Mohon tunggu...
Nindia
Nindia Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

I'm an employee who trying to be great person

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Pembangunan Inklusif dalam Pencapaian Stabilitas Keuangan

31 Oktober 2014   15:14 Diperbarui: 17 Juni 2015   19:04 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketidakstabilan sistem keuangan dapat dipicu oleh berbagai macam penyebab dan gejolak. Hal ini umumnya merupakan kombinasi antara kegagalan pasar, baik karena faktor struktural maupun perilaku. Pasar harus kita bentuk sedemikian rupa untuk memberikan kemanfaatan sebesar-besarnya bagi rakyat. Kita tidak boleh melepaskan pasar sebebas-bebasnya untuk berperilaku semaunya. Harus bisa membentuk serta mengarahkan perilaku market melalui institusi-institusi yang kita bangun. Melalui sistem dan regulasi. Melalui mekanisme insentif dan penalti. Tuhan saja cukup menggunakan dua alat itu untuk membentuk manusia-manusia mulia dengan insentif pahala dan dengan penalti dosa, maupun insentif lain yang lebih tinggi tingkatannya. Intinya adalah bahwa kita harus membangun institusi/kelembagaan yang bisa menjaga pasar agar tidak mudah dipermainkan oleh para pemodal asing, yang hanya mengejar keuntungan jangka pendek dan tidak memperdulikan dampaknya bagi rakyat banyak. Sebagian dari mereka hanya menggoyang pasar lalu lari. Dan ketika jatuh harganya, dia datang untuk membeli lagi. Nanti digoyang lagi, dia lari lagi, dan jatuh harganya lagi, kemudian dia beli lagi waktu harganya sudah murah. Tapi kalau kita ikut masuk, sebagai bumper, “you jual, saya beli,” sehingga harganya tidak sempat jatu. Dengan demikian, mereka tidak bisa balik lagi. Mereka akan berpikir, lo ini untungnya apa beli sekarang?

Jadi, ini area dari fungsi stabilitas sistem keuangan. Pasar pasti tidak senang melihat BI menjadi aktif menginvestasi. Namun, kata Darmin Nasution dalam bukunya “Bank Sentral Itu Harus Membumi” mengatakan “Bank Indonesia memang harus aktif menginvestasi dalam mengawal stabilitas sistem keuangan melalui kebijakan makroprudensialnya. Melalui strategi membangun institusi/kelembagaan yang akan membentuk perilaku ekonomi yang baik. Itulah institusional economics.” Bukan hanya itu, UMKM juga harus dikembangkan karena perekonomian tumbuh bukan hanya mengandalkan dari investor atau orang-orang yang mempunyai dana besar saja. Namun juga rakyat biasa, rakyat kecil harus dikelola dan dikembangkan dengan baik. Dengan cara memberikan pemodalan kredit dari bank-bank atau lembaga keuangan lainnya. Lagipula menyalurkan kredit ke UMKM jelas melahirkan keuntungan yang jauh lebih tinggi. Bank Indonesia yang harus mendorong bank-bank itu untuk menggunakan potensi mereka sepenuhnya. Membuka ruang bagi rakyat untuk mendapatkan pembiayaan murah. Bahwa sebetulnya orang-orang Indonesia itu tidak malas. Mereka rajin dan kerjanya lebih keras dari kebanyakan kita ini. Hanya saja mereka bingung dan buntu kalau sudah samai pada urusan memperluas usaha, mereka hanya memikirkan hasil dari kerja mereka mendapatkan uang sedikit atau banyaknya yang penting dapat uang. Nah, Bank Indonesia mempunyai kewajiban untuk membuka akses keuangan bagi mereka. Dan bisa memfasilitasi hal tersebut melalui kebijakan-kebijakannya untuk mengarahkan dan membentuk perilaku perbankan menjadi lebih bersahabat kepada rakyat kecil.

Semua warga negara Indondesia berhak akan hak hidup mereka, berhak akan hak-hak yang menjadi haknya. Semua orang, tidak ada yang diprioritaskan apakah itu orang kaya, miskin, beda agama, suku, dan budaya. Karena Indonesia merupakan negara plural. Yang menjadi pertanyaan saya adalah warga negara Indonesia itu kebanyakan orang kaya atau miskin sih? Menurut saya, di Indonesia itu orang kaya semakin kaya dan orang miskin tidak mau berkembang menjadi kaya atau sudah berusaha, tapi tetap miskin.Solusinya adalah harus diadakannya sosialisasi atau penyuluhan yang menarik perhatian seminggu sekali di desa-desa atau dikampung-kampung. Penyuluhan apa? Penyuluhan tentang bagaimana menjalankan yang namanya usaha, karena rakyat kecil hanya paham dengan bekerja pada orang lain, mendapatkan upah setelah itu sudah, mereka puas. Di penyuluhan tersebut kita menjelaskan atau merubah pemikiran yang seperti itu, pemikiran yang membuat masyarakat tidak maju-maju hanya tetap dikeadaan dan kondisi seperti itu saja. Kita disini akan menjelaskan bagaimana usaha, dari memulainya sampai rintangan dan hambatan yang akan dihadapi, tidak merasa puas dengan hasil itu kuncinya. Karena, di negara-negara lain, katakanlah Jerman atau Italia, usaha mikro ini justru menjadi tulang punggung perekonomian mereka. Lihatlah usaha kecil dan mikro RRC, tanpa kita semua sadari, mereka telah merambah secara luas dan dalam ke negara-negara Afrika. Usaha mikro (dan juga usaha kecil) di sana bisa maju karena memang diurus secara benar. Barang-barang hasil produksi mereka bisa diekspor ke negara lain dengan begitu mudahnya dan dengan pasar yang luas, karena ada dukungan dan fasilitas yang tepat dan cerdas. Namun, ini memang dikarenakan barang yang dihasilkannya juga berkualitas. Ada standar tertentu yang mereka tetapkan, selain juga dukungan pembiayaan dari sektor keuangan serta upaya pembinaan dan pengembangan dari pemerintah disana. Coba saja kita lihat kualitas barang mebel atau lampu hias dari Italia. Luar biasa. Masalah yang sedang dihadapi oleh pelaku UMKM adalah modal, mereka bingung mendapatkan modal itu darimana. Lembaga keuangan lain (renternir), mereka takut dengan bunga yang setinggi gunung. Bank, ya memang lebih rendah dari renternir, namun bagi saya bank juga masih menggunakan bunga yang masih tinggi, cobalah pemerintah sadar akan kredit untuk permodalan usaha, ini usaha bukan untuk bermewah-mewahan beli rumah atau mobil.

Masalah UMKM bukan hanya kredit, pengusaha-pengusaha besar bisa dengan mudah memperoleh pembiayaan untuk mengembangkan usaha dengan bunga rendah. Namun akses pembiayaan ini sulitnya minta ampun untuk mereka yang ada dilapisan bawah, terutama untuk pengusaha kecil dan mikro. Kalaupun ada, juga dengan bunga yang sangat tinggi. Bisa sampai tiga kali lipat dari bunga yang diberikan ke pengusaha besar. Padahal, kalau kita ikuti data dari Kementrian Koperasi dan UKM, jumlah UMKM itu di akhir tahun 2011 saja ada 55,2 juta unit usaha. Mereka ini menaungi 101,7 juta tenaga kerja. Kalau kita mau jujur, pembangunan yang inklusif harus bisa menjangkau mereka semua. Pembangunan juga harus bisa meningkatkan kesejahteraan mereka. Harus adil dan merata.

Bank harus bermanfaat bagi masyarakat. Fungsi bank sesuai UU Perbankan adalah menghimpun dana masyarakat dan menyalurkannya ke sektor-sektor produktif dalam rangka membantu tercapainya sasaran-sasaran pembangunan. Dengan peraturan sistem keuangan dan berbagai sektor yang menjadi komponen sistem keuangan ini terjadi hampir semua negara. Peraturan dikategorikan dalam 4 bentuk yaitu :

1.Peraturan yang mendorong diungkapkannya informasi-informasi yang relevan,

2.Peraturan yang mengatur tingkat kegiatan keuangan melalui pengendalian jumlah uang beredar serta pengendalian perdagangan di pasar-pasar keuangan,

3.Peraturan yang membatasi kegiatan lembaga-lembaga keuangan dan pengelolaanmereka atas aset dan kewajiba, dan

4.Peraturan yang membatasi kebebasan investor-investoor dan perusahaan-perusahaan sekuritas luar negeri di pasar domestik.

Dampak Pakto 88 segera terasa. Jumlah bank umum yang semula 111 bank di tahun 1988 melonjak menjadi 208 bank hanya dalam waktu empat tahun saja. Jumlah ini masih terus bertambah hingga menjadi 239 bank umum di tahun 1996, walaupun pemerintah menaikan modal minimum pendirian bank menjadi Rp 50 miliar dengan PP No. 70 Tahun 1972. Kemudahan yang mengizinkan para pengusaha memiliki bank menjadikan permasalahan semakin kompleks. Akal-akalan mereka untuk menyalurkan sebagian besar kredit ke grup usahanya menjadi salah satu bukti nyata dampak negatif kemudahan kepemilikan bank yang diusung Pakto 88.Disini terlihat bahwa mulai dari bank kecil sampai bank besar bersaing dilapangan yang sama. Dengan adanya perbankan yang demikian heterogen sebenarnya saya was-was. Dalam diskusi dengan pimpinan BI di sektor perbakan dan juga Departemen Hukum, terungkap bahwa masalahnya ada pada UU Perbankan yang hanya mengenal satu jenis izin usaha bank.

Bank Sentral harus bangun dari keasyikan bermain dalam kemewah-mewahan, dan mengutak ngatik segala persoalan teknis dipasar keuangan. Cobalah lihat, rakyat kecil disana. Mereka membutuhkan pekerjaan, uang, makan dan lain-lain. Apakah tidak iba melihatnya? Menjadi manusia yang sempurna memang susah, namun berusahalah menjadi sempurna sehingga kita akan menjadi orang yang mendekati sempurna. Sistem Stabilitas Keuangan yang seperti apapun asalkan baik untuk Indonesia, jika didukung dengan sumber daya manusia yang mengoperasionalkannya didasari dengan keimanan (jujur, tabligh, amanah, fathonah) maka akan tercapai sebuah kestabilan harga-harga.

Referensi :

www.bi.go.id

Nasution, Darmin. 2013. Bank Sentral Itu Harus Membumi. Jakarta : Galang Pustaka

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun