Mohon tunggu...
Nina Sulistiati
Nina Sulistiati Mohon Tunggu... Guru - Belajar Sepanjang Hayat

Pengajar di SMP N 2 Cibadak Kabupaten Sukabumi.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Si Bungsu Pendamai

13 April 2021   09:34 Diperbarui: 13 April 2021   11:06 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lyfe. Sumber ilustrasi: FREEPIK/8photo

Saya dilahirkan sebagai anak bungsu dari empat bersaudara. Kakak pertama dan kedua perempuan dan kakak ketiga laki-laki.  Konon katanya anak bungsu itu memiliki karakter yang manja, dan tidak mandiri. Namun hal tersebut tidak berlaku bagi saya. 

Ibu adalah seorang guru SD yang sangat sabar dan nrimo. Dia tak pernah marah-marah kepada anak-anaknya juga kepada para siswanya. Sifatnya sangat menurun kepada kakak  keduaku. Sedangkan bapak adalah seorang prajutit TNI AD. Sifatnya yang tegas, galak, berani dan keras sangat menurun kepada kakak pertamaku dan aku sendiri. Kakak ketigaku sifatnya perpaduan antara bapak dan ibu namun lebih banyak mengalah .

Perbedaan karakter itu menyebabkan kami sering berselisih saat masih kecil dulu. Rebutan mainan atau pun makanan sering terjadi. Lucunya ada cara yang berbeda yang dilakukan oleh kedua orang tua kami. Ibu selalu menyelesaikan setiap perselisihan dengan mengajak kami duduk dan ngobrol. Dia selalu memberikan pengertian yang mudah dipahami oleh anak-anaknya. Berbeda dengan bapak yang selalu menggunakan cara yang tegas untuk menyelesaikan pertikaian kami. 

Pernah saya dan kakak laki-laki bertengkar karena berebut buah belimbing di pohon. Bapak mencoba meenasehati kami agar berdamai. Namun kakakku tidak mau. Akhirnya bapak memberi kami masing-masing sebilah kayu dan disuruh untuk menyelesaikan dengan berkelahi. Itulah bapak.

Seiring berjalannya waktu dan keadaan, karakter kami berubah dengan sendirinya. Ibu meninggalkan kami untuk selamanya karena penyakit kanker yang dideritanya. Hal tersebut memaksa kami harus tinggal di rumah nenek bersama empat orang cucu lainnya. Dapat dibayangkan kami tinggal dengan saudara-saudara sepupu kami yang berbeda juga karakternya. Setiap hari ada saja pertengakaran yang terjadi. Untunglah nenek dan paman selalu sabar menghadapi karakter delapan anak yang diasuhnya.

Nenek selalu memberikan kepercayaan kepada saya untuk bisa  memisahkan   pertengkaran di antara kami. Saat itu usia saya masih 10 tahunan dan paling  kecil di antara mereka namun paling galak. Jika saya sedang melerai mereka, ujung-ujungnya mereka akan tertawa karena melihat gaya saya yang sedang marah. 

Rumah kami seperti panti asuhan yang didirikan nenek khusus untuk cucu-cucunya. Di antara delapan cucunya, saya dan kakak pertama yang selalu dimintai pendapat untuk setiap masalah yang timbul dalam rumah tersebut. Saya sering menjadi jubir nenek bila ada yang harus disampaikan  semua cucunya.. Saya juga sering disuruh untuk menyelesaikan urusan kontrakan rumah yang dimiliki nenek padahal usia saya saat itu masih 12 tahun.

Suatu hari pohon mangga gedong yang tumbuh di samping rumah akan dipanen. Nenek menyuruh kami untuk memanennya. Kami diberi satu keresek masing-masing untuk tempat menyimpan mangga. Kami disuruh memanjat dan menyimpan hasil panennya di keresek yang sudah diberi tali. Jika sudah penuh keresek itu harus diturunkan dan nenek yang akan menyimpan buah mangga itu dalam keranjang. Sebagai upahnya, kami boleh mengambil mangga sesuai keinginan kami. 

Dari kedelapan cucunya hanya enam orang yang bisa memanjat pohon tersebut. Kakak pertama dan keduaku tidak bisa memanjat pohon. Akhirnya aku berinisiatif agar kami yang bisa memanjat pohon wajib memberikan jatah kepada mereka berdua. Hal tersebut disepakati dan semuanya kebagian buah mangga. Jika mengingat hal tersebut, saya suka tersenyum sendiri. 

Pernah suatu hari sepupuku marah-marah karena nenek hanya menyiapkan makanan sederhana untuk makan siang .Dia tidak mau makan jika tidak adadaging. Saat itu aku melihat nenek bingung menghadapinya. Saya mengerti nenek sudah tak punya uang untuk membeli daging. Karena melihat kesedihan nenek, aku mendekati  kakak sepupuku sambil berbicara tegas sedikit ngomel. Aku menjelaskan kondisi keuangan nenek. Akhirnya dia mengerti dan mau makan.

Setelah lulus kuliah, aku mencoba ikut seleksi pegawai negeri di dinas pendidikan sebagai tenaga pengajar. Alhamdulillah saya lulus dan ditempatkan di kabupaten Sukabumi. Tempat yang sangat jauh dari rumah. Saat itu nenek agak berat hati melepaskan saya. Ya, saya anak yang paling kecil berada paling jauh dari rumah. Selain itu nenek terbiasa menjadikan aku sebagai tangan kanannya daripada cucu-cucunya yang lain. Dengan berat hati nenek merelakan keberangkatan saya ke Sukabumi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun