Mohon tunggu...
Yeni Fitriani
Yeni Fitriani Mohon Tunggu... -

mahasiswa Universitas Wahid Hasyim Semarang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Taman Cinta-Nya

1 Juni 2013   12:33 Diperbarui: 24 Juni 2015   12:41 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Nantikan aku di hatimu. Hanya dalam beberapa hari, aku akan memekarkan bunga warna-warni yang selalu kusiram dengan air paling jernih yang kuambil dari palung paling dalam dari sungai-Nya.

Aku sangat yakin kau adalah pemuda yang tak mudah bercinta, atau bahkan tak mengenal cinta. Tapi dari caramu menatapku, ada sebutir benih cinta yang masuk dalam hatiku. Ah, mungkin saja kau berpura-pura untuk tidak menunjukkan cinta itu padaku. Akupun akan berpura-pura untuk tidak mengetahuinya.

Akan ku gambarkan kisahku ini seperti sebuah taman, taman yang dihiasi beribu macam bunga, dan dikelilingi oleh sungai yang jernih airnya, mengalir lembut menyirami taman indah pesona dariNya.

Tapi ini baru permulaan. Benih yang kudapatkan darimu akan kujaga, kutanam didasar tanah yang subur. Dan kemudian akan kumintakan air yang paling jernih dari Yang Maha Kuasa untuk menyiraminya. Kau tak perlu bersusah payah untuk merawatnya. Cukup sesekali kau menyapanya dengan untaian doa. Biarlah aku yang merawatnya dan Allah yang akan menjaganya. Hanya dalam beberapa hari aku akan memekarkan bunga warna-warni yang selalu kusiram dengan air paling jernih yang kuambil dari palung paling dalam dari sungaiNya. Dan akan kubawakan untukmu sebagai hadiah buah benih yang kau tanamkan dihatiku.

Aku selalu bermimpi tamanku akan dihiasi dengan tarian bidadari surga yang akan menjaga sebutir benih yang kau bawa. Dan kelak, benih itu akan tumbuh menjadi beribu bunga bermekaran yang semerbak wanginya. Kemudian kita berjalan ditengah taman bunga diiringi dengan tarian bidadari surga yang kian lama singgah ditaman kita. Kau menggenggam jemariku sembari berkata “Ya Khumairoh, sebentar lagi kita akan sampai pada pintu menuju rumahNya”

Dan akupun tersenyum sipu mendengar ucapanmu. Merasa diperlakukan seperti Siti Aisyah, istri tercinta Rosulullah. Dan akupun tahu kau ingin memujiku seperti Beliau memuji istri tercintanya. Karena itulah aku tertunduk, tersenyum sipu padamu.

Aku selalu bermimpi kita bisa bersama mengetuk pintu Rumah-Nya. Dan kita akan bersama memandang Indah wajahNya. Kita akan bersama bersujud di atas sajadah cinta dari-Nya. Dan kitapun akan bersama-sama bertemu dengan kekasihNya yang selama ini kita dambakan, selama ini kita rindukan.

Ah, rasanya aku terlalu berlebihan kala itu. Hanya sekedar bermimpi disiang bolong. Lagipula hanya wanita yang seumur hidupnya penuh noda. Hingga terlihat jelas kerak noda yang hitam kelam tanpa cahaya. Tak dapat kusangka, pertemuan denganmu meluapkan berjuta kebahagiaan. Sepertinya Allah memang sengaja mengantarkanmu untuk menemuiku. Hanya sekedar menemui, akupun tak berani berharap lebih. Mungkin ada maksud tertentu dibalik semua itu. Atau mungkin Allah memang tak tega melihatku tersesat terlalu dalam.

“ Ah, apapun maksudNya yang jelas Allah begitu istimewa.” Kata hatiku menyertainya.

Masih teringat jelas lantunan lagu syahdu yang kerap kali kau nyanyikan untukku. Seolah ingin selalu mengingatkanku pada Sang Kekasih Pembawa Kabar Gembira. Akupun bergegas mengikutimu.

Kadang diriku girang ketika kau sematkan kata mutiara padaku, “cukuplah hanya Allah dalam hatimu”.

Sempat pula aku berfikir banyak tentangmu, “Malaikat darimanakah yang biasa kutemui dalam mimpiku?”

Ini bukan cinta. Ketahuilah ini bukan cinta. Tapi ini sebuah mukjizat dari Yang Maha Mencintai. Aku telah menyerahkan sepenuh hatiku untuk-Nya. Dan aku percaya kaupun begitu sejak lama. Jadi biarlah Dia sematkan cinta kelak pada waktunya. Aku tak ingin memilikimu, itu terlalu mustahil bagiku. Aku hanya ingin kelak berjalan beriringan denganmu menemui Robb ku.

Aku pernah menemuimu sekali dalam buah tidurku. Wajahmu samar, aku hampir tak mengenalinya. Kau mendekatiku, pandanganmu tajam. Ketika itu pula aku mendengar bisik suaramu menghampiriku “lanjutkan niatmu, aku tak ingin menjadi setan dalam hidupmu, biarkan aku menjadi malaikat saja untukmu”

Seketika aku tertegun dengan ucapanmu. Bibirku serasa gagap menjawabnya,

“Tanpa kau mintapun, kau akan selalu menjadi malaikat dalam hidupku”

Aku tak tahu, entah itu hanya omong kosong ataukah ketulusan hati. Tapi saat itu, kalimat itulah satu-satunya yang ingin kusampaikan padamu. Entah kau mendengarnya atau tidak. Aku berharap kau tak pernah mendengarnya. Biarlah hatiku yang tahu. Tapi sekali lagi, ini bukan cinta. Kau tak usah takut. ini hanya benih yang kudapat darimu untukNya. Benih cinta untukNya.

***

Pertemuan kita memang secara tiba-tiba dan tak terstruktur. Hanya sebatas saling melempar kabar lewat mobile phone warna putihku. Kaupun belum sempat menyebutkan nama.

Tak usah kau sebutkan nama, aku takut hatiku lebih mengenalmu daripada diriku sendiri. Kadang pula aku sempat berfikir untuk tak usah dekat-dekat denganmu, karena toh pada akhirnya kau-aku akan saling menjauh. Pun tak usah senyum pada perjumpaan kita, sebab kelak nanti kita akan memisahkan diri, lantas membawa sepi masing-masing, saling bertolak menjadi orang-orang paling asing. Kau-aku berbalas diam, kembali tak saling mengenal..!!!

Itulah yang paling menyayat hati ketika perjumpaan tengah menanti diambang pintu. Pastilah perpisahan akan menjelma menjadi setan jahat yang akan memusnakannya. Tak apalah, kita punya Allah. Aku berharap ini adalah silaturahim dariNya untuk kita, hingga tak ada kata perpisahan pada perjumpaan kita.

“Hay, mengapa kita tak masuk saja ke taman indah yang selama ini kita rajut?” hatiku kadang berbisik sendiri, seolah melontarkan percakapan pada kedua malaikat pencatat amal.

Seketika mereka membentakku,

“HAII, bukankah kau tak menginginkan cinta dunia??? Bukankah impianmu hanya ingin bergandengan tangan dengannya menuju RumahNya?? Dan kemudian memandang keindahan Robb mu dengannya??”

Hatiku masih penasaran dengan ucapan para malaikat itu, hingga aku berjalan mendekatinya seraya membisikkan percakapan,

“Mengapa harus menunggu hingga diujung usia??”

Malaikat berjubah putih itu seperti menyembunyikan marah padaku, tetapi lontaran katanya semakin lembut,

“Bukankah tidak ada yang paling nikmat kecuali kesabaran akan menemuiNya, Robb mu yang selama ini kau dambakan?? Sabarlah, Robb mu tengah menghiasi taman indahmu, sehingga kau akan serasa disurga ketika nanti berjalan bersama pemuda impianmu”

Aku tertegun malu,

“bukankah tak ada sesuatu yang indah kecuali bertemu dengan Robb ku?”kataku menambahkan. “Aku tak pantas disurga, surga adalah tempat suci orang-orang pilihan. Biarlah Jahannam menjadi tempatku jika Robb ku Ridho terhadapku. Aku hanya ingin memeluk Robbku, menyampaikan terimakasih atas segala cintaNya.”

Seketika itu mereka diam, dan hatiku pun berontak, “haaii, kau terlalu jauh berimajinasi!!!”

Aku bukan sekedar berimajinasi, tetapi sedang tengah bermimpi. Bermimpi diluar batas akal sehatku. Bagaimana tidak? Coba kalian pandang diriku. Hanya wanita tak berdaya yang selama hidupnya menjadi santapan bujuk rayu syetan. Tak sepantasnya aku meminta Robb ku Yang Maha Suci untuk menampakkan keindahanNya padaku. Tetapi aku pun merasa tak muluk-muluk dalam bermimpi. Aku tidak seperti mereka yang siang malam beribadah menginginkan surga, atau bahkan mengadu padaNya untuk dijaga dari siksa api neraka. Aku tak seperti mereka pula yang dikala siang berpuasa untuk mendapatkan derajat tertinggi disisi-Nya, pun tak seperti mereka yang dikala malam selalu komat-kamit berdzikir memuji-Nya untuk mendapatkan kekayaan dunia dan akhirat.

Aku sadar atas diriku yang hanya bisa berjalan atas ijin-Nya. Karena cinta-Nya lah aku hidup. Dan itu adalah sebuah nikmat yang istimewa bagiku. Bagaimana tidak???Bagaimana bisa diriku berpijak disini jika bukan karena cinta-Nya?? Bahkan dalam keterpurukanku tenggelam dalam dosa, Dia masih merawat dan menjagaku setiap waktu. Betapa tak pantas jika aku harus memaksa-Nya untuk memberikan surga-Nya padaku. Betapa tak pantas jika aku meminta derajat tertinggi disisiNya. Betapa tak pantas pula jika diriku berdzikir hanya untuk kekayaan dunia akhirat?? Bukankah cinta-Nya adalah sebuah kekayaan besar yang tiada tandingan??

Aku hanya ingin menemui-Nya sembari berkata “Ya Robb ku tercinta, Tuhan Penguasa Jagad Raya, hamba datang bersama lumuran dosa dan hanya membawa segenggam cinta. Terimalah genggaman cinta dari diri yang hina ini Duhai Robb ku. Kerinduanku sudah tak mampu kutahan lagi, Diri-Mu ada dalam tiap aliran darahku, cinta-Mu sudah mendarah daging dalam tubuhku, maka ijinkanlah diri yang hina ini memeluk-Mu Duhai Tuhanku, ”

Dari situlah hatiku mulai berkelana. Berharap kelak ada seseorang yang mengantarkanku menemui-Nya. Dan dalam doaku, kuingin kau yang mengantarkanku menatap-Nya, sehingga kita bisa bersama memandang keindahan Haqiqi pada diri-Nya, Robb ku tercinta. Insya Allah. Tentu kau tahu sebab kenapa diriku memilihmu. ^__^

“wahai kau pemuda tampan pilihan Robb ku, sesekali sapa dan jenguklah taman yang kita rajut, kelak ajaklah aku menemui Robb ku tercinta”

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun