"Bundaku,Bu. Beliau lulusan desain art di salah satu Universitas di Bandung. Tugasku hanya mengajak para remaja untuk bergabung dan memasarkan souvenir ke berbagai tempat."
"Wah hebat kamu!" pujiku dengan bangga.
"Lumayan Bu. Hasilnya bisa buat nambah uang jajan mereka," jelas Hani sambil tersenyum.
Penjelasan Hani sangat mengejutkan aku. Di usia semuda Hani, 15 tahun sudah memberikan manfaat bagi banyak orang. Rasanya aku jadi malu hati. Saat aku membaca SK mengajar dan ditempatkan di desa terpencil ini, aku menangis selama tiga hari. Aku seolah tidak menerima takdir yang Allah berikan kepadaku.
Hani sudah menyadarkan aku bahwa hakekatnya manusia yang baik adalah manusia yang dapat memberikan manfaat kepada orang lain sebanyak-banyaknya.
"Kapan-kapan ibu boleh ya berkunjung ke rumahmu?" tanyaku sambil memandang Hani penuh harap.
"Silakan,Bu. Saya akan senang ibu bisa mengunjungi rumah saya. Saya akan memperkenalkan Bunda. Beliau pasti akan sangat bangga bisa bertemu dengan ibu," ujar Hani senang.
Tak lama kemudian tim penyuluh dari Dinas Kesehatan tiba. Mereka sudah siap memberikan penyuluhan tentang sanitasi lingkungan. Para tamu undangan menyimak pemaparan materi dengan sungguh-sungguh. Beberapa orang bertanya kepada nara  sumber untuk memperjelas pemaparan mereka.
Tanpa terasa waktu dua jam berlalu. Penyuluhan itu berakhir karena waktu duhur sudah tiba. Suara azan terdengar dari mesjid agung yang terletak di depan kantor kecamatan. Hani pamit padaku untuk pulang lebih dulu.
Sementara aku bergegas ke masjid untuk menjalankan kewajiban sebagai seorang muslimah. Hani memberikan inspirasi bagiku agar aku dapat melakukan yang terbaik bagi diriku, bagi keluarga dan bagi lingkungan sekitar. Aku tidak akan lagi mengeluh karena ditempatkan di desa ini.
Awan hitam yang sejak tadi menutupi mentari mulai beranjak pergi. Cahayanya memberikan semangat baru untukku