Mohon tunggu...
Ningrum Budi Astuti
Ningrum Budi Astuti Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Just have a good less and bad more.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

“3 Hal Apa yang Kita Inginkan? Samakah seperti, Liz?”

27 Oktober 2013   00:26 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:59 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Mungkin saya orang kesekian yang menulis tentang film Eat, Pray, Love ini . Banyak sekali pesan atau makna yang tersirat maupun tersurat dari sebuah karya. Tapi, setiap orang punya sudut pandang berbeda. Begitu juga dengan sudut pandang yang akan saya tuangkan dalam catatan ini. Bisa jadi sama, bisa jadi beda. Bisa jadi bisa jadi. :D

Oke, dimulai dari bagaimana film ini berjalan. Tokoh utamanya bernama Elizabeth, ia baru saja bercerai. Suaminya bernama Stephen. Mereka bercerai karena Elizabeth merasa tidak bahagia. Simpel kan? Bukan karena sebuah pertengkaran dan lainnya. Ini soal hati, lebih tepatnya kata hati.

Dimulai dari titik ini, saya menemukan sebuah makna. Kemudian, apakah sang suami mengikuti gugat cerai Elizabeth? Oh tentu saja tidak. Ia sangat patah hati. Menurutnya, alasan Liz (panggilan Elizabeth) tidak sinkron dengan perasaannya sendiri. Stephen hanya ingin hidup bersama Liz. Mereka berdua memiliki alasan simpel untuk mempertahankan pendapatnya. Liz ingin berpisah karena ia merasa tidak bahagia. Berbeda dengan Stephen yang ingin mempertahankan rumah tangganya bersama Liz, ia hanya ingin hidup selamanya bersama Liz.


“Soal hati memang paling jujur dan tidak bisa dihindari. Kalau sudah hati berkata, maka sembunyi bagaimanapun, ada sikap yang terlihat jelas menunjukkan kata hati seseorang.” Ini pesan pertama yang saya simpulkan dari alasan cerai mereka.

Kemudian, setelah perceraian itu tentu saja pertemuan terakhir saat bercerai dengan Stephen tak akan dilupakan oleh Liz. Stephen menangis, dan melambaikan tangannya. Perasaan Liz juga hancur. Dia yang menginginkan ini, tapi ternyata hatinya hancur juga setelah semua sudah terjadi. Yang ada dipikirannya adalah rumah tangganya yang ia impikan dulu, ternyata harus berakhir karena dirinya sendiri. Karena egoisnya ia merasa tidak bahagia.

Oh iya, ada yang terlupakan. Seiring menunggu perceraiannya, Liz bertemu seseorang bernama David. Mereka sempat dekat. Sempat mereka saling jatuh cinta, hampir memutuskan bersama. Hubungan mereka putus karena Liz merasa alasan David yang tiba-tiba menjauh itu tidak dewasa. Mereka sering bertengkar hanya karena David yang tak menentu. Akhirnya, Liz memutuskan untuk pergi berlibur ke 3 negara. Pertama, ia akan ke Italia. Kedua, ke India. Ketiga, ia akan ke Bali. Ia berpikir untuk berkunjung ke 3 negara itu karena ia ingin menyendiri, menemukan sebuah pencerahan dan berharap bertemu dengan sebuah kebenaran dari kesalahan yang sudah ia buat.

Sampai ia di Itali, ia bertemu banyak teman baik disana, mengajarinya bahasa Itali, berkunjung ke tempat-tempat yang menarik. Salah satunya, Augusteum.. Berikut kutipan e-mail Liz pada David yang bercerita tentang bangunan itu.


“Octavian Augustus membangunnya sebagai tempat tinggalnya. Saat orang bar-bar datang, mereka menghancurkan beserta yang lainnya. Sang Augustus yang hebat, sang kaisar Roma yang hebat bagaimana bisa ia membayangkan Roma sejauh yang ia tahu akan menjadi puing-puing? Ini salah satu tempat yang paling sunyi dan sepi di Roma. Kotanya telah tumbuh disekelilingnya selama beraba-abad. Rasanya seperti luka yang berharga, patah hati yang tak membiarkanmu lupa karena lukanya terlalu dalam. Kita semua menginginkan segalanya tetap sama, David. Bertahan hidup dalam kesengsaraan, karena takut pada perubahan, pada sisa-sisa reruntuhan itu. Lalu aku melihat sekeliling tempat ini, pada keruntuhan itu. Caranya menyesuaikan diri, dibakar, dijarah, lalu menemukan cara untuk bangkit kembali, dan aku diyakinkan. Mungkin hidupku tak sehancur itu, hanya dunianya yang hilang. Satu-satunya jebakan adalah terikat segala yang ada disana. Kehancuran adalah berkah. Kehancuran adalah jalan menuju transformasi.”

Dari analogi Liz antara hidupnya dengan bangunan Roma itu, ada pesan yang disampaikan.


“Jangan membawa diri kita terlalu larut. Apapun itu. Larut dalam bahagia atau senang. Karena kita bisa menipu diri kita sendiri. Mencari-cari keinginan yang egois. Merasa kebahagiaan itu kurang. Tuhan selalu punya makna untuk umat-Nya dibalik bahagia ataupun sedih. Kalau kita sadar, itu berarti salah satu bentuk dari bersyukur.” Ini pesan kedua yang saya tangkap dari film ini.

Setelah dari Italia, Liz menuju ke India. Sesampainya disana, ia belajar banyak tentang meditasi dan keyakinan umat disana. Dan, ia bertemu seseorang bernama Richard. Richard juga seorang yang cerita rumah tangganya berakhir dengan perceraian. Richard selalu mengingatkan Liz karena masih terlalu rapuh untuk menjalani kehidupannya setelah perceraiannya dengan Stephen dan perpisahannya dengan David. Sampai suatu ketika, Richard mengajak Liz ke suatu tempat. Dan Richard baru bercerita tentang perceraiannya dengan istrinya saat itu. Richard sudah 10 tahun meninggalkan keluarganya. Dulu, Richard adalah seorang pemabuk, pulang malam dan tak peduli dengan keluarga. Suatu malam setelah mabuk, dan pulang dengan mengendarai mobilnya dengan kencang, ternyata waktu itu ia hampir menabrak anaknya sendiri. Richard saat itu dalam keadaan tidak sadar. Dan semenjak itu, istrinya memutuskan tidak tinggal bersamanya karena mengerti kejadian saat anak mereka hampir saja tertabrak oleh suaminya. Richard menyampaikan hal ini pada Liz agar ia paham untuk terus kuat menghadapi masa lalunya yang membuatnya merasa bersalah. Umur perceraian Liz baru benih, Richard sudah 10 tahun dalam proses merasa bersalah atas perceraiannya. Memaafkan diri sendiri itu memang tidak mudah.


“Penyesalan itu lebih menyakitkan. Memaafkan diri sendiri itu jalannya, namun harus melalui pengendalian diri yang kuat. Pengendalian dari terus-menerus menyesal, ingin minta maaf tapi tak bisa berbuat apa-apa, bahkan terkadang menyerah. Berdoa dan meminta petunjuk-Nya untuk memulai lagi dari awal.” Ini teguran yang pas untuk yang nulis. Hehe. Karena itu saat scene ini, benar-benar paling menyentil hati saya. Tetap semangat setelah salah. Karena untuk menjadi benar, itu awalnya salah.

Kemudian, Liz ke Bali. Ia ke Bali setelah 1 tahun sebelumnya kesana dan bertemu Ketut Liyer. Ketut Liyer adalah seorang tabib yang dapat membaca garis tangan seseorang. Ketut meminta agar Liz kembali lagi ke tempatnya setelah ia diramal pada waktu itu. Akhirnya, Liz menepati permintaan Ketut. Mereka sudah seperti anak dan bapak. Liz banyak mengambil ilmu dari Ketut. Begitu juga dengan Ketut yang dibantu Liz menerjemahkan warisan kakeknya. Selain bertemu Ketut, ia juga bertemu Wayan ahli dalam pengobatan tradisional. Pertemuan itu diawali saat Liz ditabrak oleh Felipe pria asal Brazil. Selang beberapa hari setelah kecelakaan itu, Felipe dan Liz menjalin hubungan. Semakin dekat dan sampai akhir cerita, keduanya sama-sama membuka hati dan memutuskan untuk bersama. Felipe juga seseorang yang mengalami perceraian, sudah 10 tahun ia menutup hatinya karena cintanya terlalu besar untuk mantan istrinya. Namun setelah bertemu Liz, ia mencoba yakin untuk memulai lagi. Lalu, bagaimana hubungan Liz dengan Wayan? Wayan adalah seorang wanita single parent yang memiliki putri bernama Tutti. Wayan dan Tutti sudah lama berpindah tempat tapi sampai saat itu belum memiliki rumah sendiri. Semenjak bercerai dengan suaminya, Wayan tidak mendapatkan apapun, Wayan berjuang mempertahankan hidupnya untuk Tutti dari nol lagi. Mengetahui hal ini, Liz menghubungi semua kerabatnya untuk mengajak mereka membantu Wayan agar dapat memiliki rumah sendiri bersama Tutti.


Satu pesan yang disampaikan Liz diakhir e-mailnya kepada kerabatnya adalah, “Saat aku di Italia aku mempelajari kata ‘Tutti’ dobel T yang dalam bahasa Italia berarti ‘semua orang’ jadi itu pelajarannya bukan? Saat kau tampil ke dunia untuk menolong dirimu, terkadang kau berakhir dengan menolong Tutti. (= semua orang).”

Demikianlah kutipan cerita dari film Eat,Pray,Love yang disutradarai oleh Ryan Murphy. Bintang utamanya adalah Julia Roberts, lokasi syutingnya di Bali saat tokoh Elizabeth menemukan cintanya. Film ini, diadaptasi dari novel karya Elizabeth Gilbert. Makna dari judulnya adalah Liz ingin makan makanan kesukaannya di Italia, kemudian beribadah di India, dan menemukan cintanya di Bali.

Lantas, kalau Elizabeth ingin 3 hal yakni eat, pray, love (makan, ibadah dan cinta), Kalau saya ingin Learn, Pray and Love. Bagaimana dengan kalian, sobat?

Keep spirit and stay strong for our life. ;)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun