 1 porsi dan balungan 1 porsi tambah nasi dan minum hanya habis Rp 38.000,-
Di seafood Cianjur ada menu andalan yaitu kepiting lemburi. Ini kepiting muda yang memang dibudidayakan dan di masak apa saja saat masih usia muda. Jadi coba dengar baik2 suaranya ketika dinikmati…kresh…kresh…kresh….hmmm yummy.
Setelah makan siang, kami sholat di masjid Baiturrahman kemudian lanjut balik ke Jogja. Di perjalanan pulang, sekitar jam 14.00 karena bawaan oleh2 kami baru bandeng asap yang saya beli di presto Juwana Pandanaran, mampirlah kami di tahubaxo (pake x bukan ks lho!) bu Puji Ungaran. Bergegas saya antri di kasir untuk beli tahubaxo basah 7 dos dan 1 dos yg sudah di goreng. Harganya lumayan terjangkau. 1 potong tahu basah di hargai Rp 1500, satu dos isi 10 potong. Sedang yang di goreng sepotong di hargai Rp 1600.
Setelah berhasil mendapat tahubaxo, sayapun keluar dari antrian dan celingukan cari rombongan. Kemana bapak2 ini? Eh, ya ampun ternyata mereka sedang nunduk2 asyik menikmati semangkok bakso. Jadi di bagian belakang toko bu puji ini ada tempat untuk makan bakso swalayan, lumayan bagus tempatnya. Kecil tapi indah dan bersih. Cuma masalahnya, kok ya masih muat perut mereka. Ini baru lewat 2 jam dari jam makan siang!.
Melanjutkan perjalanan ke jogja, ternyata banyak godaan bergelantungan di pinggir jalan. Apalagi kalau bukan durian. Karena sepanjang perjalanan pun sudah pada ngemil tahu baxo, kamipun tepatnya mereka para bapak sama2 berjanji ’TIDAK AKAN MAKAN DURIAN’.
Jam 15.00, tiba2 saya ingat belum bawa kepiting masak untuk oleh2 anak-anak di rumah.
Mampirlah kami di sebuah warung jadul di tengah bukit dan tebing untuk membungkus kepiting. 1 porsi isi 2 kepiting super seharga Rp 65.000,- jauh lebih murah di banding seafood depan BCA jl Mangkubumi Jogja. Tapi gemuk atau tidaknya ya belum tahu kan di bungkus.