Mohon tunggu...
Nina Sulistiati
Nina Sulistiati Mohon Tunggu... Guru - Senang menulis, pembelajar, senang berbagi ilmu

Pengajar di SMP N 2 Cibadak Kabupaten Sukabumi.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Puisi "Goresan Kisah di Sudut Sunyi"

5 Juni 2024   22:15 Diperbarui: 6 Juni 2024   00:23 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: kaskus.co.id

Kerut-kerut ini menjadi saksi cinta  tak bertepi
kala ribuan kilo jalan yang ditempuh penuh onak dan tonggak
meski tapak kaki penuh darah dan nanah
aku tetap melangkah bersama rangkaian asa
aku tetap berjalan meski lelah dan luka mendera
aku tetap membaluri sekujur tubuhmu dengan untaian doa

Saat kau berada di ruang sempit tubuhku
ku lantunkan ayat-ayat suci agar kau tentram dan damai
Kala kau hadir, dalam kefanaan
ku timang-timang dalam buaian penuh kasih
Ingin ku hadirkan tawa ceria di setiap kisahmu
Ingin ku tepiskan lara di sepanjang perjalanan hidupmu
meski aku harus terhempas dan terkoyak menahan duka

Waktu bergulir dalam hitungan jam, hari, dan tahun
Langkah-langkahmu tak lagi tertatih-tatih
dalam balutan kasih sayang dan cintaku
ceritamu tak pernah lagi ada lara
sosokmu telah menjadi insan bertahta
tak lagi dipenuhi duka nestapa  

Baca juga: Cerpen

Entah, di mana nuranimu berada
kau biarkan aku bersembunyi dalam sunyi
jejak-jejak sujudku yang panjang tak lagi berarti
perjalanan waktu yang membekas di kelopak mataku
saat derai ari mata mengiringi pinta pada Sang Pencipta
memohon masa depan gemilang demi sang permata
hanya menjadi cerita tak bermakna

 Lukaku telah memborok, asaku membeku
menahan rindu yang tak bertepi di ujung atma
Aku tetap di sini di ruang sunyi entah sampai kapan
Tembok-tembok kusam yang menjadi saksi
cinta yang tak pernah berujung sampai akhir penantian
tetap hadir di setiap sujud malam
Kulangitkan zikir dan doa untukmu duhai sang permata

Keberadaan kita saat ini adalah berkah yang dibawa oleh kedua orang tua melalui perjuangan bertaruh nyawa. Sebagai seorang anak, kita dicintai dan disayangi orang tua tanpa pamrih. Lalu mengapa kita begitu tega orang lain yang merawatnya sedangkan surga di telapak kaki ibu

Cibadak, 5  Juni 2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Baca juga: Puisi

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun