Tangisku pecah saat melihat tubuh Nadia diangkat suster dari atas kasur. Kemudian suster membawa tubuh itu ke ruang jenazah. Aku berusaha tegar dan menahan kepedihanku.
Pergilah bidadari kecilku. Jemputlah bunda dan tuntunlah bunda menuju Jannah-Nya. Bunda ikhlas melepas kepergianmu, sayang. aku menangis sesegukan.
'Maaf, Ibu. Ada yang bisa saya bantu?" suara seseorang terdengar dari samping kananku. Rupanya pramuniaga cafe tempatku minum.
Aku melihat sekelilingku. Rupanya hari sudah malam. Artinya sudah cukup lama aku duduk dan melamun tadi.
"Oh, tidak ada, Mbak. Terima kasih, ya," jawabku sambil mengusap air mata yang sempat jatuh. Mungkin pramuniaga tadi heran melihatku duduk, melamun dan menangis. Aku terhanyut pada kesedihan yang sudah lama terjadi. Kini aku harus menjaga kandunganku ini agar tak terjadi sesuatu yang tak diinginkan.
Aku kemudian berjalan dan melanjutkan tujuanku semula yakni membeli kebutuhan dapur.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H