Hari Rabu saya mendapat kiriman chat di grup WA sekolah dari seorang rekan kerja. Isinya tentang pertanyaan : apakah di antara guru-guru di SMP N 2 Cibadak ada yang mendapat undangan untuk menjadi Kepala Sekolah?
Saya penasaran dan membuka surel saya dan ternyata ada undangan yang sama. Saat saya membuka platform merdeka mengajar (pmm), saya sudah memenuhi syarat untuk mengajukan diri sebagai bakal calon kepala sekolah. Kemudian saya bercakap-cakap dengan suami tentang hal tersebut. Suami saya menjawab pilihan diserahkan kepada saya.
Ada pertanyaan yang menggelitik dari suami, apakah sudah siap jika ditempatkan di sekolah yang sangat jauh dari rumah dan ditempatkan di desa terpencil? Pertanyaan tersebut sangat menggelitik hati saya.
Saya jadi teringat dua orang kawan saya yang lebih dulu diangkat menjadi kepala sekolah. Mereka ditempatkan di sekolah yang sangat jauh dari rumah dan termasuk sekolah di daerah terpencil Akses jalan menuju sekolah tersebut sangat jelek sehingga teman saya beberapa kali terjatuh apalagi saat musim hujan seperti sekarang ini.
Mengapa banyak guru yang menolak undangan bakal calon kepala sekolah?
Alasan menolak undangan menjadi bakal calon kepala sekolah dapat dilihat dari beberapa factor:
1. Kemampuan yang dimiliki dirasa masih belum mencukupi.
Seorang kepala sekolah harus memiliki beberapa kompetensi, yaitu:
a. Kompetensi manajerial
Seorang kepala sekolah harus menjalankan fungsi manajerial yang meliputi: perencanaan, pengorganisasian, pengarahan/pengendalian dan pengawasan/supervisi.
Berkaitan dengan perencanaan, seorang kepala sekolah harus mampu membuat perencanaan untuk sekolah yang dipimpin. Kepala sekolah harus mengamati aspek-aspek apa saja yang bisa dikembangkan dalam delapan standar nasional pendidikan. Kepala sekolah memimpin penyusunan RKAS dan menuliskan dalam aplikasi RKAS yang sudah disiapkan oleh kementerian pendidikan.