‘Rosa,’ tidak ada yang tidak kenal namanya. Penyanyi bernama lengkap Sri Rosa Roslaina Handiyani ini tidak hanya terkenal di negeri sendiri namun juga tenar di beberapa negara tetangga. Perempuan kelahiran Sumedang pada tanggal 9 Oktober 1978  tersebut telah merilis Sembilan album sejak memulai karirnya delapan belas tahun yang lalu. Single debutnya dirilis tahun 1995 dengan hits berjudul ‘Nada-Nada Cinta’ merupakan tonggak awal akan eksistensi Rosa di dunia tarik suara tanah air. Selain berkiprah sebagai penyanyi papan atas, Rosa juga berhasil menyelesaikan pendidikan Strata-1 di salah satu universitas negeri bergengsi di tanah air, universitas Indonesia. Hingga kini Rosa merupakan salah satu dari sedikit soloist perempuan Indonesia yang mendapatkan pengakuan ‘diva’ dari masyarakat Indonesia dan jutaan pengagumnya di Malaysia dan Brunei.
Gambar 1. Screen Shoot lagu ‘Nada-nada cinta’ yang dipopulerkan oleh Rosa pada debut pertamanya di tahun 1995 (sumber:http://www.youtube.com/watch?v=Gy4P-IWdho4, diunduh 6 April 2013 )
Saat ini nama Rosa kembali menjadi perbincangan masyarakat Indonesia. Hal ini bukan karena kapasitasnya sebagai penyanyi, namun karena kedudukannya sebagai salah satu  ‘Guru’ dari kontestan XFI  bernama Fatin Shidqia. Kemampuan Rosa dalam olah vokal tidak perlu diragukan lagi, namun kiprahnya dalam mendidik calon penyanyi masih diperlukan uji lanjutan. Sebagai gambaran bisa kita bandingkan dengan pengalaman 3 juri lain XFI yaitu Ahmad Dhani, Anggun, dan Bebi Romeo yang diluar kapasitasnya sebagai penyanyi, ketiganya juga terkenal komposer, pencipta lagu, produser, dan pemandu bakat.
Menjadi mentor merupakan tantangan baru buat Rosa, terlebih dia bertanggungjawab akan perkembangan  dan kemajuan penampilan salah satu peserta yang menjadi idola seluruh masyarakat Indonesia. Bully berjamaah akan dengan sangat mudah akan ditujukan kepadanya. Meskipun Bully merupakan tidakan yang tidak bisa diperbolehkan apalagi ditoleransi, namun dalam kenyataan di masyarakat hal tersebut merupakan hal umum. Bully tidak hanya terjadi di dunia musik, namun juga terjadi di dunia olah raga. Contoh sangat nyata bisa kita lihat dari sikap tidak dewasa sebagian besar supporter sepak bola Indoensia terhadap pelatih timnas. Tim yang dibentuk hanya beberapa hari menjelang laga internasional tersebut harus selalu menang. Jika kalah, maka hujatan akan langsung dialamatkan pada sang pelatih. Tidak ada alasan apapun yang bisa diterima karena kekalahan tersebut. Bahkan dengan sangat mudah dan cepatnya sang pelatih akan diganti seperti layaknya penggantian permainan bongkar pasang dan lego.
Peserta XFI bisa diibaratkan sebagai murid pada kelas akselerasi. Seluruh kontestan yang terpilih sampai final merupakan yang terbaik berdasarkan pilihan juri. Tantangan Rosa dimulai ketika melatih Fatin, seorang remaja muda yang tidak pernah kursus vocal, namun memiliki karakter suara yang unik. Kemampuan rosa dalam mentransfer ilmu kepada Fatin diuji mulai dari sini. Jika Fatin dilatih oleh ketiga juri lainnya dan mengalami progress yang luar biasa, tentu merupakan hal yang biasa. Hal tersebut dikarenakan  juri lainnya memiliki jam terbang yang tinggi dalam mementori calon musisi.  Ahmad Dhani dan Bebi Romeo telah berhasil mengorbitkan beberapa penyanyi yang eksistensi bintang orbitannya juga diakui di negeri ini.
Tantangan Rosa yang minim pengalaman sebagai ‘guru’ tersebut adalah menjawab keraguan masyarakat akan kemampuannya dalam memandu bakat  Fatin untuk tampil optimal dalam setiap gala show. Jeda singkat antar gala serta keharusan untuk membawakan lagu baru sesuai tema gala merupakan tantangan berat yang harus ditaklukkan Rosa. Minimya jam terbang tampil di panggung dan tidak adanya basic latihan vokal sang anak didik bernama Fatin juga merupakan tantangan berat lainnya. Hasil didikan Rosa bisa kita lihat dari penampilan Fatin di setiap Gala. Selama kurang lebih tujuh minggu dengan tujuh kali penampilan Fatin di setiap Gala Show, Rosa telah berhasil mentrasfer ilmu yang dimilikinya pada anak didiknya tersebut.
Trasfer ilmu yang diberikan Rosa tidak hanya hal-hal teknis, namun juga hal-hal yang non teknis. Kejelian Rosa dalam mengubah dua kata dari syair lagu It Will Rain merupakan salah satu contohnya.  Hal tersebut menunjukkan betapa detail-nya Rosa menghindari  kontroversi akibat dampak dari dua kata syair asli lagu tersebut. Faktor non-teknis lainnya adalah sikap Fatin yang menjadi sorotan bagi sebagian pemirsa layar kaca dalam menjawab pertanyaan juri. Kejelian Rosa sekali lagi terlihat hasilnya. Fatin berhasil merespon juri dengan sikap yang lebih positif di Gala Show ke tujuh minggu lalu.
Sebagai seseorang penikmat musik hanya berdasarkan telinga dan hati, saya merasa tidak kompeten untuk menilai kemajuan Rosa dalam hal  transfer ilmu olah vocal kepada anak didiknya ini. Subyektifitas saya akan sangat berperan disini karena saya mendeklarasikan diri sendiri sebaga Fatin-Lover.  Bagi fatinistics seperti saya, semua yang dinyanyikan Fatin selalu indah dan enak didengar. Bahkan beberapa lagu Fatin telah berhasil mengaduk-aduk emosional saya pada tingkatan tertinggi. Namun sebagai seseorang yang telah lama merasakan ‘Sekolah Kehidupan’, ada tiga hal yang bisa dipakai sebagai bahan renungan dari metode transfer ilmu ‘Sang Guru Rosa’ kepada anak didiknya bernama Fatin Shidqia ini.
1. Komunikasi Dua Arah antara Guru-Murid Menumbuhkan Rasa Aman dan Nyaman
Situs online banyak yang memberitakan tentang kedisiplinan Rosa meluangkan waktu untuk anak didiknya, yaitu kontestan dengan kategori ‘Girls’ di X Factor. Trasfer ilmu secara reguler merupakan salah satu kunci keberhasilan penyampaian  materi. Banyaknya kuantitas tatap muka antara guru dengan anak didik secara tidak langsung akan menyebabkan kedekatan emosional antar keduanya. Setelah tumbuh rasa ‘nyaman’, maka sang anak didik akan merasa aman untuk mengeluarkan permasalah dan kendala yang dihadapi. Setelah terjadi kominikasi dua arah tersebut,  anak didik akan lebih mudah memahami dan menyerap ilmu yang diajarkan  sang guru, dan gurupun akan lebih mudah menyampaikan pokok isi pelajarannya pada murid.
Salah satu contoh dari kedekatan emosional antara Rosa dan fatin adalah ketika Fatin bersedih saat Ilusia tereliminasi. Â Rosa berhasil menenangkan Fatin dan menghibur anak usia 16 tahun yang bersedih karena kehilangan teman dekatnya. Bagi anak seusia Fatin, kehilangan teman dekat merupakan permasalahan serius. Rosa telah berhasil memposisikan diri dengan sagat baik dan berperan sebagai teman, kakak, dan orang tua Fatin disaat frekuaensi pertemuan Fatin dengan orang-orang yang dicintainya tersebut minin. Dedikasi kontinyuitas waktu dan frekuensi pertemuan dengan anak didiknya tersebut belum tentu dimiliki oleh juri lain.
2. Â Bertanggung Jawab Dan Konsekuen Dengan Ajarannya
Setiap Guru memiliki metode yang berbeda dalam mentrasfer ilmunya. Begitu juga dengan Rosa. Niat baik Rosa dengan mengajarkan Fatin agar mengeksplorasi kemampuan dengan menyanyikan lagu diluar ‘zona nyaman’ suaranya, mendapatkan kecaman dan kekecewaan dari banyak fihak. Kecaman tersebut juga berasal dari koleganya sesama juri XFI. Penampilan Fatin di Gala Show pertama sampai ketiga dikategorikan oleh Juri bebi Romeo kurang optimal dikarenakan kesalahan memilih lagu. Pada Gala Show yang ke-empat, Bebi Romeo masih juga berkomentar sama.
Saya sangat shocked menyaksikan kritikan ‘salah lagu’ yang dilontarkan Bebi Romeo dalam suatu acara yang sifatnya ‘live-show’. Mengomentari ‘salah lagu’ berarti sama saja menuduh gurunya tidak kompeten. Lebih parah lagi, kritik tersebut disampaikan secara langsung dan disaksikan oleh masyarakat se Indonesia Raya. Analog yang paling mudah adalah hal tersebut sama artinya jika ada murid yang gagal dan tidak naik kelas, maka kesalahan mutlak dan yang disalahkan adalah gurunya. Padahal kegagalan murid tersebut masih debatable. Pengumuman itu disampaikan oleh kepala sekolah dalam rapat wali murid yang dihadiri oleh guru tersebut. Bebi Romeo memiliki banyak  kesempatan secara private untuk menyampaikan masukan dan kritikannya kepada Rosa, namun secara etika tidak dibenarkan menyampaikannya dalam acara ‘live’.
Kesabaran Rosa mencapai limit terendah di Gala Show ke empat, ketika melihat Fatin secara mental ‘down’ diatas panggung ketika dikritik Bebi Romeo dengan hal yang sama. Sang Guru melakukan klarifikasi atas sikap diamnya ketika koleganya meragukan kapabilitasnya sebagai pelatih.
Rosa  menyatakan bahwa Fatin masih berumur 16 tahun yang minim pengalaman, sehingga tidak bisa dibandingkan dengan kontestan lain yang sudah punya banyak pengalaman. Selanjutnya Rosa pun menjelaskan bahwa setiap Minggu Fatin harus belajar menyanyikan lagu baru dan memiliki kemauan keras untuk belajar. Rosa pun menyatakan bahwa dia menghargai apa yang Fatin lakukan dan setiap perform Fatin merupakan hal  terbaik yang Fatin lakukan. Lebih lanjut Rosa pun menambahkan bahwa dia melihat Fatin sebagai anak remaja pemilik bakat yang berusia muda dan memiliki kemauan untuk mengexplore kemampuannya tersebut dengan keluar dari ‘zona nyaman’ yang dimillikinya. Rosa pun menambahkan bahwa jika hanya 'kemenangan' yang menjadi tujuan, maka Fatin tidak perlu bersusah payah belajar sesuatu yang baru, dikarenakan Fatin selalu menang dalam setiap gala.
3. Demokratis dan Mengakui Kontribusi Tim Pengajar Sikap Demokratis Rosa sebagai Guru terlihat dari komentarnya di Gala Show 7. Dalam sesi tanya jawab juri sesudah Fatin Tampil, terungkap bahwa Fatin telah lama disarankan untuk menyanyikan lagu Mercy yang dipolulerkan oleh Duffi tersebut, namun ditolak oleh Fatin. Setelah diberikan pengertian, akhirnya Fatin pun membawakan lagu tersebut. Dan hasil akhirnya adalah pujian dari semua juri.
Rosa juga menunjukkan progress yang telah dilakukan oleh Fatin, yaitu dengan menyuruh Fatin mengulang mendemonstrasikan satu bait syair dengan suara nada tinggi yang berhasil dinyanyikan Fatin. Sebagai Guru, Rosa telah berhasil menunjukkan keberhasilan anak didiknya kepada semua fihak yang meragukan keahliannya dalam mengajar.  Rosa juga tidak serta-merta mengklaim bahwa kemajuan Fatin adalah berkat asuhannya seorang diri. Rosa bahkan dengan bangganya menyebutkan Tim Fatin, antara lain Ivanna dan Indra Aziz sebagai orang yang juga punya andil besar dalam kemajuan anak didiknya tersebut. Rosa bahkan menyampaikan terimakasih kepada Fatinistics yang selama ini juga banyak mendukung Fatin. Sikap rendah hati Rosa ini tidak kita jumpai dari mentor lainnya. Sebagai seorang ‘Guru’, sikap Rosa merupakan cerminan dari ilmu padi ,’semakin berisi semakin merunduk.’
Keberhasilan seorang pendidik adalah manakala ilmu yang dimilikinya berhasil ditrasfer dengan baik kepada anak didiknya. Seseorang yang memiliki gelar sepanjang 100 cm didepan atau dibelakang nama aslinya, atau memiliki pengalaman puluhan tahun dalam suatu bidang keilmuan bukanlah jaminan keberhasilan 'transfer of knowledge' tersebut. Rosa memberikan satu pelajaran pada kita bahwa menjadi guru itu diperlukan sikap konsisten, telaten, pengetahuan akan ilmu dasar, kepekaan, dan mengajar dengan ketulusan hati, agar ilmu yang diajarkan tersampaikan dan diamalkan.
Referensi:
http://www.youtube.com/watch?v=Gy4P-IWdho4, diunduh 6 April 2013
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H