Dan saya bisa merasakan ada keringat besar turun di belakang kepala saya (kayak kartun itu lho). Â Ini belum termasuk air kemasan yang disajikan tentu saja sekali lagi dengan alasan kepraktisan. Yang susah, saya mengajar di banyak tempat. Itu artinya saya tetap belum berhasil mengurangi produksi sampah plastik saya. Hiks. Seandainya semua institusi mengikuti anjuran Bu Mentri untuk tidak menggunakan air dalam kemasan juga mengikuti anjuran saya untuk memakai piring.Â
Saya masih berharap akan ada lebih banyak orang lagi yang merasa berdosa ketika berplastik. Saya juga berharap suatu saat akan ada pembalut dan popok yang bisa terurai alam dengan cepat. Ngeri juga melihat waktu penguraian popok dan pembalut yang tidak sebentar, sampai pemakainya menopause belum teruai.
Semoga tulisan ini bisa mengajak banyak orang untuk ramai-ramai bertobat dalam konteks penggunaan plastik. Sebab apa yang ada di bumi ini tidak lenyap begitu saja. Bukankah kita sudah lewat masa di mana kita hanya menutup muka ketika bermain petak umpet?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H