[caption caption="Obat-obatan sedatif dapat menyebabkan tertidur selamanya."][/caption]
Kasus kematian karena ketergantungan obat-obatan dan atau alkohol ini memang sudah menjadi hal yang tak asing bagi dunia hiburan, khususnya industri hiburan barat. Dua diantaranya yang terpopuler yakni kasus kematian Michael Jackson (The King of Pop) karena penggunaan obat penenang, propofol, lorazapam dan midazolam) dan kasus dari Whitney Houston yang tenggelam dalam bak mandi akibat dampak penyakit jantung atherosclerotic dan penggunaan kokain.
Meskipun pekerja seni hiburan tanah air banyak pula yang tersandung kasus ketergantungan obat-obatan ataupun alkohol tetapi tak sampai berakhir dengan kehilangan nyawa, beruntungnya mereka segera mendapatkan rehabilitasi. Namun tak dapat dipungkiri, tingginya jumlah pengguna narkoba di Indonesia mengalami peningkatan dari waktu ke waktu.
Menurut laporan Badan Narkotika Nasional (BNN) jumlah pengguna narkoba di Indonesia akan terus meningkat. Tahun 2015 lalu, pengguna narkoba telah mencapai 5,1 juta orang. Angka kematian akibat penyalahgunaan narkoba mencapai 104.000 orang yang berumur 15 tahun dan 263.000 orang yang berumur 64 tahun. Mereka meninggal akibat mengalami overdosis obat-obatan yang merupakan golongan narkotika-psikotropika dan tak sedikit pula karena penyalahgunaan obat-obatan yang menimbulkan efek sedasi yang dibarengi dengan miras oplosan. Â
Hal yang paling berbahaya jika mereka mengoplos ataupun mengkonsumsi alkohol dengan obat-obatan narkotika, psikotropika dan obat dengan efek sedasi lainnya yang dapat menimbulkan efek interaksi obat yang tak dapat ditolerir.
Di Indonesia, tahun 1970 menjadi awal mula penyalahgunaan narkotika melanda, kemudian kasus kematian karena interaksi alkohol dan narkotika kian marak di tahun 2009 hingga saat ini. Oleh karenanya sangat penting untuk mengetahui potensi interaksi yang dapat terjadi pada obat-obatan golongan narkotika-psikotropika, untuk meminimalisir penggunasalahan obat (drug misuse) ataupun penyalahgunaan obat (drug abuse).
Karena di Indonesia sangat jarang didapatkan bahkan hampir tak pernah ditemui kasus yang mencakup drug misuse dandrug abuse dalam satu kasus sekaligus, kami mencoba mengulik kasus kematian seorang musisi barat yang kiranya dapat mewakili keduanya, untuk kemudian kami jabarkan interaksi-interaksi yang terjadi dari obat golongan narkotika-psikotropika yang sengaja dikonsumsinya karena tujuan medis ataupun tanpa tujuan medis.
Kematian mantan vokalis band Stone Temple Pilots dan Velvet Revolver, Scott Weiland kembali menambah deretan musisi barat yang mengakhiri usianya karena ketergantungan obat-obatan dan alkohol.
Dilansir dari CNN Indonesia(20/21), Weiland dinyatakan tewas pada 3 Desember 2015 lalu dikarenakan mengonsumsi kokain, alkohol dan ekstasi yang mengakibatkan nyawanya melayang di atas bus tur dalam kondisi sedang tidur di tengah perjalanan menuju Minneapolis bersama rekan bandnya.
Tidak hanya ketiga zat tersebut rupanya yang menyebabkan kematiannya, pihak kepolisian ternyata menemukan obat penghilang rasa sakit (Xanax), obat untuk proses rehabilitasi pasien kecanduan narkotik (Buprenorphine), obat impotensi (Viagra), dan obat untuk bipolar dan skizofrenia (Ziprasidone) yang dideritanya.
Orang-orang yang memiliki diagnosis penyakit mental seperti skizofrenia mengatakan bahwa mereka yang dengan sering mengkonsumsi obat atau alkohol untuk membantu mengatasi beberapa gejala penyakit, atau melawan beberapa efek samping dari obat. Namun kebenarannya, bahkan sejumlah kecil obat dan alkohol dapat membuat gejala psikosis semakin buruk, dan membuat pengobatan kurang efektif.