Mohon tunggu...
Nine Nindya
Nine Nindya Mohon Tunggu... Seniman - Sang Petualang Kata, Penjelajah Makna

sang pencari hikmah kehidupan yang merangkai kata dalam karya sastra, prosa, cerita, berita, maupun wacana, sekaligus seorang illustrator dan pendidik anak bangsa. mottonya: write and shine, draw and glow.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Sebentar Ya

13 Maret 2015   17:02 Diperbarui: 11 Agustus 2015   22:46 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14262402061446732324

 

Sebentar ya Sederhana sekali kan ucapan itu? Sebentar ya… Juga sepertinya mudah diucapkan, bukan? Tak butuh waktu lama ataupun banyak tenaga. Namun pada kenyatan (yang saya alami) tidaklah demikian….

Siang itu saya pergi ke sebuah toko untuk membeli sesuatu. Sesampainya di sana rupanya telah ada pembeli yang datang duluan. Saya lihat pelayan toko tersebut memang hanya ada seorang. Saya pun menunggu dengan sabar menunggu giliran. Disitu ada beberapa buah kursi plastik yang kiranya disediakan untuk pembeli yang datang. Sejak saya datang dan duduk di kursi yang telah disediakan, tak ada sapaan yang keluar dari pelayan toko.

Sewaktu saya datang, si pelayan toko hanya mendongak sejenak dan bersitatap dengan saya barang sedetik -itupun tanpa ekspresi, tanpa senyum atau apapun- kemudian kembali sibuk melayani pembeli yang datang lebih dulu tadi. Sambil duduk menunggu, saya pun membalas beberapa sms yang masuk di HP saya. Beberapa kali si pelayan toko keluar masuk ke dalam sebuah ruangan di toko untuk mengambil sesuatu.  Sambil membalas sms, saya pun sempat mengamati tingkah laku pelayan toko tersebut.

Suatu waktu, saat pelayan toko itu keluar masuk, kami kembali bersitatap dan akhirnya keluarlah juga ucapan tersebut, ucapan yang mungkin sudah lama saya tunggu… “sebentar ya mbak,” katanya sambil memberikan senyum- yang menurut saya, minimalis. Waduh… Saya pun memberi anggukan kecil tanda saya mengerti dan memang bersedia menunggu. Cukup lama juga saya menunggu. Untungnya waktu itu saya tidak sedang dalam keadaan terburu-buru.  Dan akhirnya, saat si pembeli pertama sudah selesai dilayani, si pelayan toko pun beralih kepada saya…

Hmm…  pernah mengalami hal sepert itu? Jujur, waktu itu (waktu awal kedatangan saya ke toko tersebut),  saya merasa diacuhkan. Dalam hati, saya berpikir, apa salahnya mengucapkan kata-kata, “sebentar ya, mbak…” atau “tunggu sebentar ya mbak…” atau “tunggu sebentar ya, saya sedang melayani pembeli yang datang duluan.” Walaupun hanya sebuah ucapan sederhana, tapi mengandung makna yang tak terhingga.

Kata-kata sederhana yang membuat pembeli merasa dihargai, merasa dianggap ia ada, atau meminjam istilah orang Jawa, merasa di-uwongke, merasa di-orangkan. Keberadannya diakui dan memberi makna. Saya rasa, saya sudah mencoba bersikap sebagai pembeli yang baik. Datang ke sebuah toko baik-baik, dengan pakaian pantas pula -bukan dengan penutup kepala yang berlubang di bagian mata, yang menjadi tren di kalangan para begal- dengan niat baik pula. Tentunya saya sebagai pembeli yang datang ke toko bermaksud membeli sesuatu kan, atau bisa di istilahkan juga, mengantarkan rejeki kepada si pemilik toko. Bukankah begitu?

Maka paling tidak, ketika saya datang, saya pun berharap mendapat sambutan yang baik dari pemilik atau pelayan toko. Hey, bukankah pembeli adalah raja? Sebuah jargon sakti yang harusnya hafal di luar kepala dan terukir dalam di setiap hati penjual atau pemilik toko apapun maupun manapun!

Dari kejadian yang saya alami di atas, pada akhirnya, saya memang mendapatkan ucapan itu. Walau jedanya cukup lama dari awal waktu saya datang di toko. Saya rasa, sebuah ucapan itu adalah bagian dari etika pelayanan dari penjual atau pelayan toko. Mungkin saya terkesan melebih-lebihkan. Hanya sebuah ucapan saja dan ucapan sederhana, tapi merurut saya efeknya luar biasa. Kekuatan kata-kata.

Saya masih ingat pengalaman saya – kali ini pengalaman yang tak kan membuat hati sakit untuk dikenang- sebagai seorang pembeli di sebuah toko kecil beberapa waktu lampau. Si pelayan toko melayani dengan ramah dan penuh senyum, padahal barang yang saya beli tak banyak dan juga tak seberapa harganya. Dari awal saya datang saya disambut dengan ramah, membuat saya pun betah, hingga akhirnya sebelum saya berlalu dari toko kecil tersebut, si pelayan toko mengomentari sebuah pin bergambar smile yang saya pasang di tas saya, “pin-nya bagus mbak!” Entah itu komentar spontan yang keluar begitu saja dari mulut si pelayan toko, atau semacam trik untuk membuat pengunjung toko merasa senang, tapi yang jelas pada saat itu muncul sebuah gelembung rasa bahagia di dalam hati saya dan sempat terlintas dalam hati kecil saya bahwa menyenangkan sekali apabila saya bisa kembali ke toko ini lagi saat saya membutuhkan sesuatu yang dijual disini. Saya pun mengembangkan senyum manis saya sebagai balasan dan berucap, “terima kasih,” sebelum saya benar-benar berlalu dari toko itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun