Sebuah prestasi besar dicapai oleh PT PLN yaitu masuknya PT PLN ke dalam deteratan perusahaan terbesar di dunia menurut majalah Fortune.
Selain itu Nur Pamudji juga mendapatkan penghargaan Bung Hatta Anti-Corruption Award (BHACA). Nur Pamudji dinobatkan karena upayanya untuk memberantas dan mencegah korupsi di tubuh PLN. Dia dinilai memenuhi kriteria sebagai individu yang tidak korupsi dan mempunyai komitmen kuat membersihkan KKN di PLN.
PT PLN sangat berjaya dalam kepimpinan Nur Pamudji. Ini bentuk nyata kinerja Nur Pamudji untuk menciptakan lingkungan bersih dari KKN di PLN.
Tapi ada sedikit intervensi yang terjadi di Belawan yang sedikit mengganggu citra positif PT PLN, yaitu kasus LTE PLTGU Belawan.
Kejaksaan menilai adanya indikasi merugikan keuangan negara namun tidak berdasar.
Kasus ini dimulai pada saat pelelangan pekerjaan peremajaan LTE PLTGU Belawan telah dimulai 2009. Namun pelelangan gagal hingga di tahun 2011 dilakukan penunjukan langsung kepada Siemens. Langkah ini pun tak berhasil karena tak ada titik temu akibat Siemens menawar harga sebesar Rp 830 miliar, jauh dari pagu anggaran PLN sebesar Rp 645 miliar.
Karena terus tertunda, Direksi PLN memutuskan pelaksanaan proses pengadaan LTE PLTGU Belawan dialihkan dari penunjukan langsung ke pemilihan langsung karena selain negosiasi dengan Siemens tak tercapai kata sepakat. Langkah pemilihan langsung bertujuan untuk efisiensi anggaran, mendapatkan harga kompetitif, mencegah korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), juga memberikan kesempatan yang sama kepada perusahaan lain.
Namun hal ini dianggap sebaliknya oleh kejaksaan. PLN diangggap menyalahi hukum dikarenakan pemilihan langsung tersebut dianggap sebagai bentuk KKN.
Nur Pamudji yakin proses tender untuk proyek LTE PLTGU Belawan telah sesuai dengan prosedur dan tata kelola usaha yang baik. Keputusan PLN melakukan pemilihan langsung untuk mengerjakan proyek LTE secara teknik dan prosedur sudah tepat, sesuai dengan pelaksanaan Good Corporate Governance (GCG) dengan standar terbaik.
Pemilihan langsung pemegang tender ini seharusnya diapresiasi sebagai tindakan tegas dan profesional dari PLN. Pasalnya bila tidak dilakukan pemilihan langsung, krisis listrik di Medan dan Sumut akan lebih buruk lagi.
“Bila tidak dilakukan pemilihan langsung, krisis listrik di Medan dan Sumut akan lebih buruk lagi. Sebab jam operasional kedua mesin itu sudah di atas 100 ribu jam. Potensi gangguannya sangat besar bila tidak segera diremajakan sehingga berdampak pada ketersediaan listrik di Medan dan Sumatera Utara,” papar Nur Pamudji.
PLN tetap menghormati dan menjunjung tinggi proses peradilan yang fair dan adil dalam perkara ini.
Hal ini sejalan dengan komitmen PLN untuk menjalankan tranformasi bisnis yang transparan, akuntable serta menjunjung tinggi Good Coorporate Governance (GCG) yang kini tengah dibangun di internal PLN.
PLN berkeyakinan telah menjalankan semua prosedur aturan dalam perkara ini, termasuk melakukan pemilihan langsung dengan Mapna Co sebagai pemenang.
Langkah ini dilakukan setelah sebelumnya penunjukan langsung kepada PT Siemens, sebagai pembangun pembangkit awal, juga mengalami kegagalan karena tingginya anggaran yang diminta.
Siemens sendiri menetapkan budget sebesar Rp 830 Miliar sedangkan pagu anggaran PLN sendiri hanya sebesar 645 Miliar.
Selain itu, pemilihan Mapna disebabkan Siemens tidak memenuhi dan tidak menyertakan persyaratan Rejection Condition, yaitu tidak menyampaikan total waktu penyelesaian pekerjaan dan tidak menyampaikan garansi Daya Mampu/Mega Watt yang dihasilkan).
Sementara Mapna memberikan garansi dan memiliki spesifikasi peralatan dan produk yang sama dengan Siemens.
Untuk diketahui, peserta pemilihan langsung dalam proyek ini adalah Siemens, Mapna, dan Ansaldo Energia. Nama terakhir belakangan menyatakan mundur.
Ketua Tim Kuasa Hukum PLN, Todung Mulya Lubis kembali menekankan tidak adanya kerugian negara dalam proyek ini. Todung mengatakan, kerugian negara yang dituduhkan oleh jaksa mencapai Rp 2,3 triliun tersebut, kemungkinan disimpulkan jaksa dari pembayaran yang telah dilakukan kepada Mapna Co sebesar Rp 300 miliar lebih, ditambah potensi pendapatan sebesar Rp2 triliun dari pengoperasian pembangkit tersebut.
Menurut Todung, dalam pekerjaan LTE, PLN justru berhasil melakukan penghematan. Alasannya, realisasi nilai kontrak justru jauh lebih kecil dari HPS kontrak awal. Pada HPS kontrak awal dengan pemenang tender Mapna Co, tertulis sebesar Rp 645 miliar , sementara harga yang tertuang dalam kontrak hanya Rp 431 miliar .
“Dengan nilai kontrak sebesar Rp 431 miliar, justru PLN berhasil melakukan saving sebesar Rp 214 miliar (RAB Rp 645 miliar dibandingkan nilai kontrak Rp 431 miliar), sehingga tuduhan kerugian negara tidak terbukti.” kata Todung.
Ihwal dakwaan jaksa bahwa daya mampu mesin hanya sebesar 123 MW tidak sesuai dengan daya mampu minimal yaitu 132MW, Todung menegaskan bahwa hal tersebut tidak tepat.
“Dakwaan tersebut tidak benar karena beban 123 MW yang diperoleh oleh penyidik Kejaksaan bukan berasal dari hasil pengujian, tetapi kejaksaan hanya menyaksikan mesin yang pada saat itu hanya memikul beban 123 MW (siang hari). Padahal berdasarkan pengujian yang sebenarnya oleh lembaga sertifikasi, daya mampu GT 2.1 mampu mencapai 140,7 MW sehingga melebihi daya mampu minimal kontrak,” kata Todung.
Semoga PT PLN semakin baik kedepannya serta dapat mengklarifikasi apabila ada dugaan pihak-pihak yang mengintervensi untuk merusak citra PLN tersebut. Seharusnya semua pihak mendukung usaha PLN ini untuk menciptakan perusahaan yang bersih dari KKN dan dapat menjadi acuan atau contoh bagi perusahaan lainnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H