Mohon tunggu...
Nina Septiani
Nina Septiani Mohon Tunggu... -

perfeksionis

Selanjutnya

Tutup

Politik

Miskin Wawasan Akibat Iklan Politik

5 September 2014   03:50 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:35 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14098398401810167740

Di setiap ajang pilpres, peranan media—khusunyaTV—menjadialat yang palingefektif untuk membanguncitra sang kandidatdan merebut simpati masyarakat.Visualisasi citra kandidat secara massif itu diharapkan mampu membangkitkaningatan kolektif pemilih sehingga akan memberikan dukungan suaranya. Hubungan simbolik dengan konstituenyang sebelumnya tercipta karena ikatan ideologis dan loyalitas tradisional kinitergantikan oleh karismadan popularitas figur yang dibangun media.

Kenyataanini menggambarkan betapa media memainkan peran penting penting dalam struktur politik. Keduanyamemiliki “ikatan darah”, meski terkadang tak searah. Bahkan, dalam relasi itu sejumlahmedia tampak menjadi corong bagi kepentinganpolitik tertentu. Kerja media seolah menjelma menjadi kerja kampanye politik.

Akibatnya,fungsi media bukan lagi menjadi alatkontrol yang independen dan netral terhadap proses politik. Sebaliknya,eksistensi media kini justru dikontrol oleh politik. Kondisi ini tak bisadilepaskan dari kedekatan antara kandidat capres atau cawapres dengan pemilikmedia yang juga mempunyai kepentingan politik-ekonomi.

Ada  juga campur tangan juragan media yangberafiliasi dengan partai politik, bahkan malah menjadi kandidat politiknya. Poladan struktur kepemilikan media serta relasinya dengan politik ini menunjukkankepada kita bahwa media tidaklah berdiri secaraotonom dan netral.

Keberlimpahaninformasi yang disajikan iklan politik di media justrumembuat diskursus politik jadimiskin pengetahuan. Sebab, haltersebut menyempitke bentuk pragmatismekepentingan yang berorientasi jangka pendek danhanya untuk mendapatkandukungan.

Situasiini jelas mendistorsi pertukaran gagasan, menampikan perdebatan ideologi, dan mengabaikan diskusi nilaitentang prioritas, yang pada gilirannya akan membunuh partisipasi publik.Inilah yang dinamakan gejalapemiskinan politik, perendahan derajat, dan pendangkalan prosespolitik dalam menjawab tuntutan orientasi pemilu yang berkualitas dan demokrasiyang lebih bermakna.

Lihat saja rentetan iklan capres yang padabeberapa bulan lalu membanjiri layar TV kita. Sudah puluhan miliar rupiah uang yang digelontorkan hanya untuk iklan jenis ini. Berdasarkan data temuan SatuDunia  seperti yang termuat di situs www.iklancapres.org, untuk berbagai media yang ada di Jakarta saja ada Rp 114,62 miliar uang yang dibelanjakan untuk iklan capres.

Sementara menurut data hasil riset yang dilakukan oleh perusahaankonsultan Sigi Kaca Pariwara, terungkap bahwa total belanja iklan televisi untukkampanye pilpres 2014 tercatat mencapai Rp 186,63 miliar. Masing-masing capres mengeluarkandana yang hampir berimbang untuk keperluan tersebut.

Jumlah biaya iklan tentang pasangan nomor urut 1 (Prabowo-HattaRajasa) mencapaiRp 93,72 miliar. Adapun belanja iklan televisi yang dikeluarkan kubu Jokowi-JKsebesarRp 92,9 miliar.

"Jumlah ini memanglebih kecil dibandingkan kampanye pemilihan legislatif lalu yang belanja iklanTV-nya mencapai Rp 340 miliar. Tapi jumlah Rp 186 miliar itu masih bisa dikatakanwajar, mengingat tentu tidak semua parpol peserta koalisi di kedua belah pihak akanall out untuk ikut urun dana kampanye bagi capres yang didukungnya,” ujar DirekturSigi Kaca Pariwara, Sapto Anggoro, Kamis (10/7/2014), seperti yang dikutip dariKompas.com.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun