Mohon tunggu...
Nindya Rahma
Nindya Rahma Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Unversitas Airlangga

Suka mempelajari hal baru

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menerima dan Diterima, di Jepang Disabilitas Bukan Penghalang

14 Oktober 2022   13:52 Diperbarui: 14 Oktober 2022   14:10 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Pada tahun 2019 dua orang difabel terpilih sebagai anggota parlemen pertama di Jepang yang menyandang disabilitas parah. Sebagian besar tubuh Yasuhiko Funago dan Eiko Kimura lumpuh dan mengandalkan pengasuh untuk kebutuhan fisik mereka. Terpilihnya mereka sebagai anggota parlemen pada Juli 2019 dianggap sebagai langkah besar untuk mewakili aspirasi para penyandang disabilitas di negara itu. Gedung parlemen Jepang bahkan telah dimodifikasi secara khusus untuk memudahkan akses mereka.

Yasuhiko Funago mengalami amyotrophic lateral sclerosis (ALS), yang juga dikenal sebagai penyakit Lou Gehrig. Dia berkomunikasi menggunakan sistem komputer atau melalu pengasuhnya. Adapun Eiko Kimura mengidap cerebral pals. Dia mengalami kelumpuhan dari lehernya hingga ke bawah kecuali tangan kanannya. Mereka mencalonkan diri untuk mengadvokasi masyarakat yang terpinggirkan, partai ini terutama berfokus pada orang-orang yang katanya diabaikan dalam masyarakat tradisional Jepang.

Salah satu player Street Fighter profesional berkebangsaan Jepang, Shunya Hatakeyama, memiliki sebuah distrofi otot yang menyebabkan dirinya bermain menggunakan dagu untuk melancarkan serangan dan set kombo yang mematikan. Sebagai seseorang penyandang disabilitas, Shunya kembali membuktikkan bahwa kondisi tersebut tidak menjadi penghalang bagi dirinya menjadi atlet esports.

Dilansir dari NewStraitsTimes, Naoya Kitamura merupakan seorang tunanetra yang juga telah berhasil menjadi pro Tekken 7 hanya dengan memanfaatkan suara yang dihasilkan melalui perangkat suara. Dia mengatakan bahwa dirinya dapat memblokir gerakan dari suara yang muncul dan segera bereaksi untuk bergerak.

Ada satu toko di Tokyo, Jepang yang mencoba untuk mengubah agar disabilitas bukan minoritas dan menjual barang-barang yang diproduksi oleh penyandang disabilitas. Di Jepang, penyandang disabilitas masih merupakan minoritas yang tidak terlihat. Namun toko yang satu ini mencoba mengubahnya. Bahkan toko tersebut dimasukkan ke dalam daftar wisata dan tercatat di peta untuk pelancong.

Dilansir dari DW, ada satu toko di Tokyo bernama Majerca, yang memamerkan karya-karya pengrajin penyandang disabilitas, dan itu sangat jarang ada di Jepang. "Mereka (penyandang disabilitas) bekerja dan produk yang mereka hasilkan memiliki nilai. Tapi mereka tidak terlihat. Seolah saya tidak pernah melihatnya sebelumnya," kata Mitsuhiro Fujimoto, pendiri Majerca. Fujimoto pun mendapat ide setelah membeli mainan kayu buatan orang dengan disabilitas intelektual, yang membuatnya bertanya-tanya mengapa para penyandang disabilitas ini tidak nampak bagi masyarakat Jepang.

Disabilitas bukan penghalang untuk melakukan apapun yang diinginkan, asalkan diri sendiri dan lingkungan dapat menerima dan membantu ketidak sempurnaan tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun