Mohon tunggu...
Nindy Kumala
Nindy Kumala Mohon Tunggu... -

Membaca dan sangat mencintai untaian kata lewat tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

4 Alibi Pria Lajang Menunda Pernikahan?

28 Januari 2011   07:51 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:06 1174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
12962017621433999300

Apa saja penyebab para pria lajang menunda kenikmatan pernikahan? Banyak sekali diantara mereka berdalih tentang ketidak siapannya dalam beberapa hal. Sehingga hal tersebut seringkali meresahkan pasangannya (wanita). Ingin tahu apa saja alibi yang akan mereka jadikan senjata ampuh, demi menunda kehidupan yang sebenarnya jauh lebih tenteram dan hakiki yaitu sebuah "Pernikahan". Berikut ada beberapa alibi tersebut: 1. Belum ada kebutuhan atau Niat. Alasan ini digunakan para pria yang belum memiliki tujuan yang jelas dalam hidup, dan belum dapat memaknai apa itu arti sebenarnya menikah. Pada umumnya pria seperti ini belum mengutamakan pernikahan sebagai prioritas utama dalam memperbaiki jati dirinya selama melajang. Hidupnya masih diselingi dengan kehura-huraan dan having fun. Berkumpul, kongkoow dengan brotherhood. Berinteraksi dengan sang pasangan non resmi dan melakukan "aktifitas biologis" dengan pasangan yang berganti-ganti maupun yang telah dinobatkan dengan tambatan hati satu-satunya. Hal tersebut adalah sangat wajar dimata mereka. Bahkan ketakutan akan penyakit mematikan semacam HIV/AIDS tak lagi menjadi aspek paranoia mereka. Mungkin ada juga salah satunya yang masih asyik dengan karirnya, sehingga mereka tak menganggap akan pentingnya sebuah hajat pernikahan. Disinilah juga akan ditemukan beberapa kriteria unik dari para pria dibalik keseriusan mengejar karirnya, dan mengesampingkan sebuah pernikahan. Mungkin saja mereka berdalih ingin membahagiakan kedua orang tuanya, dalih ini sebetulnya tak lebih dari sekadar alasan dari ketidak siapan dirinya mengarungi bahtera hidup baru bersama orang lain. Padahal akan selalu ada kesempatan membahagiakan orang tua hingga sebelum hembusan nafas terakhir orang tua kita. Adapun yang berdalih tak ingin berbagi penghasilan yang telah dicapainya dengan susah payah kepada siapapun, disinilah akan ditemukan pria yang perhitungan terhadap segala pengorbanan untuk mendapatkan makna kehidupan yang lebih realitas. Dan berbagai kriteria lainnya dengan segala macam bentuk dalihnya. 2. Belum Siap Materi Alibi ini, sekilas memang cukup realistis, pernikahan memang sekali seumur hidup. Namun keterbatasan biaya pernikahan seharusnya bukan dijadikan sebuah alibi kuat untuk menunda pernikahan menjadi terlampau lama, karena tidak bisa show off kepada khalayak dengan berlebihan. Padahal pun, jika di telaah lebih logis lagi, jika kita menyegerakan menikah dengan mungkin Pernikahan yang sederhana saja namun sarat makna, justru materi  si pria lajang tak mungkin akan mengempis karena kehadiran orang lain (pasangan) dalam hidup baru kita. Penghasilan menjadi dua kali lipat, adanya aturan perekonomian yang jelas, dan segala macam keuntungan lainnya yang mungkin belum disadari. Jika tidak adanya tekad untuk menyegerakan sebuah hajat pernikahan, maka sampai kapanpun tak akan pernah dirasa telah cukup terkumpul modal atau biaya untuk menikah. Mengingat kebutuhan materialistik untuk menikah di era ini sudah rekat dengan penjamuran dunia bisnis yang tak dapat dielakkan. Seperti, banyaknya usaha-usaha catering yang sudah melebarkan sayap ke penyediaan jasa lainnya, seperti penyediaan dekorasi maupun bridal, kemudian tak jarang kita temukan Wedding Organizer saat ini. Jasa ini bisa dibilang berawal dari keahlian seseorang merunut sebuah acara, hingga muncul lah profesi bahkan bisnis yang tak kalah merambah di segala penjuru. Maka mengingat hal itu, tidak akan mungkin biaya yang mereka (Para penyandang Jasa hajat Pernikahan) tawarkan bergerak statis atau tak berubah. Seiring waktu berjalan fenomena tersebut pasti akan melekat pada dinamisme perekonomian dunia, artinya pasti akan selalu berubah. Nah, sampai sini.. Apakah masih mau menunda-nunda pernikahan lebih lama lagi? Sehingga jika tiba waktunya terpepet karena usia yang terlalu terlambat untuk kategori menikah misalnya, akan membuat kondisi semakin lebih kacau. 3. Belum siap Mental Tak mesti keinginan menikahnya sudah kuat, lantas seorang pria terlihat telah siap secara mentalnya. Tidak semua terlihat seperti itu. Kenyataan dilapangan terkadang menuai fakta yang berbeda. Katakanlah seorang pria lajang berusia 28-30 tahun, secara usia memang terlihat sudah matang untuk menikah. Namun banyak sekali kondisi batin dari mereka yang ternyata tidak se-capable terhadap mentalisme kesiapan menikah. Yang ada dibenaknya, menikah adalah tuntutan kehidupan yang dapat memberikan nilai plus terhadap kejantanan seorang pria. Tapi tak jarang dari mereka mengerti mengenai perjuangan maupun pengorbanan terhadap sang calon pendamping hidup dengan segala kondisi yang menitik beratkan pada sebuah ujian cinta untuk menuju keabadian hidup yang disebut Pernikahan. Memang kematangan batin dan kepribadian seseorang relatif, itulah mengapa tingkat pola kedewasaan seorang pria tak dapat di diktekan. Sebaliknya, ketika jiwa ini merasa gundah gulana tatkala usia masih relatif muda atau mungkin secara kasat mata belum nampak matang. Kriteria tersebut tak jua menyatakan bahwa pria tersebut belum matang. Dengan kondisi jiwa yang telah gundah dan hasrat untuk memiliki pendamping hidup hingga ia rela berkorban melakukan apapun demi mendapatkan sang belahan jiwa, maka kondisi kematangan batin dan mentalisme pernikahan dan segala konsekuensinya mungkin telah ia dapatkan. So anda termasuk yang mana bung...? 4. Belum ada Calon Inilah alibi yang paling bias sepertinya. Karena manusia memang Tuhan ciptakan berlawanan jenis sehingga keduanya saling menanam sifat ketertarikan. Kecuali yang tidak normal seperti Gay atau Lesbian. Kita tak perlu membahas yang abnormal. Jodoh ditangan Tuhan, namun apakah Tuhan akan memberinya dengan mudahnya tanpa kita meminta dan berusaha untuk mencari dimana Tuhan telah menyembunyikannya? Tidak. Ketika seorang pria tak ada hentinya berganti-ganti pasangan dengan alasan bahwa belum ada yang click dengan hatinya, maka kita dapat menyebut pria tersebut mengidamkan sosok sempurna yang tidak mungkin ada dimuka bumi. Ketika seorang lajang terlihat enggan menjalin hubungan serius dengan seseorang, maka tak heran Tuhan pun enggan memberitahu dimana DIA menyembunyikan jodohnya tersebut? Hendaknya kita sadari, bahwa menjalin hubungan tanpa ada kepastian dan tujuan yang jelas, justru akan membawa kita semakin jauh berkelana tanpa arah tujuan. Idealnya, bertemu pujaan hati, lalu langsung menikah kemudian disitulah kita akan temukan pembelajaran-pembelajaran yang selalu akan terasa nikmat bila kita mensyukurinya. Daripada kita harus mengorbankan waktu kita yang sangat berharga untuk saling belajar tanpa komitmen yang jelas, maka untuk seterusnya kita akan selalu berusaha mencari yang lebih baik dan lebih baik lagi, atau mungkin malah malas mencari...? Pikirkanlah pria lajang, menikahlah segera untuk mencerdaskan diri atau.... Mencerdaskan diri dahulu kemudian tak pasti kapan menikah ???

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun