“Rin, sore ini setelah jam kantor maukah kau makan bersamaku?”” Pras memecahkan kebisuan beberapa saat, dan Ririn hanya mengangguk tanpa menatapnya. Namun bagi Pras sudah sangat menentramkan hati, dan tak sabar menunggu sore, hari ini serasa jam berputar teramat lambat.
Sore di Rumah Makan Gayatri
Pras memesan beberapa menu makanan tanpa kompromi pada Ririn, dipesannya karedok, guramai asam manis, sate ayam, sambel terasi, lalaban dan just jambu. Sore yang sangat menyenangkan bagi Prasetyo sebab setelah ini mungkin tak akan terulang kembali. Ditatanya perasaan hatinya pada Ririn, itulah mengapa Pras tak pernah mengatakan perasaan hatinya pada Ririn, Pras tak ingin Ririn tahu betapa dirinya sangat mencintainya, betapa dirinya selalu membayangkan bisa hidup bersama, betapa dirinya ingin selalu berbagi kasih bersama, semua itu Pras penjarakan kuat-kuat di ujung jantungnya.Baginya cukup senang bila Ririn pun selalu mengingat dirinya, tak peduli Ririn menganggapnya sebagai teman atau ada perasaan terindah di hatinya, Pras tak perlu tahu dan tak ingin memaksanya untuk tahu.
“Pras, siapa yang akan makan, makanan sebanyak ini?” Suara Ririn sedikit protes “Kita Cuma berdua, edan Pras” Ririn merajuk. Pras pun hanya tersenyum dan santai menjawabnya “ndak habis kita bungkus” “Hayo makan, kau habisi guramai ini, aku tahu kau paling suka makan ikan guramai” Prasetyo paling bisa merubah arah pembicaraan. Ririn tak menjawab hanya matanya sedikit melotot ke arah Prasetyo. Aduh.........ayu sekali kau Rin, guman Prasetyo dalam hatinya. Tak banyak yang dibicarakan pada sore itu, yang pasti Ririn merasa senang, seolah perasaannya terbang bersama para bidadari ke khayangan, perasaan yang beda selama dua hari ini, namun Ririn tak berani memaknainya.
Tiba-tiba hujan turun dengan derasnya persis bersamaan santap sore selesai, ditunggunya beberapa saat tapi hujan tak reda juga, malah semakin deras, halilitar bersautan memecahkan hati Pras juga Ririn yang disembunyikan. Akhirnya diputuskan pulang takut terlalu malam Ririn sampai rumah, dipinjamnya payung kepada pelayan Rumah makan, Pras dan Ririn jalan berdampingan dibawah payung unggu bergaris hitam, nyaman hati diantara keduanya, tak disadari tangan Pras merengkuh pundak Ririn agar tidak terkena air hujan, denyut jantung Ririn seolah berlari cepat, tapi mulutnya terkunci, disimpannya perasaan itu rapat-rapat agar Pras tak merasakan betapa hatinya mendidih. Baju Ririn sedikit basah, dan Pras menyusun keberanian kalimat yang ingin disampakan. Ditariknya nafas panjang beberapa kali menyusun keberanian yang luar biasa, akhirnya terucap juga “Bolehkah aku mencium keningmu sedikit saja” Ririn tak menjawab, serasa halilitar menyambar hatinya, tertegun beberapa saat diberanikan matanya menatap Prasetyo, belum sempat Ririn menjawab dengan kecepatan rambat cahaya Prasetyo mencium kening Ririn, setelah itu diam membeku sampai Ririn turun di jalan senopati kebekuan menyelimuti hati dua makhluk Tuhan yang memendan rasa di hatinya.
------------------------------------------------------------
Bulan pun menanggis
Hari ini Pras tidak masuk kerja, apakah Pras sakit? Pikir Ririn menerka-nerka sendiri. Tiba-tiba masuklah kepala HRD dengan sesorang wanita separoh baya. “Kenalkan ini Bu Anita yang akan menggantikan posisi Prasetyo Nugroho, yang telah resain sejak kemarin” Suara pak Budiman menggoncangkan hati Ririn pecah berpuing, samar air mata Ririn jatuh membasahi kedua pipinya, segera diusapnya agar tak terlihat oleh yang lain. Pandangan matanya sedikit kabur namun hatinya berusaha dikuatkan. “Kemarin kau mengajakku makan, mengapa kau tak bercerita padaku Pras?”. Diam-diam diambilnya ponsel dari saku bajunya dan Ririn mencoba menghubungi Prasetyo namun nomer yang dituju sudah tak aktif. “Mengapa kau pergi saat hatiku mulai merindukanmu Pras, mengapa kau melukaiku, tak tahukah kamu kalau aku damai di dekatmu?” Ririn mencoba agar air mata tertahan dikelopaknya tidak terjatuh di pipinya. Hari ini hati Ririn sangat berkabung dan tak tahu mengapa begitu sangat kehilangan...........
Malam bulan datang dengan sempurnanya, langit begitu cerah,. Ditatapnya wajah bulan lewat jendela kamarnya, dipandangnya bulan yang sinarnya menyentuh wajah Ririn diam......matanya terus menatap permukaan bulan yang terlihat halus, terlihat sempurna dimatanya. Dicurahkan semua perasaan hatinya yang terluka, gumannya; “Aku adalah kau bulan yang kini terluka tertusuk ilalang”. Malam semakin larut, lolong anjing malam membuat Ririn memutuskan menutup jendela kamarnya rapat-rapat, serapat ia menutup hatinya yang retak dan mencoba melipat serpihan-serpihan tentang Prasetyo. Ririn merebahkan tubuhnya dan memejamkan matanya, terlintas Prasetyo melambai memanggil dirinya, jauh di awan tak terjangkau oleh jari mungilnya............................
Lembang 2017.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H