Beratapkan langit jingga yang mempesona, Anggun berdiri tegak di tepi jalan seraya menatap hamparan sawah yang menguning. Angin kencang berembus tiba-tiba dan menarik kerudung Anggun..
 Di cakrawala, berpuluh-puluh burung pipit berbaris rapi, terbang mengangkasa. Diam-diam mencuri pandang di atas buliran padi yang padat berisi. Kemudian mematuk satu persatu bulir-bulir padi. Setelah puas mereka bergerak mengepakkan sayapnya, terbang sambil bernyanyi riang.
Anggun menyaksikan pemandangan itu penuh takjub. Sudah beberapa tahun ini dia tak melihat pemandangan indah seperti itu. Dirinya terkurung dalam sangkar emas yang membuatnya tak berdaya. Ia terpaksa menutupi jati dirinya dan hidup laksana puteri yang hidup dalam kayangan. Semua serba tersedia dengan mudah, tetapi tak dapat menampakkan dirinya di depan orang banyak.
Selama ini tak ada yang tahu apa profesi yang sebenarnya. Kedua orang tuanya hanya tahu jika dia bekerja di sebuah kantor sebagai manajer. Begitu juga saudara dan seluruh isi desa hanya tahu jika Anggun adalah wanita yang bekerja di sebuah perusahaan dan sukses menjadi seorang direktur keuangan.
 Ada yang bilang jika Anggun memiliki butik mewah di Jakarta dan sering bepergian ke luar negeri. Semua orang sibuk menduga-duga tentang dirinya. Anggun memang sengaja merahasiakan apa pekerjaan, di mana dia bekerja dan jabatan apa yang dipegangnya.
Biasanya saat pagi seperti ini, Anggun sudah bermalas-malasan sambil kedua kakinya yang jenjang dan mulus diseleonjorkan di sofa hijau seraya menyaksikan tayangan film Korea kesayangannya.
Kedua tangannya asyik berselancar di ol shope untuk mencari promo barang-barang branded yang disukainya seperti tas dengan berbagai warna dan model, sepatu high heel, dompet, alat-alat make up, parfum sampai ke pakaian dalam. Anggun pantang membeli barang-barang kawe-kawe.
Baginya harga tidak menjadi masalah yang penting dirinya senang meskipun benda yang serupa sudah bertumpuk di lemari khususnya. Mbak Ani, asisten rumah tangganya kerap geleng-geleng kepala melihat kelakuannya.
"Maaf, Bu. Apa tidak sayang membeli barang-barang mahal begini?" tanya si mbak Ani hati-hati.
Anggun hanya tersenyum. Wajar jika mbak Ani bertanya begitu karena dia melihat majikannya membeli barang-barang mahal itu setiap hari. Mas Bramasta, suami yang menikahi siri dirinya  memberikan kehidupan yang bergelimang harta benda untuknya. Meski Anggun hanya berstatus second wife yang menikah tanpa kejelasan status hukum, Anggun sudah cukup bahagia.