Ketika kita berbicara tentang Yogyakarta yang terlintas dalam benak adalah Borobudur, batik, Malioboro, Merapi, Keraton Yogyakarta dan beberapa tempat lain yang memang sudah menjadi ikon kota budaya ini.
Setiap musim liburan, kota ini dibanjiri oleh para wisman dan wisdom. Pada liburan akhir tahun 2023 kali ini, Daerah Istimewa Yogyakarta masih menjadi tempat tujuan wisata utama di Pulau Jawa ini. Berdasarkan data, wisatawan mancanegara dan wisatawan domestik yang datang menembus hampir 26 juta.
Seperti dilansir dari Kompas.Id berdasarkan dokumen data Statistik Wisatawan Nusantara, Â jumlah wisatawan yang datang pada penghujung tahun 2023 ini berjumlah 25, 7 juta wisatawan nusantara dan menempatan DIY sebagai peringkat ketuju nasional setelah Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, DKI Jakarta, Banten, dan Sulawesi Selatan.
DIY memang memberikan suasana yang berbeda dari kota-kota lain. Kehidupan masyarakat yang berbalut budaya sangat kental terasa di kota ini. Beberapa kegiatan budaya secara rutin dilakukan, seperti: peringatan satu suro, tradisi Sekanten sebagai peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw, dan beberapa peristiwa budaya lainnya.
Sebagai provinsi khusus yang berlatar belakang keraton, DIY menyajikan kehidupan budaya dan tradisi yang sangat kental. Beberapa kegiatan tradisi yang berakar pada tatanan kehidupan keraton masih sering dilakukan, misalnya kegiatan setiap tanggal 1 Muharam yang biasa dikenal dengan tradisi 1 Suro. Begitu juga saat peringatan Maulid Nabi Muhammad. Tradisi saparan, labuhan  Parangkusumo, dan siraman pusaka juga merupakan tradisi yang menarik dan menjadi salah satu daya Tarik dari wisata Yogyakarta.
"Pahlawan yang setia itu berkorban bukan buat dikenal namanya, tetapi semata-mata membela cita-cita." -- Bung Hatta
Daerah Istimewa Yogyakarta Kota Sejarah
Daerah Istimewa Yogyakarta ini tidak hanya terkenal dengan sebutan kota budaya saja. Kota ini juga terkenal dengan kota sejarah. Kota ini menjadi salah satu saksi tentang perjuangan kemerdekaan Negara Indonesia tercinta.
Pada tanggal 29 Juni 1949 menjadi salah satu titik awal perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia dengan ditariknya pasukan Belanda dari Yogyakarta. Sejarah mencatat bahwa Yogyakarta pernah menjadi ibu kota Negara Republik Indonesia setelah dipindah dari Jakarta pada tahun 1946.
Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan, rongrongan dari tantara Belanda yang akan melancarkan kembali penjajahan di Indonesia terjadi terus menerus. Agresi Belanda ini sangat mengkhawatirkan sehingga Bung Karno,Bung Hatta dan para petinggi pemerintahan RI harus berjuang untuk mempertahankan ibukota Jakarta ini. Ketika melihat kondisi genting tersebut, Sukarno mengadakan rapat terbatas pada tanggal 1 Januari 1946. Pada saat itu ada usulan untuk memindahkan ibukota negara sementara ke Yogyakarta. Saat itu telah disepakati tentang pemindahan sementara ibu kota Jakarta ke Yogyakarta.
Setelah rapat tersebut, dirancang rencana yang sangat cermat agar tidak diketahui oleh NICA (Belanda). Pada malam hari, tanggal 3 Januari 1946, sebuah lokomotif tiba dengan membawa gerbong rahasia tanpa lampu di jalur kereta api yang terletak dibelakang rumah Bung Karno di Jalan Pegangsaan Timur. Menteng, Jakarta Timur dengan diam-diam. Dengan hati-hati gerbong tersebut menuju Yogyakarta dan berhasil tiba pada  tanggal 4 Januari 1946 dini hari. Kendali keamanan Jakarta untuk sementara diserahkan kepada Letnan Kolonel Daan Jahja.