Kepulauan Seribu adalah surga bagi para backpackers. Tapi bagiku, adalah kekhawatiran baru. Jauh-jauh hari sejak Fakultas Kedokteran tempat suamiku bekerja memutuskan untuk menghabiskan liburan akhir tahun ajaran di Pulau Tidung, salah satu pulau di Kepulauan Seribu, aku sudah mulai mencari-cari informasi mengenai pulau tersebut di internet. Dan hasilnya, sejuta kekhawatiran muncul di pihakku. Mengapa? Tak lain dan tak bukan, aku hanya takut tidak bisa menikmati liburan long week end yang indah karena terkendala oleh keterbatasan kemampuan diri yang memalukan.
Coba kulihat lagi web site-nya. Pulau Tidung merupakan kabupaten administratif kepulauan seribu, DKI Jakarta. Diperkirakan lebarnya hanya sebesar 200 meter, dan panjangnya hanya sekitar 5 KM. Apakah informasi itu yang membuat aku khawatir? Ah, bukan, tapi yang aku khawatirkan adalah paket wisatanya yang jauh banget dari kemampuanku sendiri. Pertama, bersepeda dari penginapan (homestay di rumah penduduk) berkeliling pulau. Setiap peserta sudah mendapatkan jatah masing2 satu sepeda. Kedua, paket snorkeling, melihat keindahan bawah laut. Belum lagi wahana yang ditawarkan di pantai, antara lain Banana Boat dan Jet Ski.
Bersepeda dan olahraga air. Dua hal yang tak mungkin banget aku jalani karena aku sama sekali bukan ahlinya. Dengan sangat malu aku akui, aku nggak bisa naik sepeda! :(
Berenang? Hiks...sama aja parahnya!
Jadi aku ngapain nanti disana? Bengong aja di rumah penduduk sementara yang lain bersenang-senang? Hampir stress aku mikirin ini, sampai-sampai setiba di pulau Tidung setelah menempuh perjalanan Cirebon-Muara Angke dengan bis wisata dan Muara Angke-Tidung dengan kapal boat, aku membuang beberapa menit untuk bernafas dan mengumpulkan keberanian.
Setiba di rumah penduduk yang disewakan khusus untuk kami, segelas minuman es kelapa muda berwarna merah menyambut dengan meriah. Perjalanan terasa begitu jauh dan membosankan (kami berangkat dari Cirebon jam satu malam) sehingga sesampainya di pulau aku mangira hari sudah sore, padahal baru pukul setengah sebelas siang. Bersamaan dengan welcome drink es kelapa muda itu, makan siang dengan menu ikan acar kuning juga digelar. Kebetulan, lagi laper berat! Tapi setelah makan, acara yang sedianya diagendakan yaitu snorkeling terpaksa batal karena peserta masih tepar kecapean. Sebagai gantinya, usai sholat dzuhur, agenda kami adalah bersepeda ke pantai.
Bersepeda??? Aku tak bisa menyembunyikan rasa sesal karena dari dulu tak pernah mau belajar naik sepeda. Sekarang bisa aku mengerti kenapa orang yang gak mau belajar sepeda seperti aku tuh banyak ruginya!
Dengan enggan akhirnya aku dan suami meminta sepeda yang ada boncengannya. Hikss, aku terpaksa dibonceng suamiku menuju pantai dengan jutaan kesengsaraan dan menanggung rasa malu. Untungnya nih, aku punya suami yang pengertiaaan banget. Dengan sukarela dia membonceng aku tanpa keluh kesah, malah dia sangat menikmati. Untungnya lagi, kami baru menikah semingu, jadi orang akan melihat aksi berboncengan sepeda ini sebagai unjuk kemesraan pasangan pengantin baru dalam rangka berbulan madu. :D
Padahal, sungguh asik ya kalau kita bisa bersepeda sendiri keliling pulau, sungguh asik! Aku kehilangan sensasi keasyikan itu hanya karena gak bisa naek sepeda! Jadi, yang gak bisa naek sepeda, kalau gak mau belajar dari sekarang, mending cari tempat wisata lain deh!
Tiba di pantai, puas jalan-jalan, foto-foto dan sebagainya, aku dihadapkan lagi pada realita lain, yaitu asyiknya main air. Tapi kan sekali lagi, aku gak bisa berenang. Hadoooohhh...payah bangeeet aku jadi manusia! Padahal, kalau aku berani, aku bisa main jet ski, atau banana boat tanpa takut kecemplung di laut.
Meski tahu aku tak bisa berenang, suami tercinta malah mengajakku ber-banana boat-ria bersama tiga teman wanita satu kantornya. Huuuaaa....! Antara pengen tapi takut, akhirnya aku memilih berani. Lagian, suamiku menjaga di belakang, dan kami juga memakai life jacket yang aman. Okelah, tantangan aku terima, Bismillah...