Namun, ia terus berjalan. Di sepanjang perjalanan, ia mendengar suara-suara aneh, seperti bisikan-bisikan yang memanggil namanya. Beberapa kali ia merasa ada sesuatu yang mengawasinya dari balik pepohonan, tapi setiap kali ia menoleh, tak ada apa-apa.
Ketika malam tiba, Jaka mendirikan tempat berteduh seadanya di bawah pohon besar. Namun, ia terbangun karena mendengar suara gemuruh yang aneh. Ketika ia membuka matanya, ia melihat cahaya kecil di kejauhan, seperti lentera yang menari-nari di tengah kabut.
Ia mengikuti cahaya itu, meskipun hatinya dipenuhi rasa takut. Cahaya itu membawanya ke sebuah sungai kecil yang berkilauan, meskipun tak ada sumber cahaya di sekitarnya. Di tepi sungai, ada seorang wanita tua dengan rambut putih panjang, duduk sambil memainkan aliran air dengan jarinya.
"Jaka," panggil wanita itu, meskipun Jaka belum pernah menyebutkan namanya.
"Siapa kau?" tanya Jaka, mencoba menahan gemetar di suaranya.
"Aku adalah penjaga kabut ini," kata wanita itu. "Apa yang kau cari di sini?"
"Aku ingin melihat langit," jawab Jaka.
Wanita tua itu tertawa kecil. "Banyak yang datang ke sini dengan keinginan yang sama, tapi tak ada yang benar-benar tahu apa yang mereka cari. Langit bukan hanya sesuatu yang kau lihat, Jaka. Ia adalah sesuatu yang harus kau pahami."
Wanita itu lalu menunjuk ke sungai. "Jika kau benar-benar ingin menemukan langit, kau harus melompat ke dalam sungai ini. Tapi ingat, apa pun yang kau temukan, kau tak akan bisa kembali menjadi dirimu yang sekarang."
Jaka merasa ragu sejenak, tapi ia tahu bahwa ini adalah satu-satunya jalan. Dengan napas dalam, ia melompat ke dalam sungai.
Langit yang Hilang
Ketika Jaka membuka matanya, ia berada di tempat yang berbeda. Kabut telah menghilang, dan di atasnya terbentang langit biru yang luas. Awan-awan putih seperti kapas berarak dengan damai, dan matahari bersinar hangat di wajahnya.