Mohon tunggu...
Nindhi Acelia
Nindhi Acelia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Universitas Jember

Mahasiswa semester 7 di Universitas Jember, dengan minat besar pada bidang sosial, ekonomi dan kebijakan moneter, dan politik.

Selanjutnya

Tutup

Financial

Menavigasi Ketidakpastian Ekonomi Melalui Kebijakan Makroprudensial untuk Stabilitas dan Pembangunan Berkelanjutan

18 November 2024   14:19 Diperbarui: 18 November 2024   14:29 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di tengah ketidakpastian ekonomi global dan domestik, Bank Indonesia (BI) telah merumuskan kebijakan makroprudensial yang adaptif untuk menjaga stabilitas sistem keuangan Indonesia. Kebijakan ini terlihat dari pengenalan instrumen baru seperti Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) dan Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) pada 2018. RIM yang menggantikan ketentuan Loan to Value (LTV) dan Financing to Deposit Ratio (FDR) yang sebelumnya ada, memberi fleksibilitas lebih kepada bank dalam mendukung sektor riil, yang sangat penting untuk pertumbuhan ekonomi Indonesia. Sedangkan PLM, dengan pengaturan cadangan likuiditas dalam bentuk surat berharga, memastikan bahwa bank tetap memiliki ruang untuk memenuhi kebutuhan likuiditas meskipun di tengah ketidakpastian pasar.

Keputusan Bank Indonesia untuk memperkenalkan kebijakan-kebijakan ini juga menunjukkan pendekatan yang bijaksana dalam menjaga keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan stabilitas keuangan. Kebijakan-kebijakan ini menjadi sangat relevan ketika mempertimbangkan gejolak global yang dihadapi Indonesia, seperti perang dagang dan dampak pandemi COVID-19. Meski banyak tantangan yang muncul, kebijakan ini memberi ruang bagi perbankan untuk terus berperan dalam mendukung pemulihan ekonomi tanpa mengorbankan stabilitas sistem keuangan nasional. Hal ini diperkuat dengan sinergi antara BI dan OJK, yang terwujud melalui kebijakan-kebijakan makroprudensial dan mikroprudensial yang saling mendukung, seperti pengaturan Pinjaman Likuiditas Jangka Pendek (PLJP) dan pembiayaan sektor produktif lainnya.

Dengan kebijakan seperti ini, BI telah berhasil menjaga sistem keuangan Indonesia tetap stabil meskipun menghadapi tekanan eksternal dan domestik yang besar. Kolaborasi yang erat antara Bank Indonesia dan OJK memberikan ruang bagi sektor perbankan untuk tetap berjalan dengan efisien, tanpa menambah beban risiko yang tidak terkendali. Pengenalan instrumen seperti PLJP memberikan fleksibilitas lebih bagi bank untuk mengelola likuiditas, sementara pengaturan terhadap sektor-sektor berisiko tinggi, seperti properti, memastikan bahwa perbankan tetap waspada terhadap potensi krisis. Terlebih lagi, kebijakan tersebut menunjukkan bahwa BI lebih dari sekadar lembaga pengatur, melainkan juga aktor kunci dalam menjaga ketahanan sistem keuangan nasional.

Di sisi lain, kebijakan BI juga menunjukkan perhatian terhadap sektor-sektor yang berkelanjutan, termasuk sektor hijau, dengan langkah-langkah seperti kebijakan green financing. BI memberikan insentif bagi konsumen untuk beralih ke kendaraan bermotor yang ramah lingkungan dengan mengurangi uang muka, yang mendukung upaya global untuk mengurangi emisi karbon. Kebijakan ini, meskipun menjanjikan dampak positif jangka panjang, tetap menghadapi tantangan, salah satunya adalah keterbatasan pasar kendaraan ramah lingkungan di Indonesia. Oleh karena itu, kebijakan ini memerlukan dukungan dari berbagai pihak untuk berhasil, termasuk sektor perbankan, produsen kendaraan, serta masyarakat itu sendiri. Hanya dengan kolaborasi dan edukasi yang masif, kebijakan ini dapat memberi dampak signifikan dalam mengurangi polusi dan mempercepat transisi ke ekonomi yang lebih ramah lingkungan.

Pada 2023, kebijakan makroprudensial BI menunjukkan sikap proaktif dengan menetapkan Countercyclical Capital Buffer (CCB) di level 0%, yang bertujuan untuk menjaga likuiditas dan menghindari risiko sistemik. Sementara itu, pelonggaran kebijakan rasio

Kompas.com
Kompas.com
Loan to Value (LTV) yang ditujukan pada sektor properti dan otomotif turut memberikan stimulus bagi pertumbuhan konsumsi domestik. Mengingat sektor-sektor tersebut memberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian Indonesia, kebijakan ini diharapkan dapat mempercepat pemulihan ekonomi pasca-pandemi. Terlebih lagi, sektor otomotif dan properti memiliki efek pengganda yang besar terhadap industri terkait, seperti konstruksi, manufaktur, dan perdagangan, yang semuanya berperan penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Menjelang 2024, kebijakan Bank Indonesia tetap longgar, dengan fokus pada pengembangan sektor hijau dan inklusif, yang sesuai dengan tren global menuju ekonomi berkelanjutan. Proyeksi pertumbuhan kredit yang diperkirakan mencapai 10-12% menunjukkan optimisme terhadap permintaan domestik, yang dapat mendorong stabilitas ekonomi di tengah risiko eksternal. Sementara itu, komitmen BI terhadap digitalisasi ekonomi, seperti melalui pengembangan QRIS dan penerapan Standar Nasional Open API (SNAP), memberikan harapan untuk penguatan sistem pembayaran yang lebih efisien dan inklusif. Digitalisasi ekonomi menjadi krusial untuk memperluas akses keuangan, terutama bagi masyarakat yang berada di daerah-daerah terpencil yang sebelumnya belum terjangkau oleh sistem keuangan konvensional.

Namun, dibalik optimisme ini, tantangan dari ketidakpastian pasar global dan geopolitik tetap harus diwaspadai. Kerja sama antara Bank Indonesia, OJK, dan lembaga terkait lainnya sangat penting untuk menjaga stabilitas ekonomi. Sinergi ini akan membantu Indonesia menghadapi potensi gejolak, baik dari sisi pasar global maupun domestik, serta memperkuat daya tahan ekonomi Indonesia ke depan. Ketergantungan terhadap arus modal asing yang masih besar, ditambah dengan ketidakpastian dalam perekonomian global yang dipicu oleh faktor-faktor seperti inflasi dan kebijakan moneter negara besar, tetap menjadi tantangan yang harus dihadapi dengan hati-hati dan bijaksana.

Secara keseluruhan, kebijakan makroprudensial yang diterapkan oleh Bank Indonesia di tahun 2023-2024 sangat relevan dalam mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Dengan fokus pada fleksibilitas, inklusi, dan keberlanjutan, BI berhasil merancang kebijakan yang tidak hanya mempercepat pemulihan pasca-pandemi, tetapi juga menyiapkan Indonesia untuk menghadapi tantangan jangka panjang dalam ekonomi global yang semakin berorientasi pada keberlanjutan dan digitalisasi. Langkah-langkah yang diambil Bank Indonesia dalam mendukung sektor hijau, digitalisasi, serta memberikan stimulus bagi sektor riil menunjukkan bahwa BI tidak hanya berfokus pada pemulihan jangka pendek, tetapi juga berkomitmen untuk memastikan ketahanan ekonomi Indonesia di masa depan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun