Mohon tunggu...
Nina Belinda Saka
Nina Belinda Saka Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Janganlah menggores tulisan Anda bagaikan goresan di atas pasir...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Karakter Bangsa Lemah, Bersiaplah untuk Dilibas Negara Lain!

26 Mei 2011   21:14 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:10 1106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

[caption id="" align="alignleft" width="345" caption="Kembalikan jati diri bangsa!"][/caption]

Karakter adalah jati diri, identitas dan kekhasan diri. Begitu yang saya tangkap dari materi kewarganegaraan yang saya terima. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar, dengan karakter bangsanya yang telah dibentuk oleh para pendiri bangsa. Ada  empat pilar pembangun karakter bangsa Indonesia, yaitu Bhinneka Tunggal Ika, UUD 1945, Pancasila dan NKRI. Yang kita sebut dengan karakter, tentunya telah mendarah daging dan tidak bisa dipisahkan dari kepribadian diri.

Karakter bangsa menentukan kuat lemahnya suatu bangsa. Tanpa karakter atau jati diri, kita tidak akan memiliki tujuan dan cita-cita yang jelas dalam hidup. Sebagai contoh, kita bisa melihat Jepang, yang pada tahun 1945-an, Jepang hancur luluh lantak dengan peristiwa Hirosima-Nagasaki yang memporakporandakan seluruh komponen kehidupan Jepang. Namun dalam kurun waktu 10 tahun, Jepang merajut puing-puing kebangkitan dan akhirnya menjelma menjadi sebuah “Raksasa Asia”. Begitu menakutkannya Jepang ketika mereka memiliki tekad dan semangat pantang menyerah (semangat Bushido) untuk bangkit dari keterpurukan. Itu semua tidak terlepas dari karakter masyarakatnya yang kuat.

Saat ini bangsa Indonesia sedang mengalami krisis identitas. Apakah Anda sependapat dengan saya? Coba kita tilik lagi keadaan bangsa kita sekarang. Ketika bangsa lain sedang berapi-api dalam memamerkan produk teknologi unggulan ataupun klub bola kelas dunia, bangsa Indonesia malah sedang sibuk mengurusi masalah korupsi, pencucian uang, pembangunan gedung DPR baru, maupun urusan tuding-menuding tersangka-terdakwa. Di satu sisi, para pemangku jabatan saling membangun strategi, berebut kursi jabatan, di sisi lain, kalangan “peserta sistem”, berdemonstrasi dan bertindak anarkis disana-sini. Betapa lucunya negeri ini!

Dengan keadaan yang demikian, sulit bagi kita untuk dapat berdiri tegak menahan terjangan negara lain yang semakin maju dan mengambil posisi dalam percaturan dunia. Kita akan semakin terjepit hingga tidak ada lagi tempat bagi kita untuk mempertontonkan "taring".

Menurut saya ada tiga poin yang menyebabkan terjadinya degradasi jati diri/karakter bangsa. Pertama degradasi moral yang kita jumpai terjadi pada masyarakat kita. Pembunuhan,pemerkosaan, pengedaran narkoba, sampai VCD porno, sudah menjadi makanan selingan di berbagai pemberitaan di negeri ini. Toleransi agama semakin rendah, terjadi pengeboman terhadap beberapa gereja menjelang Paskah. Dan dari segi  politik, korupsi, kolusi dan nepotisme seperti telah menjadi virus laten dalam tubuh pemerintahan kita. Sikap gotong royong , musyawarah dan sikap sopan santun, yang menjadi adat ketimuran kita, seolah-olah hilang ditelan bumi.

Alasan kedua penyebab krisis jati diri bangsa adalah arus globalisasi dan budaya barat yang tidak tersaring dengan baik. Globalisasi telah menyentuh seluruh aspek kehidupan.  Tidak dipungkiri bahwa diri kita pun telah “diglobalkan” oleh globalisasi. Kita lihat saja diri kita sendiri, dari ujung kepala hingga ujung kaki, apakah ada benda yang kita gunakan bukan karena hasil globalisasi? Namun segala sesuatu memiliki 2 mata pisau, positif dan negatif. Ketika kita menerima globalisasi dengan tangan terbuka, kita merasakan hal-hal positif darinya. Pada satu titik, kita pun menjadi lalai, tanpa terasa kita telah menyerap hal-hal luar tanpa menyaringnya dan menyesuaikannya dengan kepribadian bangsa. Contohnya adalah hooliganisme. Sikap urak-urakan, merusak yang dilakukan para hooligan (supporter sepak bola di Inggris), sekarang dapat kita lihat pada hampir di setiap pertandingan sepak bola di Indonesia.

Poin ketiga yaitu terjadi kegamangan terhadap ideologi Pancasila sebagai ideologi bangsa. Banyak orang yang meragukan kapabilitas Pancasila sebagai ideologi bangsa. Kita tahu krisis yang tengah dialami bangsa, tapi mengapa Pancasila yang berfungsi sebagai tameng sepertinya tak memiliki peran yang diinginkan? Semakin banyak pihak yang tidak percaya terhadap Pancasila. Dengan fenomena ini, kita telah semakin dekat dengan kehancuran bangsa.

Sekarang mari kita tanyakan pada diri kita masing-masing, sudahkan saya memiliki karakter yang kuat sebagai bagian dari bangsa Indonesia? Sepertinya Anda butuh waktu beberapa detik untuk menjawabnya. Bingung, sepertinya itu juga yang akan menjadi jawaban dari sebagian besar dari kita.

Diperlukan strategi-strategi dalam menghadapi krisis jati diri/karakter bangsa. Strategi-strategi tesebut adalah menumbuhkan kembali semangat Bhinneka Tunggal Ika dan nasionalisme, revitalisasi dan aktualisasi Pancasila, serta meningkatkan peran dan kualitas pendidikan dan kebudayaan yang berlangsung di tiga pranata sosial.

Pancasila adalah dasar Negara yang telah dibentuk oelh para pendiri bangsa kita dengan perumusan yang benar-benar matang. Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa Pancasila sangatlah sesuai dengan kepribadian bangsa. Namun yang salah selama ini adalah pengaplikasian sila-sila Pancasila tersebut, bukan pada Pancasila itu sendiri.

Menumbuhkan semangat pendidikan menjadi hal mendasar dalam pembangunan karakter. Pendidikan haruslah dimulai dari pranata terkecil, pranata yang paling dekat dengan kita, yaitu keluarga. Keluarga menjadi tempat pertama bagi kita untuk mendapatkan pendidikan. Orang tua mempunyai peran yang besar karena orang tua sebagai model atau teladan, idealnya dapat menanamkan nilai-nilai baik bagi pembentukan karakter. Pranata yang kedua yaitu sekolah. Pendidikan karakter yang ideal adalah pendidikan yang mengembangkan pembelajaran yang aktif-partisipatif, kreatif-inovatif, efektif dan menyenangkan serta penciptaan lingkungan belajar yang kondusif-edukatif. Pranata yang ketiga, yaitu masyarakat. Pemerintah mengambil andil besar dalam perkembangan pendidikan di Indonesia. Adanya politic will dari pemerintah untuk memperbaiki seluruh aspek yang ada, tidak hanya dunia pendidikan, tetapi juga siaran TV yang saat ini tidak henti-hentinya mempertontonkan kebencian, dendam, cerita hantu, korupsi, berperan dalam pembentukan karakter anak.

Jika strategi-strategi tersebut dapat berjalan secara sinergis dan didukung oleh segala pihak maka diharapkan pembentukan karakter diri dapat terwujud, yang secara kumulatif akan bedampak pada pembentukan karakter bangsa kita, bangsa Indonesia. Jadilah bangsa yang memiliki karakter dan jati diri yang kuat! Dengan begitu kita dapat bersaing di tengah arus persaingan dunia tanpa takut akan goyah dan jatuh. Berkibarlah selalu Merah Putihku!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun