Mohon tunggu...
Nina Sulistiati
Nina Sulistiati Mohon Tunggu... Guru - Senang menulis, pembelajar, senang berbagi ilmu

Pengajar di SMP N 2 Cibadak Kabupaten Sukabumi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tuhan, Aku Tahu Semua Belum Terlambat

22 Juli 2023   20:49 Diperbarui: 22 Juli 2023   20:54 3582
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ihttps://kuliahdesain.com/gambar-kartun-cewek2-cantik-lucu-berhijab

Biarkanlah hidayah itu hadir dengan sendirinya. Sejatinya hidayah itu milik Allah Swt dan hanya Allah yang berhak memberikan hidayah itu kepada makhluk-Nya.

Suara azan Maghrib di masjid komplek terdengar keras pertanda bahwa tahun baru Hijriah 1445 H tiba. Ada rasa gundah melanda jiwaku. Rasa sesal yang membelenggu jiwa sejak satu bulan lalu.

Aku ingat sudah enam bulan yang lalu Bunda menyarankan agar aku mulai berhijab. Sebagai seorang wanita muslim, sudah sepatutnya aku menutup aurat.

"Aku tidak mau, Bun. Ribet ah...," tolakku sambil memakai baju kemeja pendek kesayanganku.

Aku memang tidak suka menggunakan gaun panjang apalagi gamis yang lebar dan harus menggunakan hijab panjang seperti yang biasa Bunda gunakan. Aku lebih suka pakaian yang simple dan casual seperti celana jeans dan kaos atau kemeja pendek. Malah aku sering menggunakan celana pendek jika berada di rumah.

"Kamu coba saja dulu dengan pakaian kebesaranmu. Hanya kemejanya kamu ganti dengan kemeja panjang dan hijabnya tidak usah yang syari, cukup menutupi rambut," rayu Bunda dengan sabar.

"Bunda jangan memaksa, dong," ujarku agak kesal. Aku melihat raut wajah Bunda kaget mendengar ucapanku. Aku melihat juga kekecewaan yang mendalam di wajahnya.

Sejak saat itu Bunda tak pernah lagi menyuruhku untuk berhijab. Dia membebaskan aku untuk memakai pakaian apa pun pilihanku. Bunda tak pernah lagi berdalil tentang kewajiban umat muslimah untuk menutup auratnya seperti yang selama ini sering dia sampaikan kepadaku.

Baca juga: Cerpen Pamali

Aku tidak tahu apakah Bunda marah kepadaku atau tidak. Sikap Bunda tidak banyak berubah. Pagi- pagi dia masih membangunkan aku untuk salat subuh dan menyiapkan sarapan untuk aku dan Mas Ardi, kakakku. Ayah sudah meninggal empat tahun lalu. Sejak saat itu Bunda yang bekerja dan mengurus pekerjaan rumah. Mas Ardi sesekali membantu Bunda sebelum dia pergi bekerja. Aku juga sering mengerjakan pekerjaan rumah tangga seperti mencuci baju, menyapu dan mencuci piring.

Baca juga: Cerpen "Pulang"

Hingga  malam itu, aku terbangun pukul dua dini hari. Aku mendengar ada suara wanita menangis.

"Ya Allah, aku mohonkan segala pinta kepada-Mu, duhai pengubah- ubah hati manusia. Balurilah puteriku dengan cahaya hidayah-Mu. Gerakkanlah hatinya agar mau menjalankan satu perintah-Mu sebagai seorang Muslimah. Hamba yakin Kau akan mengabulkan segala harapanku ...." Bunda berdoa seraya meneteskan air matanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun