Mohon tunggu...
Nina Sulistiati
Nina Sulistiati Mohon Tunggu... Guru - Senang menulis, pembelajar, senang berbagi ilmu

Pengajar di SMP N 2 Cibadak Kabupaten Sukabumi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

[Cernak] Mawar Merah Buat Adinda

18 November 2024   20:10 Diperbarui: 20 November 2024   16:47 456
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Pexels/RDNE Stock project

Menggenggam harapan adalah seperti menggenggam air di tengah lautan. Sama halnya dengan asa yang terukir, hanya angan karena bahagia itu bukan milikku._Adinda

Suasana kelas begitu gaduh. Andi, Rega, Dena, Cinta, Arya, Zena, dan Alika berkerumun mengelilingi Adinda yang berdiri di depan papan tulis dengan wajah tersembunyi di balik kedua tangannya. Tawa mereka meledak-ledak, diiringi ejekan yang menusuk hati.

"Dinda nggak punya orang tua! Dinda bolot!" teriak mereka serempak, suaranya kian lantang, seolah berlomba menjadi yang paling keras. Adinda hanya bisa terisak, air mata mengalir tanpa henti di balik tangan kecilnya yang bergetar. Anak-anak yang lain tak ada yang berani karena Andi dan kawan-kawannya sering mengancam mereka.

"Cukup! Hentikan! Kasihan Adinda!" teriakan Gendis terdengar sangat keras,tetapi belum bisa meredam suara Andi dan kelompoknya,"Cukup! Kalian sudah keterlaluan! Lihat Dinda sudah ketakutan seperti itu!"

Gendis mendorong tubuh Andi dan kawan-kawannya. Mereka terdorong ke samping, sedikit menjauh dari Adinda.

"Kamu berani melawan kami, Dis. Kamu anak baru. Kamu tidak tahu siapa kami!" teriak Andi yang bertubuh besar sambil memegang tangan Gendis.

Di dalam kelas yang seharusnya tenang, suasana tiba-tiba riuh ketika Andi, yang selalu ingin terlihat paling kuat, berdiri di depan Gendis dengan sorot mata marah dan mencengkram tangan gadis itu dengan kuat.

Gendis tidak takut . Dia tidak ingin melihat Andi dan teman-temannya mengerumuni Adinda di sudut kelas, mengolok-oloknya hingga gadis itu tampak terpojok dan tak berdaya.

"Kenapa kamu ikut campur?" suara Andi menggema, penuh nada menantang. Dia menatap Gendis dengan tajam yang seolah menuntut jawaban.

Gendis berdiri tegak, tak gentar sedikit pun. "Dia nggak salah apa-apa, Andi. Bullying itu salah. Beraninya kamu berbuat begitu ke Adinda?" jawabnya tegas, matanya tak lepas menatap Andi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun