Mohon tunggu...
Nindhi Acelia
Nindhi Acelia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Universitas Jember

Mahasiswa semester 7 di Universitas Jember, dengan minat besar pada bidang sosial, ekonomi dan kebijakan moneter, dan politik.

Selanjutnya

Tutup

Financial

Mengurangi Fenomena Inflasi: Strategi Adaptif Bank Indonesia di Era Globalisasi Ekonomi

18 November 2024   10:07 Diperbarui: 18 November 2024   10:31 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fenomena inflasi merupakan masalah ekonomi yang tak mengenal batas negara atau tingkat kemajuan suatu perekonomian. Di Indonesia, BI menggunakan mekanisme transmisi moneter sebagai saluran untuk menghubungkan kebijakan moneter dengan kondisi perekonomian. Dalam mekanisme ini, keputusan moneter, seperti perubahan suku bunga, diterjemahkan ke dalam dampaknya terhadap sektor riil melalui pengaruh pada harga, kredit, dan investasi.   Penerapan kerangka kebijakan moneter BI melalui aspek implementasi dan strategi kebijakan moneter mencakup penentuan instrumen, target operasional, dan pelaksanaan operasi pasar uang. Strategi kebijakan moneter, di sisi lain, berfokus pada pencapaian sasaran akhir, seperti inflasi atau nilai tukar. Pengambilan pendekatan melalui Inflation Targeting Framework (ITF), BI menetapkan proyeksi inflasi yang diharapkan, lalu mengarahkan kebijakan untuk mencapainya. ITF sangat membantu BI menjaga stabilitas harga di tengah tantangan ekonomi global dan domestik.  

Dalam ekonomi global yang semakin kompleks dan dinamis, kemampuan memprediksi serta menganalisis tren ekonomi menjadi kebutuhan mendasar bagi otoritas moneter. Bank Indonesia (BI), sebagai institusi yang bertanggung jawab atas stabilitas moneter, terus berinovasi melalui pengembangan model ekonomi struktural. Dua model andalan BI, yakni Model Ekonomi Makro Struktural Berskala Besar (MODBI) dan Short-Run Structural Model (SSM), menunjukkan komitmen BI untuk menghadapi tantangan ekonomi jangka pendek maupun panjang secara efektif.  

Model Ekonomi Makro Struktural Berskala Besar (MODBI) dirancang untuk memberikan gambaran menyeluruh tentang kondisi ekonomi Indonesia dalam jangka waktu lima tahun ke depan. Dengan lima sektor utama---permintaan dan penawaran agregat, harga, moneter, fiskal, dan eksternal---MODBI memberikan BI alat analisis yang komprehensif untuk memahami dinamika ekonomi secara holistik.  

MODBI memungkinkan BI untuk:  

  1. Mengantisipasi dampak kebijakan moneter terhadap berbagai sektor ekonomi. Misalnya, bagaimana perubahan suku bunga memengaruhi konsumsi domestik, investasi, atau neraca perdagangan.  

  2. Merespons dinamika global dengan simulasi kebijakan yang mempertimbangkan skenario internasional, seperti fluktuasi harga komoditas atau pergeseran kebijakan bank sentral global.  

Melalui MODBI, BI dapat mengambil langkah yang lebih terukur dalam merancang kebijakan moneter, sehingga mendukung pertumbuhan ekonomi sekaligus menjaga stabilitas makroekonomi.  

Selain MODBI, BI mengembangkan Short-Run Structural Model (SSM) untuk fokus pada tantangan ekonomi jangka pendek. Dengan elemen seperti kurva Phillips jangka pendek, output gap, dan Taylor Rule, SSM membantu BI memahami keterkaitan antara inflasi, permintaan domestik, dan kebijakan suku bunga. SSM memberikan keunggulan dalam hal presisi dan kecepatan respons terhadap tekanan ekonomi. Misalnya, ketika inflasi naik di luar target, SSM memungkinkan BI mengevaluasi dampak perubahan suku bunga terhadap inflasi dalam waktu singkat. Dengan analisis yang lebih granular, BI dapat menyesuaikan kebijakan moneter dengan lebih cepat dan efektif.  

Kombinasi MODBI dan SSM menunjukkan pendekatan BI yang tidak hanya reaktif, tetapi juga proaktif. SSM memberikan respons cepat terhadap dinamika ekonomi sehari-hari, sementara MODBI berfungsi sebagai panduan strategis untuk membangun kebijakan moneter yang berkelanjutan dalam jangka panjang.   Namun, tantangan tetap ada. Validitas model sangat bergantung pada kualitas data dan asumsi yang digunakan. Fluktuasi ekonomi global yang tidak terduga, seperti pandemi atau gejolak geopolitik, dapat menciptakan ketidakpastian yang sulit dimasukkan dalam model. Oleh karena itu, BI perlu terus memperbarui dan menyempurnakan modelnya, termasuk dengan mempertimbangkan pendekatan berbasis kecerdasan buatan atau machine learning untuk meningkatkan akurasi. 

Bank Indonesia (BI) terus memperkuat posisinya sebagai otoritas moneter yang adaptif dengan mengembangkan berbagai model ekonomi untuk mendukung pengambilan keputusan berbasis data. Model seperti SOFIE, SSM, dan MODBI menunjukkan komitmen BI untuk mengintegrasikan analisis makroekonomi, sektor moneter, dan sektor perbankan guna menjaga stabilitas ekonomi. Meski menghadapi tantangan, pengembangan model-model ini memberikan manfaat besar dalam mendukung kebijakan moneter yang lebih efektif.   SOFIE (Structural Macroeconomic Model for Indonesia) menjadi tonggak penting dalam analisis kebijakan moneter BI. Dengan integrasi sektor moneter, perbankan, dan sektor lain, SOFIE menyediakan kerangka analisis hingga dua tahun ke depan. Model ini memungkinkan BI memahami dampak kebijakan moneter secara lebih mendalam, termasuk transmisi suku bunga ke pasar riil. Selain itu, GEMBI (Dynamic General Equilibrium Model of Bank Indonesia), sebagai model dinamis stochastik, dirancang untuk memetakan hubungan jangka panjang antara variabel makroekonomi seperti pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan nilai tukar. Meski ambisius, skala besar GEMBI menghadirkan tantangan signifikan dalam menyelaraskan hubungan teoritis dan empiris. Kegagalan implementasi penuh GEMBI memberikan pelajaran berharga bagi pengembangan model yang lebih sederhana, tetapi tetap relevan dan aplikatif.  

BI secara tidak langsung menggunakan prinsip Taylor Rule untuk menentukan suku bunga kebijakan berdasarkan tingkat inflasi dan output gap. Pendekatan ini membantu menciptakan respons sistematis terhadap tekanan inflasi, seperti terlihat pada 2005 ketika inflasi melonjak hingga 17,11% akibat kenaikan harga BBM. BI merespons dengan menaikkan suku bunga hingga 12,75%, yang berhasil menekan inflasi meskipun memberi tekanan pada pertumbuhan ekonomi.  Namun, keterbatasan utama Taylor Rule adalah sifatnya yang reaktif. Model ini bergantung pada data historis sehingga respons kebijakan seringkali tertunda, terutama dalam menghadapi faktor eksternal seperti depresiasi nilai tukar atau volatilitas pasar global. Time lag dalam implementasi kebijakan juga berpotensi memperburuk tekanan ekonomi dalam jangka pendek.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun