Sekarang ini sudah memasuki tanggal 20 Ramadan 1443 Hijriah. Itu artinya sepuluh hari lagi umat Muslim akan memasuki Hari Raya Idul Fitri 1443 Hijriah. Pemerintah telah menentapkan 1 Syawal 1443 itu jatuh padahari Senin, tanggal 2 Mei 2022.
Pemerintah telah mengeluarkan izin mudik pada tahun ini. Berbeda dengan dua tahun lalu lalu, pada saat Pandemi Corona Virus melanda Indonesia. Hal ini memberikan kabar gembira bagi para perantau yang sudah dua tahun ini tidak merayakan Idul Fitri di kampung halaman.
Pemerintah memperkirakan, pada tahun ini kegiatan mudik ini akan membludak dan mencapai puncaknya pada tanggal 27 sampai dengan 30 April 2022 mendatang. Untuk mengurangi resiko kemacetan, pemerintah melalui Kementerian Perhubungan dan POLRi serta Jasa Marga memberikan berbagai kebijakan dan imbauan.
 Pemerintah mengimbau kepada para pemudik untuk mudik lebih awal agar tidak terjadi penumpukan. Pemerintah juga mengeluarkan beberapa kebijakan, antara lain: pengaturan ganjil genap di jalan tol, peniadaan transaksi di tol Palimanan, dan kebijakan tarif gratis di pintu bayar tol jika terjadi kemacetan hingga 1 km. Hal-hal tersebut diharapkan dapat mengurangi kemacetan dan dapat memberikan kenyamanan bagi para pemudik.
Seiring dengan kebijakan-kebijakan tersebut, pemerintah juga mengeluarkan kebijakan kenaikan tarif tol di beberapa ruas jalan tol, antara lain: tol Cipali dan tol Jakarta-Surabaya. Perhitungan jumlah dana yang harus disiapkan pada saat mudik maupun arus balik via tol dari Sukabumi menuju Solo adalah Jakarta -- Colomadu Rp453.500, Bocimi Rp14.000, Jakarta-Cikampek: Rp20000. Itulah perkiraan dana yang harus disiapkan pemudik melalui jalan tol.
Saya adalah salah satu pelaku mudik yang secara tradisi dilakukan oleh seluruh anggota keluarga di perantauan. Keluarga saya bertempat tinggal di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Saya dilahirkan di kota Cirebon dan tinggal di Kabupaten Sukabumi karena harus menjalankan tugas mengajar sebagai seorang guru.
Sejak saya ditempatkan di kota itu pada tahun 1994, setiap tahun saya pasti mudik pada saat Idul Fitri ke kota kelahiran, meskipun pada bulan sebelumnya saya sudah pulang beberapa kali.
Begitu pula saat saya sudah menikah. Selama dua puluh tiga tahun secara rutin keluarga kami mudik pada saat lebaran, kecuali di tahun pertama saat pandemi virus corona berlangsung. Di tahun kedua, kami memaksakan diri untuk mudik karena kondisi ibu mertua yang sedang sakit keras.
Kondisi mudik pada saat itu sangat mengerikan. Sepanjang jalan tol Jakarta-Colomadu, kami mendengar puluhan sirine ambulans. Kami pun harus mencari ruas jalan yang aman saat tiba di kota Solo agar tidak terjaring razia oleh petugas.
Sekarang ini, pemerintah memberikan kesempatan kepada para perantau untuk mudik karena kondisi sudah mulai membaik. Pemerintah pun mulai mengeluarkan tawaran mudik gratis karena kondisi memang sudah aman dari virus. Dan sudah pasti hal tersebut disambut dengan gembira oleh para perantau apalagi mereka yang belum pulang ke kampung halaman selama dua tahun ini.
Apa alasan para perantau yang menjadikan mudik ini agenda utama mereka setiap tahun?