Kata petahana sebenarnya sudah diperkenalkan oleh Solomo Simanungkalit pada 6 Februari 2009, meski sampai hari ini belum resmi terdaftar sebagai istilah kata dalam KUBI (Kamus Umum Bahasa Indonesia). Kata petahana mendadak jadi populer semenjak Pilkada DKI, yang menggantikan padanan kata Incumbent dalam bahasa Inggris.
Petahana berasal dari kata dasar "tahana" yg berarti kedudukan, kebesaran, kemuliaan. Imbuhan pe- merujuk pada orang. Jadi petahana dapat diartikan orang yang memiliki kedudukan/memiliki kebesaran atau memiliki kemuliaan. Dalam komunikasi politik kata petahana diartikan pemegang jabatan politik yang sedang menjabat.
Bahasa memang kompleks, karena berkaitan dengan tiga aspek, yakni menyangkut (1)bahasa, (2)pemakai bahasa, dan (3)pemakaian bahasa. Aspek bahasa merujuk pada bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing, konteks ini dalam bahasa daerah akan melahirkan dialek-dialek dari pemakai bahasa. Aspek pemakai bahasa berhubunan dengan mutu dan keterampilan berbahasa seseorang, sehingga akan berhubungan dengan tingkat pendidikan atau intektual si pemakai bahasa. Sedang aspek pemakaian bahasa merupakan sikap dari pemakai bahasa yang mengacu pada bidang kehidupan, misalnya profesi seorang “guru” ketika melakukan pembelajaran di dalam kelas menggunakan bahasa yang resmi atau formal, akan tetapi sebagai seorang “guru” dalam kegiatan kemasyarakatan bahasa yang digunakan cenderung tidak formal atau tidak resmi.
Mengingat bahasa yang bersifat dinamis, tidak menutup kemungkinan akan lahir istilah atau kosa kata baru yang dibakukan yang berakar dari bahasa daerah atau bahasa asing. Hal ini menurut ku (selaku guru Bahasa Indonesia) tak perlu diperdebatkan sepanjang kata tersebut bisa diterima secara luas oleh pemakai bahasa dan tentunya selaras dengan keputusan Menteri Pendidikan Nasional RI No. 146 tahun 2004 tentang Penyempurnaan Pedoman Umum Pembentukan Istilah.
Bahasa menunjukkan bangsa dan identitas bagi pemakainya juga. Untuk itu pemakai bahasa harus cermat memaknai setiap kata yang digunakannya, mengingat bahasa Indonesia sangatlah kompleks. Kiranya tak berlebihan bila pemerintah memberikan pemahaman dan pembelajaran yang dikemas dalam sebuah acara yang mendaur ulang acara TVRI tempo dulu "Penggunaan Bahasa Yang Baik Dan Benar" yang di pandu oleh Yus Badudu.
Kembali pada istilah petahana yang lagi tranding di perhelatan Pilkada DKI "meski ada pro-kontra" perlu kita sikapi dengan bijak alasan dari Solomo yang berupaya menggantikan istilah asing Incumbent denagan kata Petahanasebagai langkah kongkrit dalam gerakan pengindonesiaan bahasa asing sebagai wujud dari gerakan cinta bahasa sendiri. Upaya Pemanfaatan bahasa asing dalam kosa kata bahasa Indonesia bukan tidak diperbolehkan sepanjang memperkaya istilah bahasa Indonesia dan tidak ditemukan padanannya dalam bahasa Indonesia dan pastinya bisa diterima oleh pemakai bahasa di tanah air.
Mari kita tanamkan cinta bahasa Nasional sebagai perwujudan dari sumpah pemuda yang ke-tiga " Berbahasa Yang Satu Bahasa Indonesia" tidak hanya menjadi tugas guru bahasa Indonesia saja, tapi tugas kita semua.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H