Setiap orang memaknai menulis dengan penafsiran yang berbeda - beda. Ada yang hobi, profesi, kebutuhan, bahkan healing. Bagi saya sendiri menulis lebih ke ajang curhat pada diri sendiri tentang berbagai macam hal. Kata - kata yang tak terucapkan namun juga terlalu sesak kalau dibiarkan mengendap di otak. Butuh keberanian untuk menuangkan kata - kata dalam selembar kertas terlebih lagi untuk dipublikasikan. Bertahun - tahun tulisan saya hanya draft di buku diary. Lalu berkembang memenuhi harddisk dan lagi - lagi tersangkut di cloud storage. Dan ketika semua terasa overloaded saya merasa perlu pelampiasan. Pelampiasan yang saya pilih adalah menerbitkan buku solo pertama. Saya harus punya buku sebagai bukti bahwa pernah ada dalam sejarah.Â
Perjuangan menerbitkan buku sendiri dimulai dengan mengikuti pelatihan menulis. Setiap sesi menghasilkan sebuah tulisan hingga akhirnya ada puluhan sesi yang artinya ada puluhan tulisan. Tulisan - tulisan ini harus jadi buku itu tekad saya. Saya mulai browsing indie publishing dengan biaya terjangkau untuk kantong. Dari sekian yang saya temukan rata - rata range harga dan fasilitasnya hampir sama. Jadi diterbitkan dimana saja tidak masalah toh ini hanya untuk dokumentasi pribadi. Sampai saya menemukan sebuah event Gerakan Menulis Buku Indonesia, dimana karya kita tidak hanya diterbitkan tetapi juga diikutsertakan pada lomba Adi Acarya Award. Adi Acarya Award adalah sebuah program literasi yang memfasilitasi Akademisi Indonesia untuk menerbitkan karya.  Dalam event ini ada kesempatan mendapatkan fasilitas workshop, penerbitan buku dan sertifikasi kompetensi secara gratis. Jiwa emak - emak kalau sudah ada iming - iming hadiah langsung saja daftar.Â
Proses panjang dari editing, layout, proofing hingga cetak berlangsung dramatis. Karena naskah sudah final sejak bulan Juli namun baru terbit September 2020. Awalnya saya hanya mencetak buku sejumlah minimal untuk keperluan mengurus ISBN. Nyatanya, punya ISBN saja tanpa buku ditangan itu hampa dan saya kembali mencetak buku tersebut. Kejutan yang tak disangka - sangka saya mendapatkan undangan untuk menghadiri Festival Literasi Nasional 2021 karena buku saya yang berjudul "Menulis Buku Via WAG dalam 20 Hari" menjadi bagian dari 30 Nominee Adi Acarya Award 2020. Buku perdana yang menjadi 30 besar dari 300 karya yang diseleksi ini menunjukkan kepada saya bahwa kesabaran dan kesungguhan itu ada artinya.Â
Dalam penganugrahan ini saya belum menjadi yang terbaik. Tapi nyala semangat yang dipendarnya benar - benar menjadi pemicu lahirnya karya - karya selanjutnya. Jangan takut menulis buku karena bukumu adalah cermin dirimu. Orang bisa melihat dan menilai. Namun, hanya kita saja yang tahu seberapa besar perjuangan kita untuk menghasilkan sebuah karya. Salam Literasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H