Rasanya baru seperti kemarin kita kenal. Baru kemarin kita tertawa dan bercanda bersama. Sampai di suatu malam kita sama-sama duduk dan bicara. Katamu saat itu, kamu sudah tak ada rasa lagi. Setelah lima tahun kita bersama, semudah itu perasaanmu luntur begitu saja. Rasanya udara mendingin seketika masuk kedalam rongga dadaku dan membekukan apapun yang ada di dalamnya. Tubuhku gemetar tak tau apa yang harus aku katakan. Jadi, selama lima tahun ini apa yang kita dapatkan? Rencana-rencana yang kita bangun runtuh dan kau sapu sendiri. Dan aku, mengais sisa-sisa yang masih bisa ku kumpulkan.Â
Ryan, rasanya masih terasa sakit aku menuliskan nama itu. Laki-laki yang aku percaya, yang aku ikuti segala arus yang ia mau. Ternyata sekarang mencampakkanku demi wanita lain. Sakit rasanya, setelah kemarin kamu mencoba meruntuhkan kepercayaanku. Aku mencoba kembali mempercayaimu. Bahkan aku sendiri membantumu melupakan wanita yang menjadi penganggu di hubungan kita. Aku mencoba membantu menyembuhkan lukamu. Dan saat itu juga, lukaku masih menganga. Setelah semua reda, kamu mencoba kembali. Dan akhirnya sekarang kamu mencoba lagi dengan wanita lain. Semudah itu kamu bermain-main, merakit semuanya menjadi bumerang untukmu sendiri. Aku tak akan pernah menyalahkanmu, mungkin ini semua kesalahanku. Masih mempercayaimu setelah kamu merusak dinding kepercayaan yang aku bangun pelan-pelan. Ryan, makasi untuk lima tahun ini. Doa terbaik untukmu. Cepat pulang, kamu salah rumah ! 😊
Maaf baru belajar menulis. Maaf jika masih membingungkan / terlalu lebay. Sedikit curhat biar lega 😀
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H