Mohon tunggu...
Humaniora Artikel Utama

Mendongenglah untuk Anak Kita

18 Mei 2015   15:14 Diperbarui: 28 November 2015   08:26 393
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14319531221308396869

[caption id="attachment_418304" align="aligncenter" width="612" caption="kompasiana / Admin"][/caption]

Davin, seorang anak berusia 4,5 tahun selalu merengek pada bundanya kalau ia hanya mau tidur kalau diceritain. Davin seperti anak-anak seusianya sangat senang mendengarkan cerita terutama dongeng. Bercerita dan mendongeng adalah dua kegiatan yang sangat bermanfaat untuk mengembangkan kecerdasan anak.

Menurut David McClelland, seorang pakar ilmu jiwa masyarakat dalam Jasmin Hana (2011) menyebutkan bahwa dongeng dan cerita mengandung semacam virus yang menyebabkan pembaca atau pendengarnya " terjangkit penyakit" atau terangsang semangatnya untuk menjadi lebih baik. Lalu apa bedanya dongeng dan cerita ? Dongeng adalah cerita rekaan atau fiksi. Contohnya fabel, hikayat, saga, mythe. Sedangkan cerita adalah rangkaian peristiwa yang disampaikan tertulis maupun lisan baik berupa fiksi maupun nonfiksi.

Dalam mendongeng ada hal-hal yang harus diperhatikan diantaranya : (1), durasi/waktu. Dalam mendongeng perhatikan durasi/waktu yang sesuai dengan tahapan usia. Jangan terlalu lama ataupun terlalu sebentar. Menurut psikolog Jasmin Hana, untuk anak usia 1-4 tahun cukup 5-7 menit, anak usia 4-8 tahun 10-15 menit sedangkan untuk anak 8-12 tahun kurang lebih 25 menit.(2), Jenis dongeng. Perhatikan jenis dongeng yang akan diceritakan pada anak. Pilihlah dongeng yang bermuatan positif dan memberi pesan-pesan moral yang baik untuk anak serta pilih dongeng yang sesuai dengan tahapan usia anak.(3) Tema dongeng. Pemilihan tema dongeng harus sesuai dengan usia anak. Seperti misalnya anak usia 1-4 tahun biasanya menyukai fabel sedang anak usia 4-8 tahun lebih menyukai dongeng jenaka dan kepahlawanan.Lebih baik memilih dongeng yang happy ending.Sebab anak belum cukup matang untuk menerima kesedihan dan malapetaka.

Mendongeng memiliki banyak manfaat. Mendongeng merupakan cara/jalan untuk membangun komunikasi dan membangun hubungan emosional yang erat dengan anak. Mendongeng sangat efektif sebagai media untuk menyampaikan pesan moral kepada anak. Seperti kisah perlombaan lari antara siput dengan kancil. Siput yang lambat akan lari melawan kancil. Tentu saja kancil yang menang. Sebab siput jalannya sangat lambat. Tetapi ternyata pemenangnya adalah siput. Mengapa? karena ia mempunyai akal dan cerdik. 

Anak-anak mudah mengingat apapun yang kita ceritakan. Diperlukan kreativitas dan penghayatan dalam penyampaian dongeng agar lebih menarik. Misalnya suara air, byuuuurrr. Atau suara angin, wuzzz. Di samping itu dengan mendongeng akan menambah perbendaharaan kata anak dan memperkuat daya imajinasinya. Anak yang memiliki banyak perbendaharaan kata akan lebih mudah bersosialisasi dibanding anak yang kosakatanya terbatas.

Kapan sebaiknya waktu yang tepat untuk mendongeng ? Mendongeng dapat dimulai sejak bayi masih di dalam kandungan. Dan dapat dilanjutkan sampai anak berusia 12 tahun. Mendengarkan dongeng secara teraktur akan memperkaya kosakata, merangsang indera-indera sehingga lebih peka, perkembangan dan pertumbuhannya pun menjadi optimal. Orang tua dapat mengkreasikan dongeng yang ia ceritakan sesuai tahapan usia anak dan sesuai dengan minat anak.

Misalnya, anak-anak yang menyukai mobil kita ceritakan dongeng tentang mobil lighting Mcqueen yang baik hati dan suka menolong. Banyak topik-topik yang menarik yang dapat kita sampaikan yang berisikan pesan moral, menumbuhkan budi pekerti yang baik dan peduli terhadap lingkungan. Penanaman nilai-nilai positif sebaiknya dimulai sejak dini. Karena hal ini sama dengan membangun pondasi yang kuat untuk bekalnya kelak dalam menghadapi tantangan dari luar. Selain itu dalam rentang usia 0 - 7 tahun Critical Factor (CF) anak belum berkembang.

Critical Factor (CF) atau faktor kritis adalah celah yang menghubungkan antara pikiran sadar dan pikiran bawah sadar. Critical factor terbentuk ketika anak berusia 7 tahun dan menjadi penyaring/ filter terhadap informasi yang masuk dari luar. CF juga menjadi penentu mana informasi yang diterima dan mana yang tidak. Jadi di bawah usia 7 tahun, lebih mudah bagi anak untuk menyerap informasi karena CF belum terbentuk. Di atas usia 7 tahun,untuk bisa menanamkan sugesti dan informasi positif ke dalam bawah sadar anak, kita harus mampu menembus CF atau faktor kritis anak.

Faktor kritis anak dapat ditembus dengan pendekatan kepada anak. Jalinan dan hubungan yang erat antara orang tua dan anak akan memudahkan menembus faktor kritis anak untuk menanamkan nilai-nilai positif. Salah satunya melalui dongeng.

Dalam mendongeng ada hal-hal yang harus diperhatikan agar dongeng yang kita ceritakan dapat membangun imajinasi anak dengan baik. Hal tersebut adalah : (1) Gunakan kata-kata yang mudah dipahami anak. (2) Aturlah intonasi suara agar menarik perhatian anak, (3) Tunjukkan gerakan yang sesuai dengan dongeng yang diceritakan, (4) Gunakan mimik muka sesuai dongeng yang diceritakan. Kita harus ekspresif dalam menyampaikan sebuah dongeng agar menarik perhatian anak, (5) Jagalah kontak mata dengan anak serta doronglah agar ia menunjukkan perhatian dengan bertanya dan mengomentari isi dongeng tersebut.

Memang tidak mudah menjadi orang tua di jaman globalisasi seperti sekarang. Kemajuan teknologi seperti internet merupakan tantangan yang amat berat bagi semua orang tua. Internet seperti dua sisi mata uang. Di satu sisi memberikan banyak informasi penting seperti pengetahuan dan di sisi lain juga banyak informasi negatif seperti pornografi dan kekerasan yang dapat diakses dengan mudah. Namun kita, orang tua masih bisa melakukan sesuatu. Dengan mendongeng akan terjalin kedekatan dan ikatan batin yang erat. Sehingga dengan komunikasi yang terbangun baik akan menghindarkan anak-anak dari pengaruh buruk apa pun dari luar termasuk internet.

Jadi mari kita gunakan dongeng untuk menanamkan nilai-nilai positif dalam diri anak-anak kita sebagai pondasi dan bekal untuknya menghadapi tantangan di masa depan. Apabila pondasinya kuat maka ia akan dapat memilah dan memilih apa yang patut ditiru dan yang tidak. Ia tahu apa yang baik bagi dirinya dan apa yang tidak. Dan ia akan tumbuh menjadi anak yang memiliki pendirian dan kepercayaan diri yang amat baik. Niscaya ia tumbuh menjadi tunas bangsa yang tangguh menjawab tantangan masa depan.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun