Seperti pilpres yang berlangsung di masa-masa sebelumnya, beberapa bulan sebelum pemungutan suara Pilpres 2014, negeri ini dimeriahkan oleh iklan-iklan capres sebagai upaya meningkatkan citra positif sang kandidat di mata publik. Iklan-iklan mereka muncul bak jamur di musim hujan. Merebak di mana-mana.
Namun melihat tingginya intensitas iklan tersebut, publik pun akhirnya merasa jenuh dan resah. Terlebih lagi ketika para pengiklan notabene merupakan pemilik perusahaan media yang bersangkutan. Maka adanya penyelewengan pemanfaatan frekuensi untuk kepentingan kelompok tertentu pun semakin rawan. Tak aneh bila akhirnya moratorium iklan kampanye dianggap “tak bergigi”.
Bisa dimaklumi mengapa moratorium iklan kampanye yang ditetapkan dalam rapat antara Komisi I DPR pada bulan Februari lalu itu jadi “melempem”. Sebab, sejak awal digagas, kebijakan tersebut sudah menuai banyak penolakan.
Banyak politisi yang menganggap moratorium tersebutsangat berlebihan karena bertentangan dengan era kebebasan informasi. Bahkan ada pula politisi yang menyatakan bahwa kebijakan tersebut sangat merugikan seluruh partai peserta Pemilu 2014.
Salah satu politisi yang menentang moratorium tersebut sejak awal adalah Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto yang juga menjadi kandidat capres dalam Pilpres kemarin. Prabowo menilai keputusan memberlakukan moratorium iklan politik sangat aneh.
"Moratorium iklan itu aneh. Kami mempertayakan negara kita begitu besar 250 juta bangsa Indonesia, kawasannya sebesar Eropa, kok dibatasi kita mau mendidik rakyat. Pendidikan politik dibatasi. Ini demokrasi macam apa?" kata Prabowo di sela-sela acara Rakernas Perhimpunan Keluarga Besar Pelajar Islam Indonesia (PII) di Jakarta, pada awal Maret lalu.
Jika iklan politik dibatasi, Prabowo berpendapat Indonesia akan ditertawai dunia. Menurut dia, waktu kampanye seharusnya dilakukan selama 1-2 tahun. Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang menetapkan kampanye terbuka hanya dalam waktu tiga minggu tidak cukup.
"Obama saja dua tahun, kasihan rakyat masa akan beli kucing dalam karung. Pemimpin itu harus didengar gagasannya, ya kan? Masa rakyat 250 juta, dikasih dua minggu untuk nilai pemimpinnya? Kasihan rakyat kita," tutur mantan calon wakil Presiden di Pemilu 2009 itu.
Makanya tidak aneh jika beberapa bulan yang lalu tayangan iklan capres sangat bebas “berkeliaran” di berbagai media, seolah tidak ada yang mampu menghentikannya. Lihat saja uang yang berputar dan mengalir deras dari pemesan iklan ke berbagai macam media, mulai dari media cetak, radio, media online, hingga stasiun-stasiun TV.
Berdasarkan data temuan SatuDunia seperti yang termuat di ituswww.iklancapres.org, untuk berbagai media yang ada di Jakarta saja ada Rp 114,62 miliar uang yang dibelanjakan untuk iklan capres.