Tidak kalah pentingnya, wawancara ini juga akan mengupas harapan-harapan dari sang guru mengenai masa depan pendidikan di Indonesia. Apa yang perlu diperbaiki dalam sistem pendidikan kita? Bagaimana peran teknologi dapat lebih dioptimalkan untuk mendukung pembelajaran yang lebih efektif dan menyenangkan? Apa yang diinginkan oleh para guru agar mereka bisa terus berkembang dan memberikan kontribusi terbaik bagi generasi mendatang?
Dengan wawancara ini, diharapkan kita semua dapat lebih menghargai peran guru yang sejatinya tidak hanya mengajar, tetapi juga menginspirasi, membimbing, dan menanamkan nilai-nilai kehidupan yang akan terus dikenang oleh para siswa. Hari Guru Nasional bukan hanya sekadar perayaan, tetapi juga momen untuk bersama-sama memperjuangkan peningkatan kualitas pendidikan, kesejahteraan guru, dan masa depan yang lebih baik bagi bangsa Indonesia.
 seorang guru yang akan saya paparkan kali ini, adalah sesosok yang memiliki peran besar dalam ranah sekolah islam nurul fikri. sesosok guru itu ialah, seorang kepala sekolah putri di sekolah nurul fikri, yang bernama ustadzah ninien rochmawati.Â
 stadzah Ninien Rochmawati adalah contoh nyata dari perjalanan hidup yang penuh transformasi dan keberanian untuk mengikuti panggilan hati, meskipun tidak sesuai dengan rencana awal. Beliau memulai perjalanan hidupnya sebagai seorang lulusan SMK Komunikasi, dengan latar belakang pendidikan yang lebih mengarah pada dunia teknis dan komunikasi. Pada masa awal karirnya, beliau memilih untuk bekerja di sektor telekomunikasi, tepatnya di perusahaan penyedia layanan internet besar seperti Telkom dan XL, di mana beliau menempati posisi sebagai support desk 24 jam. Posisi ini menuntut ketelitian, kecepatan, dan dedikasi tinggi, namun seiring waktu, beliau mulai merasa ada kekosongan dan kejenuhan dalam pekerjaan tersebut.
Merasa ada kebutuhan untuk meraih sesuatu yang lebih bermakna dan memenuhi rasa ingin tahu intelektual, beliau akhirnya memutuskan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Pada saat itu, ia mencari sebuah universitas swasta yang memiliki fleksibilitas waktu, mengingat beliau sudah bekerja penuh waktu. Setelah melalui proses pencarian yang cukup panjang, beliau menemukan Universitas Indraprasta di Jakarta, yang menawarkan kelas di akhir pekan, memungkinkan beliau untuk tetap bekerja sambil mengejar cita-cita akademisnya. Ustadzah Ninien kemudian mendaftar di jurusan Bahasa Inggris, sebuah pilihan yang pada awalnya tidak pernah beliau bayangkan akan menjadi jalan hidupnya.
Perjalanan akademik beliau di universitas tersebut tidak hanya menambah wawasan dalam bidang bahasa Inggris, tetapi juga membuka pintu baru dalam hidupnya. Meskipun sebelumnya ia tidak pernah memiliki impian untuk menjadi seorang guru, bahkan cita-cita beliau semasa muda lebih condong pada bidang yang lebih teknis seperti insinyur atau dokter, setelah lulus, beliau merasa panggilan hati untuk berbagi ilmu dengan orang lain. Keinginan untuk menjadi seorang guru muncul secara mendalam, sebuah pilihan yang seolah-olah datang dengan sendirinya, meskipun tidak ada rencana untuk itu di awal karirnya.
Setelah lulus sebagai sarjana, beliau memutuskan untuk menekuni profesi sebagai guru Bahasa Inggris di sebuah sekolah. Peran ini awalnya terasa sangat berbeda bagi beliau, namun beliau menjalani profesinya dengan sepenuh hati, memberikan ilmu kepada generasi muda. Beliau kemudian mengabdikan diri di Sekolah Islam Nurul Fikri, sebuah lembaga pendidikan yang telah menjadi bagian besar dalam perjalanan hidup beliau. Ustadzah Ninien tidak hanya berperan sebagai seorang guru, tetapi juga sebagai kepala sekolah putri yang memimpin dengan penuh dedikasi dan visi, memastikan kualitas pendidikan yang diberikan kepada siswa-siswi di sekolah tersebut.
Perjalanan hidup Ustadzah Ninien adalah sebuah contoh yang mengajarkan kita tentang keteguhan untuk mengejar impian, meskipun kadang jalan yang diambil tidak selalu linear. Beliau menunjukkan bahwa setiap perubahan, meskipun terasa besar dan penuh tantangan, dapat membawa seseorang menuju tujuan yang lebih besar, yang seringkali lebih bermakna dari apa yang semula kita bayangkan. Keputusan beliau untuk mengikuti panggilan hati menjadi seorang guru memberikan dampak yang luar biasa tidak hanya pada dirinya sendiri, tetapi juga pada banyak orang yang terinspirasi oleh perjalanan hidup dan dedikasinya.
Selama mengabdi di ranah pendidikan di Sekolah Islam Nurul Fikri, Ustadzah Ninien Rochmawati tidak hanya berfokus pada perkembangan akademis siswa-siswinya, tetapi juga secara aktif memperhatikan dinamika perubahan yang terjadi di dunia pendidikan, terutama perkembangan teknologi yang begitu pesat. Ketika pandemi COVID-19 melanda dan mengubah hampir seluruh aspek kehidupan, dunia pendidikan juga tak luput dari dampaknya. Di tengah masa yang penuh ketidakpastian ini, para guru dihadapkan pada tantangan besar, di mana mereka dipaksa untuk meninggalkan kebiasaan mengajar tradisional menggunakan papan tulis dan kapur tulis, untuk beralih ke teknologi digital yang sepenuhnya baru bagi banyak dari mereka.
Pada saat itulah, Ustadzah Ninien melihat perlunya perubahan dan adaptasi. Beliau memahami bahwa dunia pendidikan harus tetap berjalan meskipun kondisi dunia sedang tidak normal. Para guru, termasuk dirinya, harus menghadap layar monitor, beradaptasi dengan berbagai platform digital, dan mempelajari aplikasi serta tools yang sebelumnya tidak pernah mereka gunakan. Bagi Ustadzah Ninien, ini bukan hanya soal bagaimana mengoperasikan teknologi, tetapi lebih dalam lagi, yaitu bagaimana memanfaatkannya sebagai alat untuk terus mendampingi dan mendidik siswa-siswi dengan cara yang efektif di era digital ini. Beliau menekankan pentingnya pembelajaran berbasis teknologi, tetapi tidak pernah melupakan nilai-nilai inti yang membentuk dasar pendidikan.
Dalam pandangannya, materi dan kurikulum adalah alat bantu yang penting, namun tidak bisa menjadi satu-satunya fokus dalam pendidikan. Seperti yang beliau katakan dengan penuh bijak, "Materi dan kurikulum hanyalah sebagai alat untuk membantu. Pemahaman para murid itu tergantung oleh sang guru." Pernyataan ini menggambarkan bahwa seorang guru bukan hanya bertugas untuk menyampaikan pengetahuan, tetapi juga untuk membentuk karakter, memberi inspirasi, dan membimbing siswa dengan cara yang tidak bisa dicapai oleh materi pembelajaran semata.