Dalam fatwa DSN tentang rahn di jelaskan bahwa pinjaman dengan menggadaikan barang dengan jaminan utang (rahn) itu di bolehkan. Dengan begitu pula meminjamkan dengan jaminan barang berharga termasuk emas di perbolehkan sebagaiman nash-nash Al Quran dan Al Hadist
Ayat Al Quran;
Artinya " jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalh kamu secara tidak tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang di pegang (oleh yang berpiutang)".
Hadist Rasulullah Saw;
Artinya "sesungguhnya Rasulullah SAW pernah membeli makanan dengan berhutang daei seorang yahudi , dan Nabi menggadaikan sebuah baju besi kepadanya". (HR bukhori dan muslim)
Fatwa di atas menjelaskan tentang fungsi Rahn sebagai jaminan yang berlaku pada akad qordh atau transaksi tidak tunai yang menjadi maksud dan tujuan di syariatkannya Rahn
Hal ini sesuai dengan standar AAOIFI yang menegaskan bahwa syarat Rahn hanya berlaku untuk akad-akad muawadhah seperti jaul beli. Oleh karena itu, rahn tidak boleh di terapkan dalam akad-akad amanh seperti mudhorobah dan musrakah kecuali jika syarat itu di gunakan sebagi bukyi komitmen mudhorib (pengelola) dan sayrik terhadap syarat yang telah di sepakati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H