Mohon tunggu...
Nin Yasmine Lisasih
Nin Yasmine Lisasih Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Visit my web http://ninyasmine.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Pengesahan RUU Pendidikan Tinggi & Internasionalisasi Pendidikan

14 Juli 2012   08:34 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:58 851
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Munculnya RUU PT menimbulkan pendapat dari berbagai pihak untuk membatalkan pengesahan RUU tersebut menjadi UU. Salah satu alasan keinginan pembatalan tersebut ialah kekhawatiran masuknya Perguruan Tinggi Asing (PTA) di Indonesia yang disinyalir akan berdampak pada komersialisasi pendidikan dan kastanisasi pendidikan. Dengan disahkannya RUU PT menjadi UU PT pada hari Jumat tanggal 13 Juli 2012 kemarin, banyak para pihak yang mengkritisi dan mendesak untuk melakukan Judicial Review terhadap UU PT tersebut.

Pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional telah diatur mengenai penyelenggaraan pendidikan asing yang menggariskan bahwa sistem pendidikan Indonesia bersifat terbuka dan secara tidak langsung mendukung liberalisasi jasa pendidikan. Dengan masuknya PTA-PTA di Indonesia, menimbulkan berbagai macam permasalahan yang sejauh ini belum terpecahkan dengan jelas. Berikut argumen saya mengenai permasalahan seputar PTA yang menyelenggarakan pendidikan asing tersebut.

Sebenarnya penyelenggaraan pendidikan asing tersebut ditujukan untuk siapakah?

Perihal pendidikan asing dalam Pasal 65 ayat 1 UU Sisdiknas diatursebagai berikut:

1.lembagapendidikanasingyangterakreditasiatauyangdiakuidi negaranyadapatmenyelenggarakanpendidikandiwilayahNegaraKesatuanRepublikIndonesiasesuaidenganperaturanperundang-undanganyangberlaku.

2.lembaga pendidikan asing pada tingkat pendidikan dasar dan menengah wajib memberikan pendidikan agama dan kewarganegaraan bagipesertadidik warga negaraIndonesia.

3.penyelenggaraan pendidikan asing wajib bekerja sama dengan lembaga pendidikandiwilayahNegaraKesatuanRepublikIndonesiadengan mengikutsertakantenagapendidikdanpengelolawarganegara Indonesia.

4.kegiatanpendidikanyangmenggunakansistempendidikannegaralainyangdiselenggarakandiwilayahNegaraKesatuanRepublikIndonesiadilakukansesuaidenganperaturanperundang-undangan yangberlaku.

5.ketentuan mengenaipenyelenggaraanpendidikanasingsebagaimanadimaksudpadaayat(1),ayat(2),ayat(3),danayat(4)diaturlebihlanjutdenganperaturanpemerintah.

Dibukanyakesempatanyangluasbagipendidikanasing merupakanbuahdaripemikiranliberalisasipendidikan yangdicetuskan oleh WTO. Meskipunpada Pasal 65 ayat (2) menyatakan bahwa kegiatan pendidikan asing selain ditujukan untuk peserta didik warga negara asing juga ditujukan untuk warga negara Indonesia, namun pada prinsipnya penyelenggaraan pendidikan asing tetap ditujukan untuk peserta didik warga negara asing. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 64 UU Sisdiknas yang menyatakan:

“Satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh perwakilan negara asing wilayah negara KesatuanRepublikIndonesia,bagipesertadidikwarganegaraasing,dapat menggunakanketentuanyangberlakudinegarayangbersangkutanataspersetujuan Pemerintah Republik Indonesia.”

Pada Pasal tersebut menyebutkan bahwa penyelenggaraan pendidikan asing diperuntukkan bagi peserta didik warga negara asing, namun jika ada warga negara Indonesia yang ingin menempuh pendidikan melalui penyelenggaraan pendidikan asing, maka warga negara Indonesia tersebut berhak untuk menempuh penyelenggaraan pendidikan asing tersebut, hal ini berdasarkan pada Pasal 31 UUD 1945 yang menegaskan bahwa setiap warga negaraberhak mendapatpendidikan sehingga warga negara Indonesiapun berhak untuk mengenyam pendidikan yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan asing di Indonesia.

Mengapa harus ada praktik penyelenggaraan pendidikan asing di Indonesia? Jika berdampak buruk, dapatkah dihindarkan?

Munculnya penyelenggaraan pendidikan asing di Indonesia oleh sejumlah PTA yang dsebut dengan mode of supply jenis commercial presence, akhir-akhir ini mulai marak dilakukan. Pada praktik berbagai negara, masuknya commercial presence sebagai investasi asing tidak pernah terlepas pembahasannya dari prinsip Most Favoured Nation (MFN). Hal tersebut ditunjukkan dengan dimasukkannya prinsip ini pada hampir semua regulasi domestik negara-negara terkait hukum investasi internasional.

Mengacu pada prinsip MFN, maka suatu negara harus memperlakukan penyedia jasa commercial presence dari negara anggota lain, tidak kurang (non less favourable) dari perlakuannya kepada pemasok jasa negara anggota lainnya. Demikian juga terkait kehadiran PTA, negara anggota yang tidak membuat pengecualian terhadap prinsip MFN untuk perihal ini, maka harus memberi hak masuk yang sama bagi semua pemasok PTA dan memperlakukan mereka dengan tindakan yang adil baik menyangkut pelaksanaan pendirian, akuisisi, pengoperasian, manajemen, dan pengembangan/perluasan jaringan.

Namun liberalisasi jasa pendidikan dengan mode commercial presence ini dinilai hanya akan membawa komersialisasi dalam dunia pendidikan. Permasalahan lainnya dalam komersialisasi sektor jasa pendidikan adalah bagaimana penilaian atau akreditasi bagi ijazah yang dikeluarkan penyedia jasa pendidikan tertentu dapat diterima dan dipakai di negara lain.

Perlu kita ketahui bahwa pada dasarnya PTA tidak boleh membuka cabang di Indonesia, yang diperbolehkan ialah PTA tersebut menyelenggarakan pendidikan asing dengan menjalin kerja sama dengan Perguruan Tinggi atau Lembaga di Indonesia. Kerja sama tersebut antara lain dalam bentuk kontrak managemen, dual degree dan transfer kredit sebagaimana dijelaskan dalam PP Noor 17 tahun 2012 tentang Pedoman dan Penyelenggaraan Pendidikan

Mengapa harus dalam bentuk kerja sama? Karena ini merupakan proteksi kepentingan nasional itu sendiri. Jadi PTA tidak boleh semena-mena membuka cabang lalu menyelenggarakan pendidikan di Indonesia.

Lalu mengapa kita tetap harus memperbolehkan PTA tersebut menyelenggarakan pendidikan asing di Indonesia sekalipun dalam bentuk kerja sama? Bukankah hal tersebut hanya akan menimbulkan kesenjangan antara PTA dengan Perguruan Tinggi lainnya terutama Perguruan Tinggi Swasta (PTS) yang akan tersaingi dengan penyelenggaraan pendidikan asing oleh PTA tersebut? Selain itu, bukankah penyelenggaraan pendidikan asing tersebut akan berdampak pada komersialisasi pendidikan sehingga tidak semua warga negara Indonesia dapat menikmati pendidikan asing tersebut?

Mari kita kembali ke posisi negara kita sebagai anggota World Trade Organization (WTO). Dengan telah diratifikasinya Perjanjian World Trade Organization (WTO) oleh Indonesia dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tanggal 2 November 1994 tentang pengesahan (ratifikasi) “Agreement Establising the World Trade Organization”, maka Indonesia secara resmi telah menjadi anggota WTO dan semua persetujuan yang ada di dalamnya telah sah menjadi bagian dari legislasi nasional. Salah satu dari 15 perjanjian WTO ialah GATS (General Agreement On Trade In Service) yang meletakkan aturan-aturan dasar bagi perdagangan internasional di bidang jasa. GATS memiliki 12 cakupan perdagangan jasa dan sektor pendidikan adalah salah satu sektor yang harus diliberalisasi dalam perjanjian GATS tersebut.

GATS memiliki dua bagian penting meliputi framework agreement yang mencakup aturan main yang berlaku secara umum bagi semua sektor di bidang jasa dan Schedule of Specific Commitments, yang berisi daftar komitmen yang disusun oleh masing-masing penyedia jasa asing. Suatu negara yang mengadakan komitmen atas sektor jasanya mencantumkan komitmennya tersebut dalam GATS Scheduleof Commitments (SOC).

Namun sejauh ini Indonesia belum memberikan komitmen khusus terkait dengan bidang pendidikan tinggi, komitmen Indonesia dalam Indonesia Conditional Initial Offers 2005 hanya sebatas kesediaan akan membuka akses pasar di bidang pendidikan tinggi, namun kepastian pembukaan akses pasar tersebut belum dicantumkan. Pada bidang pendidikan tinggi, Indonesia hanya dapat membuka akses pasar terhadap technical and vocational education services. Penerapan pengaturan liberalisasi jasa pendidikan dilakukan denganpembatasan-pembatasan terhadap layanan jasa asing yang diatur dengan regulasi nasional yaitu UU Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional beserta peraturan pelaksanaannya, PP Nomor 17 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan dan peraturan perundang-undangan lainnya.

Komitmen Indonesia dalam Indonesia Conditional Initial Request pada higher education services untuk mode 3 (commercial presence) pada kolom akses pasar dinyatakan “See Horizontal Section and General Condition” dan pada mode 4 (presence of natural persons) dinyatakan “Unbound Except as Indicated inThe Horizontal Section and General Condition. Kemudian pada kolom perlakuan nasional untuk mode 3 dan 4 dinyatakan unbound. Arti dari status unbound tersebut ialah menyatakan bahwa Indonesia tidak memberikan komitmen apa pun terkait dengan kedua mode perdagangan jasa tersebut, Indonesia masih ingin secara bebas mempertahankan batasan-batasan akses pasar terhadap kedua mode perdagangan jasa tersebut berdasarkan regulasi Indonesia yang teridentifikasi untuk perdagangan internasional atau berdasarkan regulasi domestik Indonesia.

Berdasarkan uraian tersebut maka dapat diketahui bahwa pengaturan perdagangan jasa pendidikan di Indonesia dalam GATS terkait dengan sektor pendidikan tinggi masih belum diatur secara khusus. Indonesia belum membuat pengaturan dalam SOC terkait dengan sektor-sektor di bidang pendidikan tinggi tersebut, Indonesia hanya menyatakan memberikan, tidak memberikan komitmen, atau memberikan komitmen namun dengan syarat. Indonesia Conditional Initial Offer rancangan 2005 tersebut adalah merupakan komitmen Indonesia yang akan berlaku sebagai SOC di kemudian hari atau berperan sebagai suatu bentuk hukum yang dicita-citakan di masa yang akan datang (ius constituendum).

Permasalahan tersebut pada dasarnya telah menimbulkan suatu ketidakjelasan dalam penanganan eksistensi PTA di Indonesia. Hal ini dikarenakan selama ini perizinan pendirian PTA hanya mampu didasarkan pada sejumlah peraturan perundang-undang terkait yang telah ada yang masih bersifat umum, padahal praktik pelaksanaan suatu model pelayanan jasa di bawah naungan GATS hanya ditinjau berdasarkan komitmen suatu negara yang tercantum dalam SOC, tanpa perlu merujuk lagi pada regulasi nasional. Pada prinsipnya, GATS membedakan ketentuan pada regulasi nasional domestik suatu negara yang telah ada, dengan ketentuan yang dicantumkan dalam SOC negara tersebut kepada GATS. Terkait dengan hal ini GATS hanya memandang berdasarkan apa yang tercantum dalam SOC, bukan regulasi nasional yang sebelumnya berlaku. Akibatnya terjadi ketidakpastian hukum dalam pendirian PTA di Indonesia dan hal ini dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu yang berkepentingan seperti penyelenggaraan pendidikan asing tanpa izin dari Kemendiknas.

Adakah solusi selain menyerukan Judicial Review terhadap UU PT?

Pelaksanaan liberalisasi jasa pendidikan tinggi dan sub-sektor pendidikan lainnya haruslah dilakukan dengan bertahap dan dengan memperhitungkan kesiapan nasional kita untuk mengembangkan hubungan yang simetris dengan lembaga pendidikan tinggi negara lain. Indonesia perlu memberlakukan komitmen atas sektor jasa pendidikan dalam Schedule of Specific Commitment yang ditujukan bagi peningkatan kualitas pendidikan serta akses yang lebih baik bagi masyarakat sehingga dengan adanya komitmen Indonesia dalam SOC pada sektor pendidikan dapat menjadi pengecualian dari berlakunya prinsip Most Favoured Nation yang diatur oleh GATS.

Pengecualian tersebut harus diwujudkan dalam suatu daftar pengecualian sebagaimana diatur berdasarkan GATS, pengecualiantersebut harus mendeskripsikan tentang sektor pendidikan yang dikecualikan, alasan pengecualian, negara-negara yang menjadi subjek pengecualian dan kondisi-kondisi yang menyebabkan perlunya dilakukan pengecualian. Pemerintah juga perlu mengatur regulasi nasional yang lebih tegas dan terperinci dan memperhatikan mengenai pasal-pasal perundang-undangan mana yang harus diperbaiki serta disesuaikan dengan kebutuhan pembangunan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun