Mohon tunggu...
Nina Sulistiati
Nina Sulistiati Mohon Tunggu... Guru - Senang menulis, pembelajar, senang berbagi ilmu

Pengajar di SMP N 2 Cibadak Kabupaten Sukabumi.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Percakapan Dua Hati

3 Januari 2025   12:10 Diperbarui: 3 Januari 2025   14:01 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: dokumen pribadi

Ketika kata tak lagi terdengar dan bibir tak lagi bersuara
seorang anak bertanya kepada Sang Bunda penuh asa
Meski luka melarung atma

Ibu, mengapa dunia begitu senyap?
Tak ada dendang, tak ada irama  hidup yang berderap
Kicau burung hanya tampak bergetar
mengalun  di telinga yang hampa

Ibu, apakah Sang Maha Kasih terlalu mencintaiku?
Aku terlahir dengan perbedaan
Aku ingin mendengar merdunya lirik-lirik kerinduan-Nya
Tapi suara itu jauh, entah di mana

Ibu, aku bertanya apakah  Tuhan berencana
Memberikan kisah indah kelak pada waktunya
Atau aku hanya serpih tak berharga di semesta?

Ibu, apa yang harus kulakukan di dunia tanpa bunyi?
Dimana gema suara hanya menjadi sunyi?
Bagaimana aku mengejar angan dan mimpi
Jika langkahku tersekat dalam ruang sepi?

Ibu aku tahu matamu bercerita
tentang cinta
lewat genggaman tanganmu yang erat, tak pernah sirna.
Kau ajarkan aku membaca suara lewat bibir dan isyarat,
Kau tanamkan kekuatan di tengah  keterpuruka

Mungkin inikah jalan Tuhan untukku?
aku mendengar lewat kalbu
merasakan dunia lewat gemetar jiwa
menjadikan sunyi ini harmoni dalam hati

Ibu, apakah aku harus belajar memeluk sepi
membuat kehadirannya  menjadi nyanyian dalam diri
Bukan untuk meratapi yang tak kumiliki
Namun, untuk mensyukuri yang ada di dalam diri

Ibu, lihatlah aku berdiri,
Meski sunyi, aku tak akan lari.
Karena cinta dan doa yang kau sematkan,
Adalah suara yang paling abadi dalam kehidupan.

Sang Bunda menjawab penuh keharuan
Dia paparkan tentang cinta
dan kasih sayang Sang Maha Pencipta

Baca juga: Ketika Ambu Tiada

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun