"Ibu , badanku terasa bugar sehabis kerokan,"  Itu testimoni si bungsu, ABG cowok. Katanya, tubuh lebih enteng,  pegal-pegal jauh berkurang, dan  bisa tidur pulas.
Mendengar pengakuannya, saya hanya mesem saja.  Ternyata ia memaknai senyum simpul saya, sebagai bentuk "bully" ringan.  Menyadari hal itu, dia meminta maaf karena sebelumnya sempat meremehkan kerokan.  Menolak mentah-mentah tawaran untuk dikeroki punggungnya. Dalam pidato penolakannya, antara lain dia sebut kerokan sebagai produk jadul yang tidak akan mempan mengobati  penyakit masa kini. Kerokan menurut dia hanya sugesti, karena tidak jelas proses apa yang sebenarnya terjadi dalam tubuh.
Waktu dia berkeras menolak..., saya  biarkan saja dan menyimak cicitcuit nya,  dengan diam tanpa balas.  Percuma, begitu pikir saya. Ini anak sedang capek tingkat dewa karena rangkaian kegiatan ekstrakurikuler di sekolah.  Pagi - siang - sore, malah pada  malam hari pun kadang harus begadang. Semua itu dalam rangka persiapan  lomba Defile Pramuka dan seabrek agenda OSIS di sekolah. Saya maklum jika dia merasakan sakit pada sekujur tubuhnya karena kelelahan.  So, berdebat dengannya dalam kondisi itu hanya akan menambah masalah.
Si bontot ini memang sejak kecil paling malas pergi ke dokter. Ketika nggak enak badan, dia pilih minum susu, melahap makanan favoritnya , lalu tidur. Â Istirahat total. Â Katanya, setelah semua ritual itu, tubuhnya segar sehat kembali. Tanpa sadar, dia benar-benar menerapkan prinsip Dikit-DikitJanganMinumObat.
Tetapi kali ini resep andalan rupanya tak lagi ampuh.  Akhirnya dengan malu-malu dia terima tawaran kerokan.  Dan karena belum terbiasa,  dia menjerit di hampir tiap saya goreskan koin di atas  Balsem Lang  di punggungnya.  Sambil menggerak- gerakkan kaki menahan sakit, dia terus meminta agar kerokannya pelan - pelan saja.   " Ibuuu...,  pliiis.., jangannkeras - keraaas, pekan ajaaa,  tipis ajaa,  pokoknya tipiiiis," jeritnya.  Huh,  jagoan di sekolah, ngatur ini itu, ini itu, ternyata KO  karena koin kerokan, batin saya menahan tawa.
Meskipun level kerokan hanya pelan dan tipis, tetapi punggung anakku merah kehitaman. Â Setelah selesai, saya lanjutkan mengurut pelan punggung, pundak, lengan dan kakinya dengan Balsem Lang. Rasa hangat yang meresap, Â membuatnya nyaman dan anteng . Lalu saya biarkan dia tidur sepulas-pulasnya.
Sesi Tanya Jawab
Bukan anak milenial namanya, kalau hanya pasrah terima nasib. Meskipun nasibnya baik, merasakan bugar dan sehat setelah kerokan, tetapi tetap saja, sesi tanya jawab dilaksanakan segera dan dalam tempo yang sesingkat - singkatnya ! Â Bangun tidur langsung menggamit tangan saya, mengajak ke ruang tamu untuk berdiskusi. Intinya, mencari tahu apa sebenarnya hubungan antara kerokan dengan kondisi tubuhnya yang tiba-tiba membaik.
Dan pertayaannya adalah, proses apa yang terjadi pada tubuhnya selama kerokan? Apa yang masuk ke dalam tubuh dan apa pula yang dikeluarkan? Â Dari mana asal warna merah pada punggung? Mengapa hanya punggung yang dikeroki? Dan terakhir, mengapa Balsem Lang yang Ibu pakai?
Saya belum siap menjawab nya. Maka dengan alasan sedang sibuk, saya minta tunda dulu ngobrol nya. Padahal...., begitu daftar pertanyaan selesai diajukan, saya bergerak melipir ke kamar untuk browsing mencari jawaban bocah ragil itu. Â Hehehe ...., emak-emak dilawan?!!
Meskipun sehari - hari super rajin tak pernah lelah negur anak : hayooo.... segera kerjakan PR, dahulukan PR tunda dulu main HP nya,  eee... ternyata giliran ada di posisi harus mengerjakan PR,  minta tunda juga,  ya?