Mohon tunggu...
Nina Nisrina Firdausi
Nina Nisrina Firdausi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Vet Student | amateur writer

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Forensik Veteriner untuk Pelestarian Satwa Liar

31 Desember 2024   18:35 Diperbarui: 31 Desember 2024   18:32 10
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Perburuan ilegal dan perdagangan satwa liar menjadi ancaman nyata terhadap keberlangsungan keragaman hayati di seluruh dunia. Perdagangan satwa liar menjadi penyebab utama kelangkaan dan kepunahan spesies. Aktivitas ini tidak hanya merugikan ekosistem, tetapi juga berdampak pada potensi pendapatan wisata, serta gangguan sosial dan ekologi yang ditimbulkan oleh kelompok pemburu. Kejahatan satwa liar ini sering kali melibatkan jaringan internasional yang cukup kompleks, sehingga memerlukan pendekatan multidisiplin untuk mengungkap dan menghentikan kejahatan tersebut. Organisasi internasional seperti Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) dan Lembaga konservasi lainnya terus berupaya dalam mengatasi masalah tersebut, tetapi kompleksitas kasus seringkali menghambat penegakan hukum.

  Di saat inilah, forensik veteriner memainkan peran penting. Cabang ilmu ini memadukan kedokteran hewan dengan teknik forensik untuk mengungkap kejahatan yang melibatkan satwa liar. Metode yang digunakan mencakup analisis DNA, identifikasi spesies, menelisik penyebab kematian, serta pengumpulan bukti fisik untuk mendukung proses hukum. Dalam kasus perdagangan satwa liar, forensik veteriner dapat mengidentifikasi asal-usul hewan, pola perburuan, serta mengungkap jaringan kriminal yang terlibat. Dengan menganalisis bagian tubuh seperti bulu atau kulit, ahli forensik dapat menentukan spesies dan asal geografis satwa tersebut, sehingga membantu penegak hukum untuk menelusuri jalur perdagangan illegal.

Analisis DNA

Dalam kasus perburuan satwa liar, DNA forensik dapat membantu mendeteksi pelaku kejahatan, melacak jalur perdagangan ilegal, hingga memberi informasi tentang status konservasi spesies yang terlibat. DNA utamanya digunakan untuk mengidentifikasi spesies dari bagian tubuh seperti daging, kulit, tulang, bulu, atau gading. Hal itu digunakan guna memastikan apakah spesies itu termasuk dalam daftar spesies yang terancam punah atau dilindungi. Selain itu DNA juga dapat digunakan untuk memberitahu status geografis hewan yang diburu. Dengan ini ahli forensik bisa mengidentifikasi dan memetakan jaringan perdagangan illegal satwa liar. DNA dapat digunakan untuk membangun profil genetik dari hewan yang diburu atau dari sampel yang ditinggalkan oleh pemburu dengan membandingkan profil DNA yang ditemukan di TKP dengan data DNA hewan yang dilindungi, otoritas dapat melacak jejak perdagangan ilegal. Selain itu, teknik pengumpulan sampel DNA dari kotoran hewan atau bekas jejak darah yang ditemukan di area perburuan ilegal dapat membantu mengidentifikasi satwa yang telah diburu dan memperkuat kasus terhadap pelaku perburuan.

Analisis Penyebab Kematian

Analisis penyebab kematian pada perburuan liar atau perdagangan illegal berfokus pada identifikasi bukti fisik yang menunjukkan adanya keterkaitan manusia pada kematian satwa liar. Pada kasus perburuan liar biasanya pemburu sering menggunakan perangkap atau senjata api. Ahli forensik dapat mengidentifikasi senjata apa yang digunakan dengan mengidentifikasi luka pada tubuh hewan. Apakah luka tersebut akibat tembakan atau tekanan dan gesekan akibat perangkap. Tak hanya itu, kasus perburuan liar biasanya menggunakan racun untuk membunuh hewan dengan meletakkannya di tempat yang strategis seperti makanan atau air yang akan dikonsumsi hewan target. Forensik veteriner dapat mengidentifikasi racun jenis apa yang digunakan dengan memeriksa organ dalam, darah, atau jaringan untuk mengungkap jejak bahan kimia berbahaya.

Sama halnya pada kasus perdagangan illegal, satwa liar sering kali dibunuh untuk diambil bagian tubuhnya yang berharga seperti kulit harimau, gading gajah, atau cula badak. Hal itu dapat diidentifikasi ahli forensik dengan bukti yang menunjukkan pemotongan bagian tubuh. Satwa liar juga kerap kali ditangkap hidup-hidup guna dimanfaatkan dalam aktraksi wisata. Karena hal itu biasanya hewan akan mengalami trauma fisik akibat cara penangkapan. Selain dimanfaatkan dalam atraksi wisata, para pemburu juga biasanya melakukan penyelundupan dan perdagangan antarnegara yang dapat melibatkan pemalsuan dokumen untuk menyembunyikan asal-usul satwa liar. Namun, ahli forensik memiliki metode untuk mengidentifikasi berdasarkan karakteristik tubuh atau sampel untuk membantu pihak berwajib melacak rute perdagangan.

Pengumpulan Bukti Fisik

Menganalisis penyebab kematian juga menjadi bagian pengumpulan bukti fisik. Untuk mengungkap penyebab kematian biasanya dilakukan autopsi, dengan begitu para ahli bisa mengambil sampel toksinologi dan DNA untuk dibawa ke pengadilan. Sebelumnya juga akan ada pemeriksaan di lokasi kejadian, tim forensik akan mengidentifikasi jejak-jejak yang mungkin ditinggalkan oleh pelaku seperti jejak kaki, bekas kendaraan, atau barang yang tertinggal. Barang-barang seperti perangkap, senapan, atau panah akan dicatat dan diidentifikasi ahli untuk melacak asal usulnya. Tak jarang barang seperti kantong kulit atau tas digunakan pemburu untuk membawa bagian tubuh hewan. Barang-barang itu akan disita dan diperiksa sebagai bukti di pengadilan nanti.

Studi Kasus

Kasus perdagangan kulit harimau di Thailand pada tahun 2018 menjadi salah satu kasus perdagangan satwa liat terbesar di Asia Tenggara. Kejadian ini bukan hanya melanggar hukum tetapi juga mengancam kelestarian harimau di alam liar. Ini berawal pada Januari 2018 di mana pihak berwenang Thailand mendapat informasi bahwa terdapat perdagangan ilegal bagian tubuh harimau dan diselundupkan ke pasar gelap. Hingga pihak berwenang termasuk otoritas kehutanan dan polisi mulai menggerebek wilayah timur laut Thailand, tepatnya pada provinsi Chaiyaphum. Dalam penggerebekan ini pihak berwenang menemukan kulit, tulang, dan kuku harimau. Setelah diselidiki lebih lanjut, pihak berwenang menemukan bahwa kulit harimau berasal dari hewan liar yang dibunuh secara ilegal. Berdasarkan bukti-bukti temuan, penyelidikan mengarah pada kemungkinan adanya jaringan perdagangan internasional yang melibatkan penyelundupan dan perdagangan ilegal bagian tubuh harimau. Proses penyelidikan ini menunjukkan bahwa kulit harimau bukan hanya berasal dari perburuan liar, tetapi juga melibatkan perdagangan antarnegara. Hingga pada April 2018, polisi berhasil menangkap beberapa orang tersangka yang diduga memiliki hubungan jaringan yang lebih besar. Beberapa pelaku juga berusaha menyelundupkan kulit harimau untuk dikirim ke negara lain dan dijual di pasar gelap.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun