Mohon tunggu...
Nine Nindya
Nine Nindya Mohon Tunggu... Seniman - Sang Petualang Kata, Penjelajah Makna

sang pencari hikmah kehidupan yang merangkai kata dalam karya sastra, prosa, cerita, berita, maupun wacana, sekaligus seorang illustrator dan pendidik anak bangsa. mottonya: write and shine, draw and glow.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ia Kopi

14 Januari 2015   14:53 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:10 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14211963082113604607

Ia mengepul panas. Asapnya membumbung tinggi membawa aroma khas yang begitu terhirup oleh lubang hidung otomatis mengaktifkan saraf-saraf otak yang sebagian masih tertidur. Ia kental. Ia hitam pekat. Ia manis maupun pahit tergantung siapa yang memesannya. Ia tersaji bersama pisang goreng ataupun tempe goreng hangat yang baru saja diangkat dari wajan berisi minyak panas. Ia mendengar suara-suara berbicara tentang politik yang busuk. Ia mendengar keluhan tentang hidup yang makin sulit dan rumit. Ia mendengar celotehan tentang betapa bobroknya negeri ini. Ia mendengar sekilas ramalan tentang kabar cuaca hari ini. Ia juga mendengar sapaan akrab para pekerja yang bersiap melakukan aktifitas masing-masing. Lalu hening. Satu persatu pemilik suara itu pergi. Meninggalkan seorang ibu paruh baya membereskan bekas-bekas piring dan gelas yang baru saja digunakan.

Ia kopi di warung nasi milik Mpok Siti yang selalu buka pagi hari.

Ia hangat-hangat kuku. Berwarna coklat karena bercampur susu. Kepulan asapnya bersaing dengan asap rokok yang menggulung putih di udara. Ia tersaji bersama sepiring kacang rebus yang masih hangat pertanda belum begitu lama diangkat dari panci rebusan. Ia mendengar suara gelak tawa saat seseorang melontarkan gurauan-gurauan murahan tak bermutu. Ia menyaksikan raja yang kalah berkali-kali di atas papan catur. Mendengar gerutuan kesal dari pihak yang kalah tempur. Ia mendengar suara tepukan berkali-kali tanda serangan malam dari binatang penghisap darah telah dimulai. Ia menemani mereka melewatkan malam yang dingin. Melawan hawa kantuk yang menyerang perlahan seiring waktu berjalan.

Ia kopi di sebuah pos ronda di kampung Selalu Jaya.

Ia tak lagi hangat tak jua dingin. Ia tergeletak di sebelah tumpukan buku-buku. Mengamati beberapa ekor semut hitam yang merayap pelan menuju ke arahnya. Ia mendengar desahan nafas penuh frustasi saat barang yang dicari tak jua ditemukan. Ia menyaksikan sebuah mesin printer mencetak kertas berulang-ulang dengan suaranya yang berisik. Ia menemani malam penuh perjuangan seseorang yang sedang berpacu dengan dateline. Ia mendengar suara teriakan mengejutkan yang amat keras. Lalu terdengar makian dan sumpah serapah saat keadaan menjadi gelap gulita karena listrik padam.

Ia kopi dalam secangkir mug di sebuah kamar kos seorang mahasiswa ‘tua’.

Ia hangat bertabur krim dan bubuk coklat. Ia tersaji bersama sepiring brownis yang menggoda selera. Ia mendengar suara orang tertawa saling menyapa. Sekedar berbasa-basi semata. Ia mendengar istilah-istilah asing dalam sebuah obrolan berat penuh makna. Ia menemani proses panjang deal-nya sebuah perjanjian penting. Ia menyaksikan goresan tanda tangan dan cap dibubuhkan di atas beberapa buah dokumen berharga. Ia menyaksikan dua buah tangan berhias jam mewah berjabatan erat tanda pertemuan telah usai.

Ia kopi dalam cangkir keramik cantik di ruang meeting sebuah kantor.

Ia hangat membangkitkan semangat. Ia juga dingin penuh berisi berbalok-balok air beku, melelehkan hati yang kaku, mengusir rasa malu. Ia bertabur madu, busa susu, bubuk coklat dan bubuk kayu manis serta krim beragam bentuk yang indah menawan dan sedap dipandang mata. Ia pun punya beragam nama: Espresso, Macciato, Capucino, Mochacino, Caffe Latte, Long Black, Flat White, Frappucino maupun Americano. Ia tersaji bersama berbagai macam jenis camilan ringan nan lezat menggoyang lidah. Ia mendengar obrolan santai diselingi gelak tawa. Ia mendengar alunan musik merdu yang diputar perlahan menggema di setiap sudut. Ia menyaksikan berbagai macam ekspresi: senang, gembira, bahagia, ceria dan tawa; juga sedih, gelisah, dan haru. Ia juga mendengar rayuan gombal seorang pemuda pada gadis cantik yang duduk tertunduk malu-malu. Alunan musik berganti. Lalu ia mendengar tepukan meriah diiringi nyanyian riang oleh beragam jenis suara: “Happy birthday to you… happy birthday to you… happy birthday… happy birthday… happy birthday… to you…”

Ia kopi di sebuah kafe gaul tempat para anak muda asyik bercengkrama bersama maupun berdua.

Ia dingin. Kadang ia beku. Berbuih bila digoyang-goyang. Ia tersimpan dalam wadah yang tertutup rapat. Ia ada di lemari pendingin yang terpajang di depan toko. Ia juga bisa dijumpai dalam kotak es di warung-warung pinggir jalan. Ia punya beragam merk, mulai dari yang ala kadarnya sampai yang sudah cukup ternama. Ia disukai anak-anak muda yang suka bergaya dan punya banyak waktu tuk berbagi cerita. Tapi ia juga digemari para pekerja kantoran yang sibuk tuk sekadar meluangkan waktu untuk makan. Ia menemani hari-hari para pekerja bangunan di kompleks perkantoran. Ia juga menemani malam panjang para sopir kendaraan yang hidup di jalanan. Membawa beragam muatan.

Ia kopi awetan yang dikemas di dalam botol maupun kaleng minuman.

Ia ada dimana-mana. Ia punya beragam nama. Ia disuguhkan  dalam berbagai macam wadah. Ia dikemas dalam beraneka rupa bentuk. Ia bisa disajikan dalam berbagai macam acara. Ia kaya akan rasa dan aroma yang selalu membangkitkan selera. Ia digemari oleh berbagai kalangan baik tua maupun muda, orang susah maupun orang berada. Ia juga  bermanfaat dan berkhasiat karena bisa dipakai sebagai obat. Ia hadir di setiap suasana dalam segala cuaca. Ia menambah energi di pagi hari. Ia setia menemani di malam hari. Ia minuman paling terkenal di seluruh pelosok dunia.

Ia kopi.

Nine Nindya

re-type from my own blog: tintakatadancerita dengan judul yang sama.

gambar diedit dan diambil dari mesin pencari google dengan kata kunci pencarian: kopi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun