Mohon tunggu...
Nina Pradani
Nina Pradani Mohon Tunggu... -

Let's make a simple thing and keep free your mind l Amateur Writer l ninapradani.blogspot.com l

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Resensi Buku

16 April 2014   07:07 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:37 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1397582413276146985

Baik, coba kita lihat apa saja yang maksa seperti yang saya maksudkan di sini? Pertama, salah satu bab dalam buku ini mengatakan benua Amerika ditemukan Gara-Gara Indonesia. Kedua, Amerika kalah perang dengan Vietnam Gara-Gara Indonesia. Ketiga, Napoleon kalah perang Gara-Gara letusan gunung Tambora di Indonesia. Coba lihat, apa ada hubungannya? Kalau kalian penasaran, lebih baik baca sendiri bukunya. Tapi, yang jelas saya belum pernah menemukan buku yang ngaku sebagai buku sejarah, ditulis dan dipaparkan seperti ini. Saya bukan orang yang tidak suka membaca buku sejarah, saya suka. Beberapa referensi yang digunakan buku ini pun beberapa di antaranya sudah saya lahap. Tapi, tidak ada yang membuat saya jengah begitu mendapatkan informasi di dalamnya. Biasa saja. Cukup tahu, sudah. Tunggu! Saya merasa pernah mengenal jenis tulisan seperti ini? Tulisan yang profokatif? Sial, sepertinya saya terpengaruh dengan tulisan buku ini.

Ya, ciri khas penulisan dalam buku ini hanya satu, profokatif. Pertanyaan-pertanyaan yang memancing emosi membuat pembaca tidak ingin berhenti membaca. Setelah pertanyaan yang proofokatif itu, pembaca akan disajikan fakta-fakta ajaib yang sangat amat jarang ditemukan dalam penulisan sejarah. Data dan fakta itu ditulis secara jelas dan terperinci sehingga membuat saya melongo dengan suksesnya. Itu yang kedua. (Apa juga saya bilang, ini bukan buku sejarah). Setelah menemukan fakta-fakta ajaib, pembaca akan diajak untuk berpikir out of the box. Seringnya penulis memaparkan pola berpikir terbalik, dan sialnya saya selalu setuju dengan pernyataan tersebut. itu yang ketiga. Tidak cukup membuat saya jengah dengan semua itu, penulis menambahkan renungan dalam setiap babnya. Dan itu benar-benar membuat saya merenung sambil berkata “Iya, sih, seharusnya emang begini….”. See, ciri khas buku ini bukan cuma satu ternyata. Melainkan banyak, dan masih ada lagi yang membuat buku ini tidak bisa disebut buku sejarah. Apa sajakah itu? Baca sendiri.

Bandung, 15 April 2014

Nina Pradani

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun