Mohon tunggu...
Nindy Kumala
Nindy Kumala Mohon Tunggu... -

Membaca dan sangat mencintai untaian kata lewat tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Gurat Senyum di Wajah Ibu..

7 Maret 2011   03:09 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:00 261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

...... Ibu ........ Mengapa senyum itu terus saja tersimpul di kedua ujung bibirmu, Sekalipun engkau menitikkan air mata..? ...... Ibu ........ Sungguh aku amat terheran dengan ketulusanmu yang mengalahkan segala ketulusan dimuka bumi ini.. dan sampai kapanpun, tak akan pernah ada yang mampu menandingi makna cinta yang sesungguhnya selain Cintamu.... ...... Ibu ........ Jika aku harus memilih,, membiarkan hati ini perih karena suatu laranganmu yang terselip Ridho Tuhan atau aku bahagia dengan pilihan hidupku tentang sesuatunya namun engkau sangat murka dibalik senyummu, maka aku akan rela merasakan perihnya hati ini, karena segala pernyataanmu yang selalu saja Mukjizat bagiku.. Bahkan berjuta kata maupun puisi, tak akan mampu menguraikan segala keindahan, kemuliaan dan Cinta seorang ibu kepada kita. Ibu, makhluk Tuhan pertama yang baris di jajaran paling depan menghadang maut ketika akan melahirkan kita ke dunia ini. Dirinya dengan bangganya berlaku bak Perisai bagi pertempuran dengan ajal untuk mempertaruhkan nyawanya demi Amanah Tuhan tentang kita. Apa yang terpikir ketika kita ingat wajah Ibu? Mungkin hanya setitik air mata yang mampu kita ungkapkan.. Percayalah, jika sekalipun kita adalah seorang preman, pelacur, perampok (kecil) atau (besar), pembunuh, penjudi. Apa yang mampu kita dongakkan di atas kecongkakkan kita jika 1 kata terucap, Ibu? Jika nurani kita masih bersifat manusia berakal, tentulah kita hanya mampu menitikkan air mata yang hangat dan terasa asin dilidah. Tapi jika tidak, bersedihlah kawan... Karena naluri kalian telah berubah menjadi naluri hewani, sungguh keji dan sangat tidak terhormat. Kawan, banyak sekali perseteruan yang terjadi antar anak dan Ibu akhir-akhir ini. Yang terlihat jelas yakni dikalangan selebriti, karena privasi mereka adalah konsumsi publik di republik Indonesia tercinta yang memprihatinkan ini. Dan berjuta lainnya dimuka bumi. Namun, jika hal itu menimpa mereka, apakah mereka bahagia dalam hati kecilnya? sekali pun di antara mereka membenci??? Di antara mereka masih tersisa satu asa kawan... CINTA... Karena akal dimana anugerah terindah dari Tuhan itu sudah tak lagi mereka hiraukan, disitulah syetan akan menampilkan aksi lihainya untuk memuntahkan segala bentuk nafsu dalam diri ini. Maka wajah cantik ibu, akan dibuatnya seolah tak berguna bagi kita.. Sungguh sangat menyayat hati kita beranggapan bahwa ibu kita adalah bukan Ibu yang baik (Jika kita berada dalam 1 kondisi, yang sangat mungkin membuat kita beranggapan bahwa ibu kita bukanlah ibu yang baik). Memiliki seorang Ibu pelacur? apakah sepatutnya kita menghakiminya? Memiliki seorang Ibu preman pasar? Apakah pantas kita memperlakukannya seperti sampah? Memiliki seorang Ibu temperamental tinggi? Haruskah kita mengabaikannya? atau justru mendebatnya dengan segala perspektif dan prinsip kita pribadi yang selalu saja kita anggap benar dengan keras hati? Tidak Kawan! Itulah beberapa ironi yang ada dimuka bumi tentang hubungan Ibu dan anak. Tapi bagaimana kita harus menanggapinya? Kawan, mencoba meluruskan sebuah besi bengkok tidak seperti meluruskan sebuah lilin yang bengkok. Butuh kecanggihan alat dan waktu yang mengasah kesabaran kita, untuk senantiasa memulihkan besi menjadi keadaan yang kembali baik dan lurus. Yang jarang sekali terpikirkan oleh kita, adalah mencari kecanggihan alat tersebut dalam diri dan qolbu ini.. Mengasah kesabaran hati, yang selalu saja tergilas emosi diri. Tak pernah terpikirkan oleh kita, untuk berdua berbicara padanya disela-sela lamunannya diantara gurat yang tercipta dari permasalahan semasa beliau hidup. Mencoba mendengarkan jerit hatinya, terhadap cobaan yang ia dera dan berusaha membujuknya menuju jalan Tuhan, laksana membujuk adik kecil yang menjerit sedih karena keputus asaannya yang berkali-kali mencoba menulis indah, menyemangatinya, membantunya dan menyayanginya setulus hati hingga ia mampu melakukannya tanpa kita. Kawan,, semakin lanjut usia ibu kita.. maka akan semakin dibutuhkannya sosok kita mendampinginya. Air matanya, kelu hatinya, senyumnya selalu saja ada kita didalamnya. Sudahkah kita memberikan yang terbaik baginya? Sungguh tiada sebanding apapun, berapapun pembalas budian kita terhadapnya. Kemampuan dan ke tidak mampuan kita terhadap suatu hal di sepanjang usia kita adalah bergantung pada perlakuan kita terhadapnya sehingga mencurahkan ridho yang terpancar darinya untuk kelancaran hari-hari kita.. Kawan, sebaik, selemah, seburuk dan sebengkok apapun Ibu dimata kita tak akan pernah ada yang lebih Indah dari apapun dalam dunia ini selain Beliau.... Buatlah senyum digurat wajahnya... Dengan derai air mata, ku persembahkan untuk Ibundaku yang terbaik dan selalu terindah.. Seandainya terhitung dosa-dosaku terhadapmu, alangkah hancurnya hati ini.. Maafkan aku Ibu........ - NIK

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun